Langsung ke konten utama

PERSPEKTIF KEKUASAAN LEGISLATIF, EKSEKUTIF DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA


LATAR BELAKANG
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan para pelaku. Kekuasaan inti dari politik beranggapan bahwa politik adalah semua kegiatan yang menyangkut masalah perebutan dan mempertahankan kekuasaan. Biasanya dianggap bahwa perjuangan mempunyai suatu tujuan yang menyangkut kepentingan seluruh masyarakat.
Pendekatan ini, yang banyak terpengaruh oleh sosiologi, lebih luas ruang lingkupnya dan juga mencakup gejala-gejala sosial seperti serikat buruh, organisasi keagamaan, organisasi kemahasiswaan, dan kaum militer. Pendekatan ini lebih dinamis dari pada pendekatan institusional karena memperhatikan proses. Harold D.Laswell dan A.kaplan dalam ilmu politik mempelajari pembentukan dan pembentukan kekuasaan. W.A. Robson, mengatakan: “Ilmu politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses, ruang lingkup, dan hasil-hasil. Fokus perhatian seorang sarjana ilmu politik tertuju pada perjuangan untuk mencapai atau mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan, atau pengaruh atas orang lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan itu. Deliar Noer dalam pengantar ke pemikiran politik menyebutkan ilmu politik memusatkan perhatian pada masalah dalam kehidupan bersama atau masyarakat. Kehidupan seperti ini tidak terbatas pada bidang hukum semata-mata, dan tidak pula pada negara yang tumbuhnya dalam sejarah hidup manusia relatif baru. Diluar bidang hukum serta sebelum negara ada, masalah kekuasaan itu pun telah ada pula. Hanya dalam zaman moden inilah memang kekuasaan itu berhubungan erat dengan erat.[1]
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) Kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi (Ramlan Surbakti,1992). Di negara demokrasi, dimana kekuasaan adalah ditangan rakyat, maka jalan menuju kekuasaan selain melalui jalur birokrasi biasanya ditempuh melalui jalur partai politik. Partai partai politik berusaha untuk merebut konstituen dalam masa pemilu. Partai politik selanjutnya mengirimkan calon anggota untuk mewakili partainya dalam lembaga legislatif. Dalam pemilihan umum legislatif secara langsung seperti yang terjadi di Indonesia dalam Pemilu 2004 maka calon anggota legislatif dipilih langsung oleh rakyat. Dizaman yang sudah cukup lama,para ahli filsafat sudah membagi bagi kekuasaan, yang kita kenal ada tiga yaitu : legeslatif, Yudikatif dan eksekutif. Tujuan tokoh dulu agar suatu negara terdapat keseimbangan dalam menjalankan pemerintahan dalam arti lain dapat saling mengontrol kinerja dari masing-masing lembaga, sehingga roda pemerintahan akan berjalan dengan baik dan sempurna. Di Indonesia pun menganut sistim tersebut di dalam mengatur negara.Yang menjadi pertanyaan benarkah lembaga negara yang ada di Indonesia berjalan dengan semestinya?. Jawaban tentunya akan berbeda-beda. Lembaga yang ada di indonesia belum menampakkan kerja yang sesui dari cita-cita yang dimaksud diatas, justru sangat jauh atau boleh dikata orang-orang yang duduk diatas atau lembaga tersebut banyak yang tidak mengetahui fungsi dari masing-masing jabatan yang diembanya.[2]
W.Connoly (1983) dan S.Lukes (1974) menganggap kekuasaan sebagai suatu konsep yang dipertentangkan yang artinya merupakan hal yang tidak dapat dicapai suatu konsensus. Perumusan yang umumnya dikenal ialah bahwa kekuasaan adalah kemampuan  seorang pelaku untuk mempengaruhi perilaku seorang pelaku lain, sehingga perilakunya menjadi sesuai dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan. Dalam perumusan ini pelaku bisa berupa seorang, sekelompok orang, atau suatu kolektivitas. Jadi, umpanya A mempunyai kekuasaan atas B, jika A dapat menyebabkan B bertindak sesuai dengan keinginan A. Dalam hal ini diasumsikan bahwa B sebenarnya mempunyai niat lain dari pada yang dikehendaki A. Kekuasaan selalu berlangsung antara sekurang-kurangnya dua pihak, jadi ada hubungan antara dua pihak atau lebih.
Kebanyakan sarjana berpangkal tolak dari perumusan sosiolog Marx Weber dalam bukunya Wirtschaft dan Gessellshaft (1992). Kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan dan apapun dasar kemauan ini[3]. Pemikiran Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan yang defenisinya sudah menjadi rumusan klasik  yaitu kekuasaan adalah suatu hubungan dimana seseorang atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah tujuan dari pihak pertama.[4]
Menurut G.A. Almond dan G.B. Powell adalah sebagai usaha untuk mengadakan pencarian kearah ruang lingkup yang lebih luas, realisme, persisi, ketertiban dalam teori politik agar hubungan yang terputus antara comparative government dengan political theory dapat ditata kembali. Menurut David Eston dalam system analisis of political life, mengatakan bahwa ”Sistem politik adalah keseluruhan dari interaksi yang mengatur pembagian nilai-nilai secara autoritatif untuk dan atas nama masyarakat”. Sistem politik tak lain adalah mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik dalam hubungan satu sama lain yang menunjukkan suatu proses yang langgeng. Proses tersebut menyangkut dimensi waktu ( masa lalu, masa kini dan masa sekarang). Dari sudut ini terlihat bahwa system politik merupakan bagian dari suatu system yang lebih besar, yaitu system social. Oleh karena itu dapat dimengerti apabila dalam analisi system, teori system, dan pendekatan system, pengertian system politik, kultur politik, peranan politik, dibahas lebih mendalam dengan dibantu oleh dan meminjam pengertian sosiologi dan psikologi.[5]
Setiap negara di dunia memilki sistem politik, termasuk negara Indonesia. Sistem Politik bagi setiap negara merupakan urat nadi yang menjadi saluran darah bagi kelangsungan kehidupan bangsa dan negara yang sehat dan sejahtera. Fungsi sistem politik yang sehat dan sejahtera bertumpu harapan yang besar dari bangsa dan negara untuk mengartikulasikan aliran bagi tumbuh dan berkembangnya aspek kehidupan negara. Aspek-aspek dimaksud adalah meliputi aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hukum dan hankam. Tumbuh dan berkembangnya aspek tersebut ditujukan untuk memberi nilai tambah bagi masukan sistem politik negara dalam mengisi dan mebangun infrastruktur dan suprastruktur politik yang merupakan prasyarat dan syarat bagi terwujudnya tujuan nasional negara Indonesia sebagaimana yang termaktub dalam alinea ke IV, Undang-Undang Dasar 1945. Pernyataan diatas memberi makna bahwa sistem politik adalah hal penting untuk dipelajari dan dipahami secara mendalam. Dalam makalah ini nantinya akan dibahas bagaimana kekuasan antara lembaga-lembaga tinggi negara yaitu legislatif dan eksekutif.

