Langsung ke konten utama

Kekuatan dan Kelemahan Teori Marxis

Nama              : Dini Hikmayani Nasution
Nim                 : 070906023
Departemen   : Ilmu Politik
Tugas              : Teori Konflik dan Perubahan Sosial

Soal    
Jelaskan tentang kekuatan dan kelemahan pendekatan Marxist Theory di dalam menganalisa konflik. Bandingkan dengan pendekatan lain yang anda ketahui.

KEKUATAN DAN KELEMAHAN PENDEKATAN TEORI MARXIS DALAM MENGANALISA KONFLIK DAN PERBANDINGAN DENGAN TEORI LAIN.

Pendahuluan

Konflik selalu terjadi didalam masyarakat dan bersifat alamiah, hal ini di sebabkan karena manusia terdiri dari kelompok yang berbeda-beda. Dalam masyarakat pengusalah yang dapat mengontrol situasi, kekuasaan yang lebih tinggi dalm kelas sosial akan memiliki kekuatan untuk menguasai masyarakat dan mempengaruhi dalam pembuatan keputusan yang diambil. Marx melihat konflik dalam masyarakat diakibatkan karena perebutan atas sumber-sumber kekuasaan. Dalam masyarakat industri konflik akan timbul antara para pekerja ataupun buruh dengan pemilik modal ataupun pemilik perusahaan.

Marx memandang masyarakat sebagai sebuah jaringan hubungan antar pribadi, sebagai keutuhan yang membentuk kegiatan-kegiatan manusia, dan menyusun apa yang kita sebut sifat manusia. Meskipun terdapat banyak tempat untuk memulai studi hubungan-hubungan soaial, bagi marx adalah titik awal yang paling banyak memberikan hasil karena mewarnai seluruh aspek kehidupan sosial lain. Mode produksi spesifik apapun cenderung untuk diasosiasikan dengan satu tahap perkembangan sosial atau historis tertentu, dengan satu cara hidup tertentu. Meskipun aspek ekonomi adalah sentral, namun tidak mendominasi atau secara langsung menentukan seluruh ciri masyarakat dan budaya. Karena konflik-konflik politik dan krisis-krisis ekonomi menjadikannya satu penghalang bagi kemajuan lebih lanjut, kapitalisme tidak lagi akan jatuh dan membangkitkan  satu mode produksi baru. Transformasi sosial ini tidak akan terjadi tanpa adanya  pertentangan kelas, tanpa kegiatan revolusioner rakyat yang spontan namun telah dipersiapkan[1].

            Sampai saat ini yang masih menjadi sejarah panjang masyarakat yaitu adanya pertentangan kelas. Seperrti yang kita ketahui bersama yaitu adanya pertentangan kelas antara orang bebas dan budak, bangsawan dan rakyat jelata, tuan tanah dan penggarap serta antara majikan dan pekerja. Penindasan sejak dulu sering terjadi, secara langsung masyarakat sebagai satu keutuhan semakin terbeleh dua menjadi pihak besar yang bermusuhan, dan menjadi dua kelas yang saling berhadapan yaitu antara Borjuis dan Proletarian. Marx menyatakan bahwa kondisi manusia lain dikondisikan oleh orang-orang yang lebih kaya dan lebih mapan. Sementara Marx justru mempertanyakan bahwa sesama manusia mengapa tidak membangun pola kehidupan atas dasar serba kesamaan dan keselarasan.

Kekuatan Marxist Theory didalam Menganalisa Konflik

Didalam teory marxis pertentangan dan solidaritas terbangun karena adanya hubungan produksi dan membentuk pertentangan kelas. Masyarakat miskin hidup dalam perjuangan kelas secara terus-menerus dengan kekuatan alam. Kebiasaan dan aturan dalam menyelasaikan konflik  internal dan eksternal dapat diselesaikan meskipun hal tersebut diterapkan secara kolektif akibat dari keterbelakangan, ketidaktahuan ketakutan dan kepercayaan-kepercayaan magis[2].