PEMBAHASAN

1.      Pembagian Kekuasan Di Indonesia
Orang pertama yang mengemukakan teori pemisahan kekuasaan negara tersebut adalah John Locke, yang didalam bukunya “ Two Treatises on Civil Government” memisahkan kekuasaan negara dalam tiga bidang yaitu:
a.       Kekuasaan dalam bidang pembuatan Undang-Undang ( Legislatif)
b.      Kekuasaan dalam melaksanakan/menjalankan Undang-undang (Eksekutif)
c.       Kekuasaan dalam bidang hubungan luar negri, perjanjian atau perserikatan dengan orang-orang, lembaga atau negara-negara lain (Federatif)
Beberapa waktu kemudian Montesquieu, yang mengemukakan teori pembagian kekuasaan negara kedalam 3 bidang yang terpisah satu sama lain, yaitu :
a.       Legislatif (Perundang-undangan), yaitu kekuasaan dalam pembuatan Undang-Undang dalam arti formal;
b.      Eksekutif (Pelaksanaan), ialah kekuasaan yang berwenang melaksanakan segala tindakan yang telah diperintahkan oleh Undang-Undang dan yang diperlukan guna terselenggaranya tujuan-tujuan/ maksud-maksud yang tersirat dalam undang-undang itu;
c.       Yudikatif (peradilan), yaitu kekuasaan yang berwenang menjaga agar Undang-Undang itu dapat dijalankan sebagaiman mestinya, dengan memberikan reaksi dengan cara menimbang dan mengadili terhadap tindakan-tindakan yang bertentangan atau menyimpang dari undang-undang dan menghalangi tercapainya tujuan-tujuan dan maksud-maksud dari perundangan-undangan tersebut.

2.      Badan Legislatif
Badan legislatif mencerminkan salah satu fungsi badan itu, yaitu legislate, atau membuat undang-undang. Nama lain yang sering dipakai ialah Assembly yang mengutamakan unsur berkumpul. Nama lain adalah parliament, suatu istilah yang menekankan unsur bicara dan merundingkan. Sebutan lain mengutamakan representasi atau keterwakilan anggota-anggotanya dan dinamakan Dewan perwakilan rakyat. Akan tetapi apapun perbedaan dalam namanya dapat dipastikan bahwa badan ini merupakan simbol dari rakyat yang berdaulat.
Menurut teori yang berlaku, rakyatlah yang berdaulat; rakyat yang berdaulat mempunyai kehendak. Keputusan-keputusan yang diambil oleh badan ini merupakan suara yang authentic dari general will itu. Karena itu keputusan-keputusannya, baik yang bersifat kebijakn maupun undang-undang mengikat seluruh masyarakat[6]. Pendapat Rousseau, tentang volonte Generale atau General Will yang menyatakan bahwa “rakyatlah yang berdaulat, rakyat yang berdaulat ini mempunyai suatu kemauan”. Miriam Budiardjo menjelaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat dianggap merumuskan kemauan rakyat atau kemauan umum ini dengan jalan mengikat seluruh masyarakat. Undang-Undang yang dibuatnya mencerminkan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu. Dapat dikatakan bahwa merupakan badan yang membuat keputusan yang menyangkut kepentingan umum[7].
Tidak dari semula badan legislatif mempunyai wewenang untuk menetukan kebijakan umum dan membuat undang-undang. Parlemen Inggris yang merupakan badan legislatif tertua di dunia, mula-mula hanya bertugas mengumpulkan dana untuk memungkinkan raja membiayai kegiatan pemerintahan serta peperangan. Akan tetapi lambat laun setiap penyerahan dana oleh golongan elite disertai tuntutan agar pihak raja menyerahkan pula beberapa hak sebagai imbalan. Dengan demikian secara berangsur-angsur parlemen berhasil bertindak sebagai badan legislatif menjadi badan yang berhak menyelenggarakan kedaulatan itu dengan jalan menentukan kebijakan umum dan menuangkannya didalam undang-undang. Badan eksekutif hanya merupakan penyelenggara dari kebijakan umum itu. Rousseau yang merupakan pelopor dari gagasan kedaulatan rakyat tidak menyetujui adanya badan perwakilan, tetapi mencita-citakan suatu bentuk demokrasi langsung, dimana rakyat secara langsung merundingkan serta memusatkan soal-soal negara dan politik. Akan tetapi dewasa ini demokrasi langsung seperti yang diinginkan oleh Rousseau dianggap tidak praktis, dan hanya dipertahankan dalam bentuk khusus dan terbatas seperti referendum, plebisit dan sebagainya. Boleh dikatakan bahwa dalam negara modern dewasa ini demokrasi langsung seperti yang diinginkan oleh Rousseau dianggap tidak praktis, dan hanya dipertahankan dalam bentuk khusus dan terbatas seperti referendum, plebisit, dan sebagainya. Boleh dikatakan bahwa dalam negara modern dewasa ini rakyat menyelenggarakan kedaulatan yang dimilikinya melalui wakil-wakil yang dipilih secara berkala.
Dewan perwakilan Rakyat di negara demokratis disusun sedemikian rupa sehingga ia mewakili mayoritas dari rakyat dan pemerintah bertanggung jawab kepadanya. Untuk meminjam perumusan C.F Strong : “ Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dalam mana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya kepada mayoritas itu. Dengan perkataan lain negara yang demokratis yang menjamin kedaulatan rakyat.
Badan Legislatif mempunyai fungsi yang paling penting adalah:
1.      Menentukan kebijakan (policy) dan membuat undang-undang. Untuk itu badan legislatif diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan undang-undang yang disusun oleh pemerintah terutama dibidang budget atau anggaran.
2.      Mengontrol badan Eksekutif dalam arti menjaga agar semua tindakan badan eksekutif sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan. Untuk menyelenggarakan tugas ini, badan perwakilan rakyat diberi hak-hak kontrol khusus.

Disamping itu terdapat banyak badan legislatif yang menyelenggarakan beberapa fungsi lain seperti mengesahkan (ratify) perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat oleh badan eksekutif. Adapun fungsi dari badan Legislatif adalah [8]:
1.      Fungsi Legislasi
Menurut teori yang berlaku tugas utama legislatif terletak dibidang perundang-undangan, sekalipun ia tidak mempunyai monopoli di bidang itu. Untuk membahas rancangan undang-undang sering dibentuk panitia-panitia yang berwenang untuk memanggil materi atau pejabat lainnya untuk dimintai keterangan seperlunya. Akan tetapi gejala dewasa ini telah menjadi gejala umum bahwa titik berat dibidang legislatif telah banyak bergeser ke badan eksekutif. Mayoritas Undang-undang dirumuskan dan dipersiapkan oleh badan eksekutif, sedangkan badan legislatif tinggal membahas dan mengamandemennya. Sebagai rumus umum dapat dikatakan bahwa dikebanyakan negara yang dipantau persentase jumlah rancangan undang-undang yang diterima baik oleh badan legislatif dibanding dengan jumlah rancangan undang-undang yang berasal dari badan eksekutif, sedangkan badan legislatif tinggal membahas dan mengamandemennya. Sebagai rumus dapat dikatakan bahwa di kebanyakan negara yang dipantau enactment rate (persentase jumlah rancangan undang-undang yang diterima baik badan legislatif dibanding dengan jumlah rancangan undang-undang yang berasal dari badan eksekutif adalah 90%.
Keadaan ini tidak mengherankan sebab dalam negara moden badan eksekutif didukung oleh staff ahli dan sarana-sarana lainnya dimasing-masing kementrian, yang memang merupakan syarat mutlak untuk merumuskan rancangan undang-undang. Sebaliknya keahlian anggota-anggota badan legislatif lebih terbatas, sekalipun di beberapa negara legislatif dibantu oleh staf administrasi dan ahli research yang berkualitas tinggi. Akan tetapi pada umumnya di bidang keuangan, pengaruh badan legislatif lebih besar dari pada di bidang legislasi umum. Rancangan anggaran belanja diajukan ke badan legislatif oleh badan eksekutif, akan tetapi badan ini menentukan seberapa anggaran pemerintah dapat disetujuai. Jadi, badan legislatiflah yang pada akhirnya menentukan seberapa anggaran pemerintah dapat disetujui. Jadi badan legislatif oleh badan eksekutif, akan tetapi badan ini menentukan seberapa anggran pemerintah dapat disetujui. Jadi badan legislatiflah yang pada akhirnya menentukan beberapa dan dengan cara bagaimana uang rakyat dipergunakan.
Dinegara yang badan eksekutifnya dominan, badan legislatif biasanya tidak akan terlalu banyak mengubah rancangan anggaran belanja. Akan tatapi di negara yang badan legislatifnya kuat, badan itu dapat saja mengadakan banyak perubahan, termasuk mengurangi anggaran yang akan dipergunakan

2.      Fungsi Kontrol
Dengan semakin berkurangnya pengaruh badan legislatif di bidang legislatif maka peranannya di bidang pengawasan dan kontrol bertambah menonjol. Badan legislatif berkewajiban untuk mengawasi aktivitas badan eksekutif, agar sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkannya. Pengawasan dilakukan melalui sidang panitia-panitia legislatif dan melalui hak-hak kontrol yang khusus, seprti hak bertanya, interpelasi dan sebagainya.
a.       Pertanyaan Parlemen :
Keanggotaan badan legislatif berhak untuk mengajukan pertanyaan kepeda pemerintah mengenai suatu masalah. Di Inggris kita melihat adanya jam I yang menbertanya, dimana pertanyaan diajukan secara lisan dalam sidang umum dan menteri yang bersangkutan atau kadang-kadang perdana menteri sendiri yang menjawab secara lisan. Oleh karena segala kegiatannya banyak menarik perhatian media massa, maka badan legislatif dengan mengajukan pertanyaan parlementer dapat menarik perhatian umum terhadap suatu peristiwa dan mengorek informasi mengenai kebijakan pemerintah. Di Indonesia semua badan legislatif, kecuali badan legislatif gotong royong di zaman Demokrasi Terpimpin, mempunyai hak bertanya. Pertanyaan ini biasanya diajukan secara tertulis dan dijawab pula secara tertulis oleh parlemen yang bersangkutan pertanyaan parlementer serta jawaban pemerintahan tidak banyak efek politiknya.

b.      Interpelasi
Kebanyakan badan legislatif mempunyai hak interpelasi, yaitu hak untuk meminta keterngan kepada pemerintah mengenai kebijakan di suatu bidang. Badan eksekutif wajib memberi penjelasan dalam pleno, yang mana dibahas oleh anggota-anggota dan diakhiri dengan pemungutan suara mengenai apakah keterangan pemerintah memuaskan atau tidak. Jika hasil pemungutan suara bersifat negatif, hal ini merupakan tanda peringatan bagi pemerintah bahwa kebijakannya diragukan. Dalam hal ini terjadi perselisihan antara badan legislatif dan eksekutif, interpelasi dapat dijadikan batu loncatan untuk diajukan mosi tidak percaya. Di Indonesia semua badan legislatif, mempunyai hak interpelasi. Di Orde Baru hak ini tidak pernah digunakan. Hak ini kembali digunakan di era reformasi ketika DPR (2004-2009) mengusung interpelasi masalah impor beras dan lumpur lapindo. Usaha anggota dewan ini gagal karena tidak memenuhi kourum.
c.       Angket
Angket adalah hak anggota badan legislatif untuk mengadakan penyelidikan sendiri. Untuk itu keperluan ini dapat dibentuk suatu panitia angket yang melaporkan hasil penyelidikannya kepada anggota badan legislatif lainnya, yang selanjutnya merumuskan pendapatannya mengenai soal ini dengan harapan agar diperhatikan oleh pemerintah. Di zama Orde Baru hak ini tidak pernah digunakan.
d.      Mosi
Umumnya dianggap bahwa hak mosi merupakan hak kontrol yang paling ampuh. Jika badan legislatif menerima suatu mosi tidak percaya, maka dalam sistem parlemen kabinet harus mengundurkan diri dan terjadi suatu krisis kabinet. Di indonesia pada masa sistem parlementer, legislatif mempunyai hak mosi, tetapi zaman demokrasi terpimpin ditiadakan. Pada masa reformasi, anggota DPR (1999-2004) menggunakan hak mosi ketika melakukan pemakzulan Presiden Abdurrahman Wahid sebagai presiden tahun 2001. Hal ini memang tidak lazim karena umumnya hak ini di gunakan dalam sistem parlementer dan bukan sistem presidensial.

3.      Fungsi Lainnya
Disamping fungsi legislasi dan kontrol, badan legislatif mempunyai beberapa fungsi lain. Dengan meningkatnya peranan badan eksekutif dan berkurangnya peranan badan legislatif di bidang perundang-undangan, dewasa ini lebih ditonjolkan peranan edukatifnya. Badan legislatif dianggap sebagai forum kerja sama antara berbagai golongan serta partai dengan pemerintah, dimana beraneka ragam pendapat di bicarakan di muka umum.
Bagi anggota badan legislatif terbuka kesempatan untuk bertindak sebagai pembawa suara rakyat dan mengajukan beraneka ragam pandangan yang berkembang secara dinamis di dalam masyarakat. Dengan demikian jarak (gap) antara yang diperintah dengan yang memerintah dapat diperkecil. Dipihak lain, pembahasan kebijaksanaan pemerintah dimuka umum merupak kesempatan bagi pemerintah untuk menjelaskan tindakan-tindakan serta rencananya.
Melalui media massa masyarakat ramai diajak mengikuti persoalan yang menyangkut kepentingan umum dan menilainya menurut kemampuan masing-masing. Dengan demikian rakyat dididik ke arah kewarganegaraan yang sadar dan bertanggung jawab, dan partisipasi politik dapat dibina. Suatu fungsi lain yang tidak kalah pentingnya ialah sebagai sarana rekrutmen politik. Ia merupakan training ground bagi generasi muda untuk mendapat pengalaman di bidang politik sampai ke tingkat nasional.
Peran dan Hubungan Antar-Lembaga Sistem politik Indonesia bercirikan lembaga eksekutif yang kuat yang disokong oleh lembaga legislatif yang lemah (yang di dalamnya termasuk anggota-anggota yang tidak dipilih dari kalangan militer dan kelompok-kelompok fungsional). Hal ini membuat kontrol institusi terhadap lembaga eksekutif berkurang. Hubungan antara eksekutif dan legislatif juga tak imbang karena budaya politik yang mendominasi hubungan antara struktur-struktur konstitusional. Ini bisa disebut sebagai budaya hierarki atau komando yang menghambat kontrol demokratis terhadap pemerintah dan yang bisa dihubungkan dengan, sebagian, absennya definisi peran legislatif dan eksekutif dan batas di antara mereka dalam UUD 1945. Untuk mengoreksi situasi ini, peran dan hubungan anrara lembaga eksekutif dan lcgislatif perlu dipelajari secara kritis. Perdebatan mutakhir berpusat di sekitar bentuk komposisi lembaga legislatif yang paling memadai. Lembaga legislatif mendapatkan baik kekuasaan untuk membuat aturan hukum maupun memperdebatkan kinerja lembaga eksekutif dan institusi-institusi pemerintah lain. Namun tantanganya adalah menemukan keseimbangan diantara legislatif yang berdaya dan lembaga eksekutif yang efektif sebab bukanlah peran legislatif untuk memerintah. legilatif juga berperan pcnting untuk mengajak atau mendorong perdebatan ekstra-parlementer yang lebih luas. Untuk melakukannya. harus ada akses terhadap informasi dan suatu sistem komisi yang aktif.
Periodisasi dari tarik-menarik dari lokus dan fokus kekuasaan dalam sejarah pemerintahan Indonesia dapat diuraikan berikut ini :