Para kaum yang tertindas ini muncul dan membentuk organisasi ataupun serikat yang muncul secara berlahan-lahan dari komunitas primitif tersebut. Dalam hal ini terbentuknya organisasi buruh, yang dijadikan  suatu badan untuk mengumpulkan atau menyatukan buruh serta mengangkat derajat buruh dan memperjuangkan untuk memperoleh hak-haknya yang patut didapatkan. Organisasi ataupun serikat buruh cukup mendominasi, ini disebabkan lebih banyaknya jumlah buruh ataupun pekerja. Pertentangan kelas ini lah yang nantinya akan mendominasi dan ingin menguasai.

Persatuan kelas Proletarian memiliki kelebihan, hal ini disebabkan karena kapitalisme menghidupi proletarian dan mengkonsentrasikannya pada perusahaan yang semakin besar, menanamkan disiplin industri padanya dan sekaligus mendorong kerja sama dan solidaritas elementer didalam tempat kerja. Tetapi semua ini ditujukan untuk pencarian keuntungan maksimal untuk setiap perusahaan kapitalis dan bagi kelas borjuis secara keseluruhan. Kapitalis jelas sadar ditunjukkan oleh adanya ledakan perjuangan kaum pekerja, bahwa konsentrasi dan persatuan kelas tersebut menandai adanya ancaman besar bagi dirinya[3]. Kita dapat melihat dalam kehidupan sehari-hari, dibeberapa daerah di indonesia sering terjadi aksi masal buruh ataupun demonstrasi. Contohnya dalam beberapa waktu ini dalam memperingati hari buruh diikuti oleh beberapa serikat-serikat buruh. Kaum buruh ini yang sering disebut kaum proletarian memiliki massa yang sangat banyak, sasaran aksi mereka biasanya adalah pihik pemerintah ataupun perusahaan tempat mereka bekerja. Banyak tuntutan para buruh yang ingin dipenuhi antara lain yaitu penghapusan buruh kontrak, memperbanyak jumlah tenaga pengawas perusahaan.

Dalam aksi buruh juga mendesak pemerintah segara merefisi UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang antara lain berkaitan dengan upah buruh harian lepas, serta program dana pensiun[4]. Buruh juga menuntut penyertaan jamsostek yang harus dijamin oleh pihak perusahaan serta memperberat sanksi bagi pihak perusahaan dalam melakukan pelanggaran terhadap buruhnya.

Dapat dilihat dari contoh diatas bahwa dengan adanya kekuatan dan persatuan dari kelas buruh tersebut ataupun kaum proletarian dapat menekan pihak-pihak yang berkuasa agar memenuhi tuntutan ataupun hak mereka. Dalam hal ini teori marxis mempunyai kelebihan dalam melakukan penyatuan sosial ataupun adanya kesatuan sebuah gerakan,  pengistimewaan peran proletariat serta wacana yang dibangun akan kuat dan detail serta mendalam didalam menjelaskan fenomena khusus[5].


Kelemahan Pendekatan Marxist Theory

Pertentangan kelas menjadi teori konflik sosial  dimana pertentangan dijadikan ketegangan ataupun konflik-konflik kepentingan yang dilakukan oleh beberapa pihak.  Hal ini lah yang menyebabkan banyaknya pergerakan dan tuntutan dari kelas buruh kepada pemerintah dan perusahaan tempat mereka bekerja. Persatuan kaum proletar maupun buruh ini menjadi sangat kuat karena jumlah massanya yang sangat banyak, sehingga memberanikan untuk melakukan pertentangan secara terus menerus yang tak kunjung selesai. Karena banyaknya jumlah buruh disebuah negara mengakibatkan upah yang diterima juga relatif kecil, disisi lain perusahaan tidak dapat memfasilitasi dan memberikan penghasilan yang cukup kepada pekerjanya, hal ini lah yang sering menjadi pokok permasalahan terjadinya konflik dalam bidang Industri. Sedangkan antara masyarakat dengan pihak perkebunan sering terjadi konflik perebutan lahan ataupun sengketa lahan oleh pihak perkebunan.