1.      Periode Orde Lama
semangat perjuangan masih mewamai penyelenggaraan pemerintahan kita. Para pelakunya masih kuat iman untuk berjuang demi negara dan persatuan bangsa. Bahkan tidak jarang diperlihatkan oleh kekuatan mayoritas menekan kepentingannya sendiri untuk menghargai kepentingan minoritas demi kesatuan dan persatuan bangsa dan negara proklamasi. Sebagai contoh, penyimpangan pertama dari Bung Kamo terhadap UUD 1945 seperti disinggung di depan ialah diterimanya usulan Sjahrir untuk tidak menggunakan kabinet presidensial dan diganti dengan kabinet parlementer. Sjahrir sendiri saat itu merupakan tokoh vokal dan amat disegani. Demi persatuan dan kesatuan, maka Bung Kamo menerima usulan itu. Selain itu Bung Kamo juga menyadari bahwa KNIP belum mencerminkan kekuatan politik riil yang anggotanya (tidak dipilih akan tetapi ditunjuk) tidak mewakili kekuatan sosial politik nyata saat itu.
Semangat primordial, walaupun ada, untuk sementara waktu kalah oleh semangat nasional. Satu-satunya organisasi politik primordial yang mengancam negara proklamasi adalah PKI yang melakukan pemberontakan dalam rangka menguasai pemerintahan dan negara. Pada awal kemerdekaan ada semacam kesepakatan bahwa lembaga pemerintahan merupakan merupakan sarana politik yang baik untuk mempersatukan bangsa. Anggapan ini cukup beralasan, karena lembaga ini mempunyai birokrasi yang mampu menjangkau rakyat sampai ke desa-desa. Namun dalam perjalanan sejarah nampak gejala semakin menguatnya aspirasi primordial dalam lembaga birokrasi pemerintah kita. Lembaga ini menjadi incaran kekuatan-kekuatan politik. Partai-partai politik mulai mengincar peluang untuk menguasai lembaga birokrasi pemerintah ini. Gejala semakin derasnya kekuatan politik mengincar terhadap lembaga birokrasi pemerintah semakin hari semakin dirasakan. Pada tahun ini UUD Semen tara 1950 diperlakukan. Dalam UUD ini dianut sistem demokrasi parlementer, bahwa Pemerintah bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Akibat dari Maklumat Wakil Presiden 3 November 1945, kita menganut sistem banyak partai yang memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mendirikan partai politik sesuai dengan aspirasinya. Pada periode
 ini terselenggara Pemilihan Umum pertama yang dikenal sangat demokratis. Ketika itu semua partai politik yang memenangkan suara berkeinginan untuk menguasai beberapa kementerian. Bahkan tidak jarang terjadi kabinet pemerintah dibubarkan hanya karena pembagian kementerian yang tidak sesuai dengan tuntutan partai-partai politik.
Mosi tidak percaya merupakan awal dari runtuhnya kabinet yang memimpin lembaga pemerintah. Pemerintah di bawah kepemimpinan partai politik yang anggotanya mendominasi DPR. Kedudukan DPR kuat. Sebaliknya lembaga pemerintah dapat dikatakan lemah posisinya. Sementara itu aparat pemerintah yang diharapkan netral juga sudah pandai bermain mata dengan kekuatan- kekuatan politik yang ada. Pada periode ini di sana-sini militer sudah mulai ikut memainkan peran dalam percaturan politik. Partisipasi politik militer mulai nampak ketika tentara menolak perjanjian KMB yang merupakan hasil perjuangan untuk menegakkan kemerdekaan oleh politisi sipil melalui jalan diplomasi. Peran tentara ini kelak akan diwujudkan dalam konsep dwifungsi yang menekankan bahwa militer tidak hanya berperan di bidang keamanan dan pertahanan saja, melainkan juga di bidang sosial dan politik

2.      Periode Masa Orde Baru
Hubungan dan kedudukan antara eksekutif (Presiden) dan legislatif (DPR) dalam sistem UUD 1945 sebenarnya telah diatur. Dimana kedudukan dua lembaga ini (Presiden dan DPR) adalah sama karena kedua lembaga ini adalah merupakan lembaga tinggi negara (Tap MPR No.III/MPR/1978). Namun dalam praktik ketatanegaraan dan proses jalannya pemerintahan pada masa rezim Orde Baru, kekuasaan eksekutif begitu dominan terhadap semua aspek kehidupan berkepemerintahan dalam negara kita, terhadap kekuasaan legislatif maupun terhadap kekuasaan judikatif. Keadaan ini tidak dapat sepenuhnya disalahkan, karena pengaturan yang terdapat di dalam UUD 1945 memungkinkan terjadinya hal ini. Oleh sebab itu, tidak salah pula apabila terdapat pandangan yang menyatakan bahwa UUD 1945 menganut supremasi eksekutif.
Dominasi/supremasi kekuasaan eksekutif mendapat legitimasi konstitusionalnya, karena dalam Penjelasan Umum UUD 1945 pada bagian Sistem Pemerintahan Negara Kunci Pokok IV sendiri dinyatakan bahwa Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi di bawah Majelis. Dalam sistem UUD 1945 (sebelum diamandemen), Presiden memiliki beberapa bidang kekuasaan. Selain sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan (pasal 4 ayat 1), Presiden memiliki kekuasaan membentuk undang-undang (pasal 5 ayat 1).
Demikian juga Presiden memiliki kekuasaan diplomatik yang sangat besar, yaitu kekuasaan membuat berbagai macam perjanjian internasional dan mengangkat serta menerima duta dari negara lain (pasal 11 dan pasal 13). Sama halnya dalam bidang hukum (kekuasaan di bidang justisial) yang kemudian diwujudkan dalam pemberian grasi, rehabilitasi, amnesti dan abolisi (pasal 14). Dominasi kekuasaan eksekutif semakin mendapat ruang geraknya ketika penguasa melakukan monopoli penafsiran terhadap pasal 7. Penafsiran ini menimbulkan implikasi yang sangat luas karena menyebabkan Presiden dapat dipilih kembali untuk masa yang tidak terbatas. Begitu besarnya kekuasaan Presiden pada masa orde baru. Presiden juga memiliki kewenangan untuk menentukan keanggotaan MPR (pasal 1 ayat 4 huruf c UU No.16 Tahun 1969 jo UU No.2 Tahun 1985). Suatu hal yang sangat tidak pantas dan tidak pas dengan logika demokrasi. Sistem kepartaian yang menguntungkan Golkar, eksistensi ABRI yang lebih sebagai alat penguasa daripada alat negara, DPR dan pemerintah yang dikuasai partai mayoritas menyebabkan DPR menjadi tersubordinasi terhadap pemerintah. Hal ini pula yang menyebabkan fungsi pengawasan terhadap pemerintah (Eksekutif) yang seharusnya dilaksanakan oleh DPR/MPR (legislatif) menjadi tidak efektif.