Perkembangan modus produksi kapitalis selalu diiringi oleh gerakan ganda yang kontradiktif. Disatu sisi lain ada kecenderungan historis yang ada dalam waktu yang sangat panjang menuju persatuan hegemoni proletariat, dari pekerja upahan secara keseluruhan. Tetapi disisi lain adanya usaha untuk memecah kelas pekerja, sehingga usaha tertentu dibuat mengalami eksploitasi dan penindasan. Pihak-pihak perusahaan mengklasifikasikan antara buruh-buruh tersebut, ada sebahagian yang diistimewakan dan disisi lain dieksploitasi, hal ini dilakukan agar tidak terjadi garakan-gerakan yang ingin menuntut pihak perusahaan karena disisi lain ada kelas buruh yang sudah mendapat kecukupan ataupun lebih.

Kaum proletar tidak memiliki kebebasan memilih kecuali pilihan antara menjual tenaga kerjanya dan hidup dalam kelaparan permanen, maka ia diwajibkan untuk menerima harga yang didiktekan oleh kondisi ” pasar kerja” kapitalis normal sebagai harga tenaga kerjanya yaitu sejumlah uang yang hanya cukup untuk membeli komoditi yang memuaskan kebutuhan dasar yang diakui secara sosial. Kelas proletarian adalah kelas dari mereka yang diwajibkan karena paksaan ekonomi untuk menjual tenaga kerja mereka dalam suatu cara yang berlangsung secara terus menerus[6]. Artinya masyarakat harus bekerja untuk memenuhi kehidupannya, sebahagian besar masyarakat miskin banyak yang berprofesi sebagai buruh, mereka melakukan itu karena tuntutan hidup yang cukup tinggi, pendidikan yang sendah serta keahlian yang biasa saja membuat mereka mendapatkan upah yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan primer mereka saja yang di bayar dengan tenaga dan jam kerja yang panjang.

Dalam hal ini ajaran Marxis tidak mampu melakukan upaya revolusi, seharusnya dapat melakukan perubahan dengan sewajarnya secara kecil-kecilan melalui reformasi. Karena reformasi adalah realitas dari kondisi ekonomi politik. Sampai dengan saat ini tidak ada perubahan yang signifikan dalam perjuangan kelas buruh ini, Kehidupan buruh masih saja belum banyak berubah. Reformasi besar-besaran belum dapat dilakukan, hal ini karena penguasa ataupun pihak pemilik perusahaan sebagai kaum borjuis dapat menentukan hukum yang berlaku di tempatnya, pemerintah juga tidak dapat berbuat banyak, karena setiap keputusan-keputusannya selalu dipengaruhi oleh orang-orang yang berkuasa ataupun pemilik modal dan pemilik perusahaan. Marx mengatakan tidak mungkin melakukan perubahan, seharusnya merubah kebijakan negra dan membubarkan kapitalis negara, karena negaralah yang bisa menentukan cara pembagian, dalam hal ini negara adalah aktornya karena mempunyai legitimasi. Distibusi yang tidak adil ataupun tidak rata terjadi juga karena adanya campur tangan pemerintah ataupun negara, oleh sebab itu negara harus pro kepada kaum kepada kaum proletar bukannya pro terhadap kaum kapitalis yang dapat dengan mudah melakukan eksploitasi. Dengan pronya negara terhadap kaum proletar maka perubahan sosial akan dicapai.

Dengan adanya kelas sosial sperti ini akan terjadi perluasan konflik dan perjuangan kelas sampai pada titik final dalam pencapaian yang diingikan oleh masyarakat miskin, kaum proletar ataupun buruh. Ini akan menyebabkan  tidak terbatasnya perjuangan anti kapitalis. Hal ini akan terus terjadi perseteruan-perseteruan antar kelas karena tidak adanya negosiasi dan kompromi oleh kedua belah pihak, keputusan hanya ditentukan oleh oleh satu pihak saja yaitu oleh kelas yang berkuasa.

Ajaran marxis tidak bisa menjelaskan  secara detail dalam menjelaskan fenomena politik dan dampak dari keterbelahan[7]. Dari beberapa penjelasannya hanya menyalahkan kaum kapitalis saja. Padahal masih banyak faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi terjadinya konflik-konflik di dalam masyarakat dan seharusnya memikirkan dampak dari adanya klasifikasi antar kelas-kelas dalam masyarakat sehingga membuat perjuangan kelas baik dari kelas proletar maupun borjuis itu sendiri.


Perbandingan dengan Pendekatan lain

Pemikiran Neo marxisist (Gramsci)

Gramsci melihat bahwa faktor ekonomi bukanlah satu-satunya keniscayaan prasyarat revolusi, melainkan hanya salah satu kondisi dan terdapat kompleksitas lain termasuk masalah kultural, intelektual, dan moral yang perlu dianalisis. Berbeda dengan pandangan Marx yang hanya memandang sekedar sebagai ranah ekonomis, tetapi sebagai ajang kontestasi dan perjuangan memenangkan hegemoni[8]. Gramsci mengartikan bahwa banyak faktor-faktor lainnya dalam pembentukan kelas-kelas yang terjadi didalam masyarakat, sebagai contoh misalnya selain kelas yang dibedakan dari sudut pandang ekonomi yaitu dalam maslah kultural, yaitu adanya perbedakan kebudayaan, agama, ataupun kebiasaan antara daeah yang satu dengan lainnya, hal ini tentu saja sangat rentan dalam terciptanya konflik.

Kaum borjuis membuat kaum proletar harus membayar mahal atas kesalahan-kesalahan mereka, kelemahan yang ditunjukkan mereka karena rasa takut. Kaum Borjuis sendiri tidak pernah terpecah, tidak pernah menunjukkan  rasa takut dalam menyerang, dalam bereaksi terhaadap serangan-serangan yang dilancarkan terhadap dirinya. Kaum borjuis menurut Gramsci memiliki kekuatan yang memadai untuk memberikan sebuah solusi terhadap kelas buruh. Kelas buruh sendiri tidak tahu bagaimana merebut kekuasaan dan menggulingkan musuh-musuhnya.[9] Di Indonesia Kaum Borjuis yang sering diumpamakan sebagai pemilik modal ataupun pemilik perusahaan tidak takut akan serangan yang dilancarkan oleh gerakan dari para kaum buruh ataupun masyarakat miskin ataupun kaum proletar, Penguasa dapat dengan mudah memberikan jawaban atas permasalahan-permasalahn yang terjadi, mereka dapat mengatur hukum dengan uang mereka dan bekerja sama dengan pihak pemerintah untuk memengkan suatu perkara.

Gramsci memperhitungkan faktor afeksitas, relasi spiritual, retorik dan aturan sosial yang dinegosiasikan bahkan dalam konflik kepentingan dan ideologi. Dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi diperlukan adanya negosiasi antara pihak yang berkonflik, agar permasalah dapat diselesaikan. Gramsci meletakkan kekuasaan (power) tidak sekedar didalam superstruktur bernama negara melainkan menyediakan sebuah lahan kontestasi kekuatan dalam pemilihannya akan civil society.


Pemikiran Post Marxis (Laclau dan Mouffe)

Jika didalam Marxis klasik, pertentangan dan solidaritas terbangun karena hubungan produksi dan kemudian perlu membentuk pertentangan kelas, diantara pemilik/penguasa alat produksi dan yang bukan, diantara kapitalis dan kelas pekerja; maka Laclau dan Moufee kemudian memperluas ruang pertentangan dan gerakan perlawanan tidak hanya dibatasi daidalam hubungan produksi. Mereka tidak secar apiriori mengistimewakan golongan proletar sebagai satu-satunya agen/pelaku perubahan sosial, sebagaimana teori Marxis mengatakan. Bagi mereka, karena formasi-formasi sosial merupakan sistem terbuka, maka pertentangan dan perlawanan bisa saja muncul dari berbagai sektor masyarakat[10].