3.      Periode Masa Orde Reformasi
Pada masa reformasi pemerintah menyentuh pada usaha penguatan fungsi-fungsi legislasi DPR. Pada masa orde baru DPR  hanya menjadi bagian kekuasaan dari orde baru, yang terkesan menjadi pengabsahan kebijakan pemerintah. Fungsi legislasitidak dapat berjalan dengan baik karena kuatnya kekuatan eksekutif. Meskipun UUD 1945 menegaskan bahwa posisi DPR dan presiden sama-sama kuat, akan tetapi dalam kenyataannya tidaklah demikian. Pada masa reformasi, fungsi DPR lebih dipertegas lagi. Amandemen UUD 1945 pasal 20A menyebutkan bahwa : (1) DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan; (2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain UUD, DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat; (3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain UUD ini, setiap anggota DPR mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas.
Berdasarkan amandemen diatas, manjadi jalas bagaimana kedudukan dan fungsi DPR lebih diperkuat dalam melakukan fungsi checks and balances. Dengan penguatan fungsi semacam ini, diharapkan kekuasaan eksekutif tidak bergerak ke arah otoritarianisme yang akhirnya menghambat penyelenggaraan pemerintah yang demokratis. Pengalaman pada masa lampau dimana kekuasaan eksekutif sangat kuat dan cenderung menyubordinasikan kekuasaan legislatif membuat reformasi politik ditujukan untuk lebih mendorong diterapkannya ajaran trias politica serta lebih murni dimana terdapat pemisahan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Sebelumnya memilih era kepemimpinan pemerintahan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dari beberapa bentuk pemerintahan yang pernah ada di masa orde Reformasi, banyak bentuk-bentuk suatu kebijakan yang dirasa oleh sebagian besar masyarakat Indonesia sangat tidak lazim dan bertentangan dengan apa yang dinginkan oleh rakyatnya. Dan ini adalah suatu fenomena yang sangat menarik sehingga tertarik untuk memasukkannya dalam tulisan ini.
Era pemerintahan orde reformasi yang ketika dibawah kepemimpinan Gus Dur berusaha mencoba menampilkan strategi demokratisasi yang khas yang dikenal sebagai “demokrasi bawah”, yaitu suatu demokrasi dan upaya demokratisasi Negara yang memprioritaskan upaya pemberdayaan dan keberdayaan masyarakat. Menurut Gus Dur upaya menciptakan demokrasi hamper identik dengan upaya pembangunan civil society, melalui saluran komunikasi yang dimilikinya, ia mencoba memberikan satu kerangka kerja bagi petani, buruh, pedagang kecil, bahkan pegawai pemerintah untuk menyalurkan dan menata diri mereka masing-masing. Kepemimpinan Gus Dur juga terkandung charisma hal ini karena eksistensinya dirinya, juga karena Gus Dur termasuk keluarga dari ulama yang sangat terkenal, baik dari orang tuanya maupun dari mertuanya. Namun karena pemikirannya yang democrat, didalam praktek kepemimpinannya lebih cenderung ke arah transformasional. Kepemimpinan dengan pola transformasional, pola pemikir pemimpin ini lebih tertuju pada perubahan (shift) darikeyakinan – keyakinan, nilai-nilai, kebutuhan –kebutuhan dan kemampuan pengikut. Ia mampu menyampaikan visi dan misi serta mampu membangkitkan motivasi para pengikut untuk menjadi seorang individu yang seutuhnya dan mampu mengaktualisasikan diri. Dari aspek intelektual, pemimpin transformasional tidakpuas dengan pemecahan masalah yang bersifat parsial, meneriam keadaan status quo, atau melakukan seperti apa yang biasa di lakukan, ia sukamencari cara-carabaru, dalam berfikir lebih proaktif, gagasannya lebih kreatif, inovatif ; didalam ideology labih radikal dan reaksioner dibandingkan konservatif ; serta tidakmengalami hambatan berfikir dalam upaya mencari pemecahan masalah. Atribut-atribut diatas dapatlah di proyeksikan sebagai kepemimpinan yang ditetapkan oleh Gus Dur. Mengingat Gus Dur pemikirannya lebih democrat. Proactive dan inovatif. Namun pemimpin yang demikian harus diimbangi dengan para pembantu yang dimiliki daya persepsi tinggi, sebab apabila tidak maka sang pemimpin akan berjalan sendiri meninggalkan para pembantunya, sehingga para pembantunya tersebut akan berjalan ditempat atau menjadi bingung sendiri mengejar pemimpinnya. Yang dikhawatirkan adalah akibat kelebihan intelektualitas sang pemimpin, maka ia akan melakukan sesuatu kebijakan yang “uncontrollable” yang dapat membahayakan rakyat, bangsa dan Negara serta dirinya sendiri.
Terjadi apa yang menjadi kekhawatiran ini terjadi dengan sesungguhnya, dimana pada kenyataannya dilapangan, Presiden Gus Dur dengan kelebihan intelektualitasnya dan wisdomnya berjalan dengan sendiri jauh di depan para pembantunya sehingga menghasilkan kebijakan-kebijakan atau pernyataan yang controversial di tengah-tengah masyarakat dan bahkan di sana-sini menimbulkan konflik kelembagaan sebagaimana yang ditampilkan oleh mekanisme kerja yang tidak serasi antar DPR dan pemerintah, demikian juga dalam perkara Bank kesemuanya ini menyebabkan pemerintahan dan kelembagaan Negara tidak berjalan dengan efektif dan bahakan cenderung menghasilkan keruntuhan hidup berbangsa dan bernegara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Badan Eksekutif
Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif. Dinegara-negara demokratis badan eksekutif biasanya terdiri atas kepala negara seperti raja atau presiden, beserta menteri-menterinya. Badan eksekutif dalam arti yang luas juga mencakup para pegawai negeri sipil militer. Dalam naskah ini istilah badan eksekutif dipakai dalam artian sempitnya. Dalam sistem presidensial menteri-menteri merupakan pembantu presiden dan langsung dipimpin olehnya, sedangkan dalam sistem parlementer para menteri dipimpin olehnya, sedangkan dalam sistem parlementer para menteri dipimpin oleh seorang perdana menteri. Dalam sistem parlementer pula perdana menteri dipimpin oleh seorang perdana mentri. Dalam sistem parlementer pula perdana menteri beserta mentri-mentrinya dinamakan bagian dari badan eksekutif yang bertanggung jawab, sedangkan raja dalam monarki konstitusional dinamakan “bagian dari badan eksekutif yang tidak dapat diganggu gugat (the king can do no wrong).”