Dalam Pandangan Post Marxis revolusi sosial penting dilakukan untuk merubah ketidak adilan, tetapi situasi di dalamnya tidaklah selamanya perbedaan kelas, hal ini terbukti bahwa dalam pasca Perang Dunia II tidak terbukti kapitalis menguasai segala-galanya. Seharusnya negara tidak membiarkan kapitalis menguasai sumber-sumber hajat hidup masyarakat luas seperti listrik, telekomunikasi, transportasi, bahan, bahan makanan pokok, sumber daya dan lain sebagainya.

Revitalisasi yang mungkin terjadi tidak ada, buruh bukanlah satu-satunya pelaku reformasi sosial, bahkan sekarang buruh sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan dan hak-hak mereka sudah banyak tercapai sebagaimana mestinya yaitu telah mendapatkan surplus value. Dalam 50 tahun terakhir sudah tidak ada lagi aksi buruh, yang hanya adalah adanya aksi masa dalam hal menuntut hak, misalnya jaminan pelayanan kesehatan, penghapusan buruh kontrak, dan lainnya. Rakyat berserakan melawan ketidak adilan semata-mata bukan karena gerakan buruh, banyak gerakan-gerakan non kelas terjadi hal ini merupakan potensi revolusi sosialisme. Sebagai contoh yaitu adanya gerakan kaum perempuan yang memperjuangkan kesetaraan gender, gerakan lingkungan untuk menyelamatkan bumi,dan banyak lainnya. Gerakan- gerakan semacam ini dan sejenisnya menjadi terorganisir, bukan saja hanya dari orang-orang kaya tetapi sudah maliputi semua aspek masyarakat yang disebut dengan lintas kelas.

Dimasa sekarang yang terjadin adalah gerakan konsumen yang lebih real, kita sering menyaksikan adanya demonstrasi ataupun aksi masa dalam menuntut menurunkan harga bahan bakar minyak, ketersediaan kebutuhan pokok, dan lainnya. Kaum buruh tidak perlu lagi membentuk diktaor proletarian. Kaum buruh dapat membentuk Partai buruh yang nantinya akan ikut serta mengambil keputusan ataupun kebijakan negara untuk mempengaruhi kebijakan negara melalui demokrasi yaitu ikut serta dalam pemilihan umum.



Daftar Pustaka


Losco, Joseph, Leonard Williams, Political Theory Kajian Klasik dan Kontemporer, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005.


Haramaian. Abdul Malik, Pemikiran-Pemikiran Revolusioner, Pustaka Belajar, Yogyakarta, 2003.


Mandel, Ernes, Tesis-Tsis Pokok Marxisme, Resist Book, Magelang 2006.


Tempo Interaktif 4 mei 2010


Pozzolini, A. Pijar-Pijar Pemikiran Gramsci, Resist book:Yogyakarta, juni 2006.


Paper ( Relatifisme Etik dan Politik di dalam Pendekatan Dekonstruksi Post Marxism) oleh Ahmad Taufan Damanaik.



[1]  Losco, Joseph, Leonard Williams, Political Theory Kajian Klasik dan Kontemporer, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005.hal 547
[2] Haramaian. Abdul Malik, Pemikiran-Pemikiran Revolusioner, Pustaka Belajar, Yogyakarta, 2003,
Hal,10.
[3]  Mandel, Ernes, Tesis-Tsis Pokok Marxisme, Resist Book, Magelang 2006, hal 63.
[4] Tempo Interaktif 4 mei 2010
[5] Paper ( Relatifisme Etik dan Politik di dalam Pendekatan Dekonstruksi Post-Marxism) oleh Ahmad Taufan Damanaik, hal 18
[6] Mandel,Ernest, Tesis-Tesis Pokok  Marxisme, Penerbit :ResistBook, Yogyakarta, 2006, hal 41.
[7] Paper ( Relatifisme Etik dan Politik di dalam Pendekatan Dekonstruksi Post-Marxism) oleh Ahmad Taufan Damanaik hal 18.
[8] Pozzolini, A. Pijar-Pijar Pemikiran Gramsci, Resist book:Yogyakarta, juni 2006, hal.59
[9] Ibid, hal 78
[10] Paper ( Relatifisme Elit dan Politik didalam Pendekatan Dekonstruksi Post-Marxism) oleh Ahmad Taufan Damanik, hal 4-5