Jumlah anggota badan legislatif jauh lebih kecil dari pada jumlah anggota badan legislatif, biasanya berjumlah 20-30 orang. Sedangkan badan legislatif ada yang anggotanya sampai 1000 orang lebih. Badan eksekutif yang kecil dapt bertindak cepat dan memberi pimpinan yang tepat serta efektif, dalam hal ini ia berbeda dengan badan legislatif yang biasanya terlalu besar untuk mengambil keputusan yang cepat.
Tugas badan eksekutif, menurut tafsiran tradisional asas Trias Politika, hanya melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh badan legislatif serta menyelenggarakan undang-undang yang di buat oleh badan legislatif yang biasanya terlalu besar untuk mengambil keputusan dengan cepat. Tugas badan eksekutif, menurut tafsiran tradisonal asas Trias Politika hanya melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh badan legislatif serta menjalankan undang-undang yang telah dibuat oleh badan legislatif. Akan tetapi dalam pelaksanaannya badan eksekutif leluasa sekali dalam ruang geraknya. Zaman moden telah menimbulkan paradoks bahwa lebih banyak undang-undang yang diterima oleh badan legislatif dan harus dilaksanakan oleh badan eksekutif, lebih luas pula ruang lingkup kekuasaan badan eksekutifnya[9].
Disamping itu jelas dalam perkembangan negara modern bahwa wewenang badan eksekutif dewasa ini jauh lebih luas dari pada hanya melaksanakan undang-undang dasar aja. Kadang malahan dikatakan bahwa dalam negara modern badan eksekutif sudah mengganti badan legislatif sebagai pembuat kebijaksanaan yang utama. Perkembangan ini terdorong oleh banyak faktor, seperti perkembangan teknologi, proses modernisasi yang sudah berjalan jauh, semakin terjalin hubungan politik dan ekonomi antar negara, krisis ekonomi, dan revolusi sosial. Akan tetapi meluasnya peranan negara terutama disebabkan karena penyelanggara kesejahteraan rakyatnya merupakan tugas pokok dari setiap negara dewasa ini, apalagi jika tergolong negara kesejahteraan (welfare state). Negara kesejahteraan menjamin bagi warga negaranya tersedianya aspek-aspek minimal dari pendidikan, pelayanan kesehatan, perumahan, pekerjaan dan sebagainya, dan karena itu kegiatannya mempengaruhi seluruh kehidupan masyarakatnya.
Dalam menjalankan tugasnya, badan eksekutif ditunjang oleh tenaga kerja yang terampil dan ahli serta tersedianya bermacam-macam fasilitas serta alat-alat masing-masing kementrian. Sebaliknya keahlian serta fasilitas yang tersedia bagi badan legislatif jauh lebih terbatas. Oleh karena itu, badan legislatif berada dalam kedudukan yang kurang menguntungkan dibandingkan badan eksekutif. Di beberapa negara baru keadaan ini cukup mencolok.
Hal ini tidak berarti bahwa peranan badan legislatif tidak ada artinya. Didalam negara demokratis badan legislatif tetap penting untuk menjaga jangan sampai badan eksekutif keluar dari garis-garis yang telah ditentukan oleh badan legislatif, dan tetap merupak penghalang bagi kecenderungan yang terdapat pada hampir setiap badan eksekutif untuk memperluas ruang lingkup wewenangnya. Akan tetapi, dalam usaha negara meningkatkan tingkat penghidupan rakyatnya badan eksekutiflah yang diharapkan membimbing, pengarahan, kepemimpinan yang dinamis.[10]
            Badan eksekutif mempunyai wewenang yaitu mencakup berbagai bidang:[11]
1.   Administratif, yakni kekuasaan untuk menjelaskan undang-undang dan peraturan perundangan lainnya dan menyelanggarakan administrasi negara.
2.  Legislatif, yaitu membuat rancangan undang-undang dan membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai menjadi undang-undang.
3. Keamanan, artinya kekuasaan untuk mengatur polisi dan angkatan bersenjata, menyelanggarakan perang, pertahanan negara, serta keamanan dalam negeri.
4.    Yudikatif, memberi grasi, amnesti, dan sebagainya.
5.   Diplomatik, yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain.
 Periodenisasi badan eksekutif di Indonesia
1
          Masa Orde Lama
Dalam  masa pra demokrasi terpimpin, yaitu November 1945 sampai juni 1959, kita kenal badan eksekutif yang terdiri atas presiden serta wakil presiden, sebagai bagian dari badan eksekutif yang tidak dapat diganggu gugat, dan menteri-menteri yang dinamakan kabinet presidensial. Mulai juni 1959 UUD 1945 berlaku kembali  dan menurut undang-undang dasar itu badan eksekutif terdiri atas seorang presiden, wakil presiden, dan menteri-menteri. Menteri-menteri membentu presiden dan diangkat serta dihentikan olehnya. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR, dan presiden merupakan mandataris MPR. Ia bertanggung jawab kepada MPR dan kedudukannya kepada MPR.
Presiden memegang kekuasaan pemarintah selama 5 tahun yang hanya dibatasi oleh peraturan-peraturan dalam UUD dimana sesuatu hal diperlukan adanya suatu undang-undang. Selama masa itu presiden tidak boleh dijatuhkan oleh DPR, sebaliknya presiden tidak mempunyai wewenang untuk membubarkan DPR.
Presiden memerlukan persetujuan dari DPR untuk membentuk undang-undang dan untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain dalam keadaan memaksa, presiden menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang. Maka peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR. Selain itu presiden berwenang menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya dan presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara. Sistem checks dan balances seperti yang dikenal dalam sistem AS, dimana badan eksekutif dan legislatif sekalipun bebas satu sama lain mengadakan check satu sama lain, tidak dikenal dalam sistem UUD 1945[12].
Dalam masa demokrasi terpimpin tidak ada wakil presiden. Sesuai dengan keinginannya untuk untuk memperkuat kedudukannya. Ir.Soekarno oleh MPR ditetapkan sebagai presiden seumur hidup. Begitu pula pejabat teras dari badan yudikatif diberi status menteri. Dengan demikian jumlah menteri mencapai lebih dari seratus, presiden diberi wewenang untuk mengambil keputusan dalam keadaan anggota badan legislative tidak dapat mencapai mufakat mengenai sesuatu hal atau sesuatu rancangan undang-undang.

2.      Masa Orde Baru
Perkembangan politik pada masa-masa awal orde baru menunjukkan peranan presiden soeharto yang makin dominan. Disamping itu kewenangan-kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945, situasi politik Indonesia memberikan kesempatan yang besar bagi presiden Soeharto untuk berperan sebagai presiden yang dominan. Presiden Soeharto adalah tokoh utama yang tampil utama setelah gerakan 30 september/PKI, yang memimpin usaha-usaha komunis di Indonesia.
Orde Baru semenjak awal 1990-an dikuasai oleh presiden Soeharto. Dominasi mutlak dalam politik menghasilakan penyelewengan kekuasaan. Penyelewengan kekuasaan itu semakin hebat menjelang berakhirnya Orde Baru pada tahun 1998. Kebebasan berbicara tidak diperbolehkan sama sekali, persaingan politik dua partai politik dan Golkar menghilang, peranan ABRI yang semakin luas yaitu dwi fungsi ABRI, dan munculnya anggota-anggota keluarga Soeharto sebagai penguasa besar (Konglomerat) yang menggunakan kekuasaan, fasilitas, dan keuangan Negara untuk kepentingan bisnis mereka.

3.      Masa Reformasi
Pada Masa ini banyak dilakukan perubahan-perubahan politik sehingga system politik Indonesia menjadi lebih demokratis. Praktik-praktik yang kurang atau tidak demokratis dihilangkan dengan melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan perundangan. UU politik yang baru dan lebih demokratis dikeluarkan pada awal 1999 dan UU tentang pemerintahan daerah dikeluarkan pada tahun yang sama. UU politik baru menghasilkan pemilu 1999 yang dianggap sebagai pemilu yang demokratis yang mendapat pujian dari dunia Internasional. Pemerintahan daerah juga mengalami demokratisasi dengan menhilangkannya kedudukan kepala daerah juga mengalami demokratisasi dengan dihilangkannya kedudukan kepala daerah sebagai penguasa tunggal dan DPRD menjadi lembaga legislative daerah.
            Langkah terobosan yang dilakukan oleh orde Reformasi adalah amandemen UUD 1945 yang mengubah UUD 1945 secara drastic sehingga UUD 1945 yang asli menjadi sangat berbeda dibandingkan sebelumnya, dan hasilnya menjadi lebih demokratis. Masa jabatan Presiden dipertegas selama lima tahun sehingga tidak ada lagi penafsiran yang dapat membuat seorang presiden terpilih lebih dari dua kali. Amandemen yang dilakukan sebanyak emapat tahap dalam empat tahun telah menjadi sebuah bagian terpenting dari proses demokrasi di Indonesia
            Amandemen UUD 1945 mengurangi peranan presiden dalam fungsi legislative. Pada pasal 20 ayat (1) UUD 1945 hasil amandemen  mengatakan bahwa kekuasaan membentuk UU dipegang oleh DPR. Hal ini jelas berbeda dari UUD 1945 asli seperti yang telah disebutkan sebelumnya yang mengatakan bahwa presiden memegang kekuasaan membentuk UU. Setiap RUU harus dibicarakan bersama oleh DPR dan badan eksekutif. Presiden dibawah UUD 1945 hasil amandemen adalah presiden didalam system presidensial yang demokratis. Ia tidak dapat diberhentikan oleh DPR karena masalah-masalah politik; sebaliknya, presiden tidak dapat membubarkan DPR. Presiden membutuhkan dukungan yang cukup kuat sehingga memerlukan adanya partai politik atau koalisi partai politik yang kuat sehingga presiden dapat memerintah dengan baik. Yang diperlukan oleh presiden RI dalam system presidensial yang berlaku sekarang ini adalah kerja sama yang baik dengan DPR sehingga terbentuk sinergi dalam pemerintahan. Perbedan-perbedaan pandangan antara presiden dan DPR (atau partai-partai politik) diharapakan tidak mengahambat presiden dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai kepala eksekutif[13].


KESIMPULAN
Setiap negara di dunia memilki sistem politik, termasuk negara Indonesia. Sistem Politik bagi setiap negara merupakan urat nadi yang menjadi saluran darah bagi kelangsungan kehidupan bangsa dan negara yang sehat dan sejahtera. Fungsi sistem politik yang sehat dan sejahtera bertumpu harapan yang besar dari bangsa dan negara untuk mengartikulasikan aliran bagi tumbuh dan berkembangnya aspek kehidupan negara. Aspek-aspek dimaksud adalah meliputi aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hukum dan hankam. Tumbuh dan berkembangnya aspek tersebut ditujukan untuk memberi nilai tambah bagi masukan sistem politik negara dalam mengisi dan mebangun infrastruktur dan suprastruktur politik yang merupakan prasyarat dan syarat bagi terwujudnya tujuan nasional negara Indonesia sebagaimana yang termaktub dalam alinea ke IV, Undang-Undang Dasar 1945. Pernyataan diatas memberi makna bahwa sistem politik adalah hal penting untuk dipelajari dan dipahami secara mendalam. Dalam makalah ini nantinya akan dibahas bagaimana kekuasan antara lembaga-lembaga tinggi negara yaitu legislatif dan eksekutif
Montesquieu, yang mengemukakan teori pembagian kekuasaan negara kedalam 3 bidang yang terpisah satu sama lain, yaitu :
d.      Legislatif (Perundang-undangan), yaitu kekuasaan dalam pembuatan Undang-Undang dalam arti formal;
e.       Eksekutif (Pelaksanaan), ialah kekuasaan yang berwenang melaksanakan segala tindakan yang telah diperintahkan oleh Undang-Undang dan yang diperlukan guna terselenggaranya tujuan-tujuan/ maksud-maksud yang tersirat dalam undang-undang itu;
f.       Yudikatif (peradilan), yaitu kekuasaan yang berwenang menjaga agar Undang-Undang itu dapat dijalankan sebagaiman mestinya, dengan memberikan reaksi dengan cara menimbang dan mengadili terhadap tindakan-tindakan yang bertentangan atau menyimpang dari undang-undang dan menghalangi tercapainya tujuan-tujuan dan maksud-maksud dari perundangan-undangan tersebut.
Badan legislatif mencerminkan salah satu fungsi badan itu, yaitu legislate, atau membuat undang-undang. Nama lain yang sering dipakai ialah Assembly yang mengutamakan unsur berkumpul. Nama lain adalah parliament, suatu istilah yang menekankan unsur bicara dan merundingkan. Sebutan lain mengutamakan representasi atau keterwakilan anggota-anggotanya dan dinamakan Dewan perwakilan rakyat. Akan tetapi apapun perbedaan dalam namanya dapat dipastikan bahwa badan ini merupakan simbol dari rakyat yang berdaulat.
Dalam menjalankan tugasnya, badan eksekutif ditunjang oleh tenaga kerja yang terampil dan ahli serta tersedianya bermacam-macam fasilitas serta alat-alat masing-masing kementrian. Sebaliknya keahlian serta fasilitas yang tersedia bagi badan legislatif jauh lebih terbatas. Oleh karena itu, badan legislatif berada dalam kedudukan yang kurang menguntungkan dibandingkan badan eksekutif. Di beberapa negara baru keadaan ini cukup mencolok.
Hal ini tidak berarti bahwa peranan badan legislatif tidak ada artinya. Didalam negara demokratis badan legislatif tetap penting untuk menjaga jangan sampai badan eksekutif keluar dari garis-garis yang telah ditentukan oleh badan legislatif, dan tetap merupak penghalang bagi kecenderungan yang terdapat pada hampir setiap badan eksekutif untuk memperluas ruang lingkup wewenangnya. Akan tetapi, dalam usaha negara meningkatkan tingkat penghidupan rakyatnya badan eksekutiflah yang diharapkan membimbing, pengarahan, kepemimpinan yang dinamis.