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritikan Terhadap Teori Talcott Parsons : Fungsionalisme Struktural

Talcott Parsons: Fungsionalisme Struktural                                 Pendahuluan  Di era modernisasi bahwa keilmuan merupakan sarat utama yang harus di miliki oleh manusia agar dapat menjalankan hidup secara dinamis dan kontekstual. Unsur-unsur yang bersifat rasional sangat dijunjung tinggi sebagai pembuktian tentang hal tersebut sehingga dapat dikategorikannya ke dalam sebuah ilmu yang bersifat ilmiah. Berbagai pendekatan dalam kajian dunia keilmuan merupakan hal yang terpenting untuk memperkuat fakta dan data agar dapat dijadikan sesuatu yang empiris berdasarkan rasionalitas manusia. Secara normatif, sesuatu dikatakan sebagai ilmu dalam konteks sekarang salah satunya adalah memiliki teori di dalamnya. Teori berfungsi sebagai pisau analisis dari sebuah keilmuan. Tingkat pengelompokan teori-teori dalam keilmuan pada hakekat dan perkembangannya dibagi ke dalam beberapa bagian sesuai deng...

Ngurus Surat Bebas Narkoba, Surat Sehat dan Surat Tidak Sakit Jiwa di RS Permerintah Medan

Berbagi cerita mengurus surat keterangan bebas Narkoba di Rumah Sakit Umum Pemerintah Pirngadi Medan. Untuk melengkapai berkas pengurusan NIDN saya harus melampirkan beberapa berkas, salah satunya yaitu surat bebas narkoba, surat keterang sehat, dan tidak sakit jiwa. Saya dtg ke RS Pirngadi Medan sekitar pukul 10.00 pagi, saya fikir langsung ke bagian test..ehhhh ternyata saya harus mendaftar dulu ke loket rawat inap yg ada di ujung bangunan rumah sakit..distu saya harus bayar Rp.15.000 untuk mendaftar. Setelah itu naik ke lantai 3 untuk tes bebas narkoba, dtg ke loket tunjukin kertas kuitansi dr yg 15rb td terus nanti nama kita di cetakin barecode, dan di tempelin sprti stiker di wadah kecil untuk menampung air seni, tp sblm itu harus kekasir dulu untuk bayar Rp.160.000. Selesai membayar karna menunggu hasilnya sekitar 1 jam lebih jadi saya putuskan untuk buat surat keterangan sehat. turun lah saya ke lantai 2 dengan menggunakan lift, sampai disana keruangan sus...

Gaya Kepemimpinan Organisasi HMI

                 GAYA KEPEMIMPINAN DI ORGANISASI HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM Pendahuluan 1.1   Latar Belakang Mahasiswa adalah seseorang yang belajar/ menuntut ilmu di perguruan tinggi tertentu dan masih terdaftar di perguruan tinggi tersebut. Dengan demikian mahasiswa merupakan kaum intelektual yang memiliki tanggungjawab sosial yang khas sebagai mana yang telah dirumuskan oleh Edward Shill. menurutnya kaum intelektual memiliki lima fungsi yakni mencipta dan menyebar kebudayaan tinggi, menyediakan bagan-bagan nasional dan antar bangsa, membina keberdayaan dan bersama, mempengaruhi perubahan sosial dan memainkan peran politik. Sedangkan menurut Arbi Sanit mahasiswa cenderung terlibat dalam tiga fungsi terakhir. Berdasar beberapa pendapat di atas tentunya kita selaku mahasiswa harus menyadari fungsi dan perannya di masyarakat, sehingga bisa menempatkan diri secara proporsional sesuai den...