DAFTAR PUSTAKA
Noer, Deliar, Penghantar ke Pemikiran Politik (Medan: Dwipa, 1965),
Budiardjo, Miriam.  Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakata: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama 2008.
Weber, Marx.  Wirtschaft und Gesellschaft (Tubingen Mohr, 1922)

Laswell,Harold D. dan Abraham Kaplan, Power and Society ( New Haven : Yale University Press, 1950)

Rahman, A. H.I, Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007

Wianarno, Budi, MA. Sistem Politik Indonesia, Jakarta: MedPress, 2008

Carter,  Gwendolen dan John H. Herz. Goverment and Politics in twentieth century, new york 1965. Hal 8-11

Strong, C.F Modern Political Constitution: London 1963.



[1] Deliar Noer, Penghantar ke Pemikiran Politik (Medan: Dwipa, 1965), hlm.56
[2] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakata: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2008. Hal 17
[3] Max Weber, Wirtschaft und Gesellschaft (Tubingen Mohr, 1922)
[4] Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan, Power and Society ( New Haven : Yale University Press, 1950) hal 74
[5] A.Rahman H.I, Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
[6] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008. Hal 315
[7] A.Rahman H.I, Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007 . hal 125
[8] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008 hal 332.
[9] Prof.DR.Budi Wianarno, MA. Sistem Politik Indonesia, Jakarta: MedPress, 2008 hal 44.
[10] Gwendolen Carter dan John H. Herz. Goverment and Politics in twentieth century, new york 1965. Hal 8-11
[11] C.F Strong Modern Political Constitution: London 1963. Hal 233-244
[12] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008 hal 310.
[13] Prof. DR. Budi Winarno, MA. Sistem Politik Indonesia Era Reformasi, Jakarta: MedPress, 2008 hal 55.

Komentar

  1. Pelanggan yang terhormat,

    Apakah Anda memerlukan kredit finansial yang mendesak ***? * Sangat cepat dan langsung transfer ke rekening bank anda * Pelunasan dimulai delapan bulan setelah pinjaman telah diperoleh * Suku bunga rendah 1,2% * Pelunasan jangka panjang (1-30 tahun) Tinggi * Fleksibel *** maka pembayaran bulanan *. Bagaimana Panjang Akankah dibiayai? Setelah menerapkannya, Anda dapat mengharapkan jawaban awal kurang dari 24 jam pendanaan dalam waktu 72-96 jam setelah menerima informasi yang mereka butuhkan. Hubungi kami melalui e-mail ((iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com)))
                   
                   FORMULIR APLIKASI

    1) Nama lengkap:
    2) Negara:
    3) Alamat:
    4) Negara:
    5) Jenis Kelamin:
    6) Status perkawinan:
    7) Pekerjaan:
    8) Nomor Telepon:
    9) Pendapatan bulanan:
    10) Jumlah pinjaman:
    11) Durasi Pinjaman:
    12) Pinjaman obyektif:
    13) Agama:
    14) Usia
    15) Sudahkah Anda mengajukan pinjaman online sebelumnya? Ya atau tidak?


    Motto Perusahaan:
    Kebahagiaan Anda adalah Penghargaan kami untuk Pelayanan yang Baik (mendapatkan posisi keuangan Anda adalah yang kami inginkan)

    #BBMme PIN: D8980E0B
     
    *Kesopanan:*
    * ((ISLANDAR LESTARI KREDIT UNITY TERBATAS)) *

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritikan Terhadap Teori Talcott Parsons : Fungsionalisme Struktural

Talcott Parsons: Fungsionalisme Struktural                                 Pendahuluan  Di era modernisasi bahwa keilmuan merupakan sarat utama yang harus di miliki oleh manusia agar dapat menjalankan hidup secara dinamis dan kontekstual. Unsur-unsur yang bersifat rasional sangat dijunjung tinggi sebagai pembuktian tentang hal tersebut sehingga dapat dikategorikannya ke dalam sebuah ilmu yang bersifat ilmiah. Berbagai pendekatan dalam kajian dunia keilmuan merupakan hal yang terpenting untuk memperkuat fakta dan data agar dapat dijadikan sesuatu yang empiris berdasarkan rasionalitas manusia. Secara normatif, sesuatu dikatakan sebagai ilmu dalam konteks sekarang salah satunya adalah memiliki teori di dalamnya. Teori berfungsi sebagai pisau analisis dari sebuah keilmuan. Tingkat pengelompokan teori-teori dalam keilmuan pada hakekat dan perkembangannya dibagi ke dalam beberapa bagian sesuai deng...

Ngurus Surat Bebas Narkoba, Surat Sehat dan Surat Tidak Sakit Jiwa di RS Permerintah Medan

Berbagi cerita mengurus surat keterangan bebas Narkoba di Rumah Sakit Umum Pemerintah Pirngadi Medan. Untuk melengkapai berkas pengurusan NIDN saya harus melampirkan beberapa berkas, salah satunya yaitu surat bebas narkoba, surat keterang sehat, dan tidak sakit jiwa. Saya dtg ke RS Pirngadi Medan sekitar pukul 10.00 pagi, saya fikir langsung ke bagian test..ehhhh ternyata saya harus mendaftar dulu ke loket rawat inap yg ada di ujung bangunan rumah sakit..distu saya harus bayar Rp.15.000 untuk mendaftar. Setelah itu naik ke lantai 3 untuk tes bebas narkoba, dtg ke loket tunjukin kertas kuitansi dr yg 15rb td terus nanti nama kita di cetakin barecode, dan di tempelin sprti stiker di wadah kecil untuk menampung air seni, tp sblm itu harus kekasir dulu untuk bayar Rp.160.000. Selesai membayar karna menunggu hasilnya sekitar 1 jam lebih jadi saya putuskan untuk buat surat keterangan sehat. turun lah saya ke lantai 2 dengan menggunakan lift, sampai disana keruangan sus...

Gaya Kepemimpinan Organisasi HMI

                 GAYA KEPEMIMPINAN DI ORGANISASI HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM Pendahuluan 1.1   Latar Belakang Mahasiswa adalah seseorang yang belajar/ menuntut ilmu di perguruan tinggi tertentu dan masih terdaftar di perguruan tinggi tersebut. Dengan demikian mahasiswa merupakan kaum intelektual yang memiliki tanggungjawab sosial yang khas sebagai mana yang telah dirumuskan oleh Edward Shill. menurutnya kaum intelektual memiliki lima fungsi yakni mencipta dan menyebar kebudayaan tinggi, menyediakan bagan-bagan nasional dan antar bangsa, membina keberdayaan dan bersama, mempengaruhi perubahan sosial dan memainkan peran politik. Sedangkan menurut Arbi Sanit mahasiswa cenderung terlibat dalam tiga fungsi terakhir. Berdasar beberapa pendapat di atas tentunya kita selaku mahasiswa harus menyadari fungsi dan perannya di masyarakat, sehingga bisa menempatkan diri secara proporsional sesuai den...