Langsung ke konten utama

PENDEKATAN DAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Analisis kebijakan Publik[1]

Komunikasi dan penggunaan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan adalah sentral dalam praktik dan teori analisis kebijakan. Metodologi analisis kebijakan adalah sistem standar, aturan, dan prosedur untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Metodologi analisis kebijakan mempunyai beberapa karakteristik utama : perhatian yang tinggi pada perumusan dan pemecahan masalah, komitmen kepada pengkajian baik yang sifatnya deskriptif maupun kritik nilai, dan keinginan untuk meningkatkan efisiensi pilihan di antara sejumlah alternatif lain.
Lima tipe informasi yang dihasilkan oleh analisis kebijakan adalah: masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja kebijakan. Kelima tipe informasi tersebut diperoleh melalui lima prosedur analisis kebijakan: perumusan masalah, peramalan, rekomendasi, pemantauan, dan evaluasi.
Analisis kebijakan, dalam pengertiannya yang luas, melibatkan hasil pengetahuan tentang dan di dalam proses kebijakan. Secara historis, tujuan analisis kebijakan adalah menyediakan informasi bagi pembuat kebijakan untuk dijadikan bahan pertimbangan yang nalar guna menemukan pemecahan masalah kebijakan.
Analisis kebijakan mengambil dari berbagai disiplin yang tujuannya bersifat deskriptif, evaluatif, dan normatif. Analisis kebijakan diharapkan untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi tentang nilai-nilai, fakta-fakta, dan tindakan-tindakan. Ketiga macam tipe informasi itu dihubungka dengan tiga pendekatan analisis kebijakan, yaitu empiris, valuatif, dan normatif.
Rekomendasi merupakan proses rasional di mana para analis memproduksi informasi dan argumen-argumen yang beralasan tentang solusi-solusi yang potensial dari masalah publik. Prosedur-prosedur yang paling umum untuk memecahkan masalah-masalah kemanusiaan (deskripsi, prediksi, evaluasi, preskripsi) dapat dibandingkan dan dipertimbangkan menurut waktu kapan prosedur-orosedur tersebut digunakan (sebelum vs sesudah tindakan) dan jenis pertanyaan yang sesuai (empirik, valuatif, normatif).
Setiap argumen kebijakan memunyai enam elemen: informasi yang relevan dengan kebijakan, klaim kebijakan, pembenaran, dukungan, bantahan, dan penguat. Analisis kebijakan umunya bersifat kognitif, sedangkan pembuat kebijakan bersifat politis. Sistem kebijakan bersifat dialektis, merupaka kreasi subjektif dari pelaku kebijakan, merupakan realitas objektif, dan para pelaku kebijakan merupakan produk dari sistem kebijakan.
Analisis kebijakan terdiri dari tiga elemen: metode-metode kebijakan, komponen informasi kebijakan, dan transformasi informasi kebijakan. Terdapat tiga bentuk utama analisis kebijakan: retrospektif, prospektif, dan terintegrasi.
Ada dua pendekatan yang berlawanan untuk mendefinisikan pengetahuan :esensialis dan plausibilis. Pengetahuan yang siap pakai atau yang relevan dengan kebijakan mengandung pernyataan kebenaran yang secara plausibel optimal yang dibuat dengan keterlibatan di dalam proses komunikasi, argumentasi, dan debat kebijakan. Kriteria untuk mengkaji plausibilitas argumen kebijakan meliputi kelengkapan, konsonansi, kohesivitas, regularitas fungsional, dan kesederhanaan, kehematan dan ketepatan fungsional. Informasi kebijakan yang sama dapat mengarah ke pernyataan kebijakan yang sama sekali berbeda, tergantung pada asumsi yang terkandung di dalam suatu argumen kebijakan.
Ada delapan cara argumen kebijakan yang dapat dipertimbangkan: otoritatif, statistikal, klasifikasional, intuitif, analisentrik, eksplanatori, pragmatis, dan kritik nilai.
Perumusan masalah merupakan aspek paling krusial tetapi paling tidak dipahami dari analisi kebijakan. Proses perumusan masalah-masalah kebijakn kelihatannya tidak mengikuti aturan yang jelas sementara masalah itu sendiri seringkali sangat kompleks sehingga tampak sulit dibuat sistematis. Para analis kebijakan lebih sering gagal karena mereka memecahkan masalah yang salah dibanding karena mereka menemukan solusi yang salah terhadap masalah yang benar.
Karakteristik utama masalah-masalah kebijakan adalah saling tergantung, subjektif, artifisial, dan dinamis. Masalah-masalah kebijakan jarang dipecah ke dalam bagian-bagian yang independen, berbeda, dan saling eksklusif; masalh-masalah sesungguhnya merupakan sistem masalah dengan sifat-sifat yang teologis (purposif) sedemikian rupa sehingga dari keseluruhan tidak sama dengan jumlah kuantitatif bagian-bagiannya. Isu-isu kebijakan yang nampak sederhana seringkali sama kompleksnya seperti sistem masalah dari mana mereka berasal. Isu-isu kebijakan merupakan hasil dari perselisihan sebelumnya tentang hakikat masalah-masalah kebijakan, yang didasarkan pada interpretasi yang selektif terhadap kondisi masalah.
Kompleksitas dari struktur masalah bervariasi sesuai dengan karakteristik dan hubungan di antara lima elemen: pembuat kebijakan, alternatif, utilitas (nilai), hasil, probabilitas hasil. Banyak dari masalah kebijakan yang sangat penting adalah yang rumit karena masalah-masalah tersebut merupakan suatu sistem masalah yang benar-benar kompleks yang mengandung konflik yang tinggi di antara para pelaku kebijakann yang saling bersaing.
Masalah yang rumit mengharuskan analisis mengambil bagian aktif dalam mendefinisikan sifat masalah itu sendiri, analisis kebijakan diarahkan secara seimbang kepada perumusan masalah dan pemecahan masalah. Perumusan masalah adalah suatu proses dengan empat tahap yang saling tergantung: penghayatan masalah, pencarian masalah, pendefinisian masalah, dan spesifikasi masalah. Tiap tahap-tahap itu menghasilkan informasi mengenai situasi masalah, meta masalah, masalah substantif, dan masalah formal.
Model-model kebijakan adalah penyederhanaan representasi aspek-aspek kondisi masalah yang terseleksi. Model-model kebijakan berguna dan penting; penggunaannya bukan masalah pilihan, semenjak setiap orang menggunakan beberapa model untuk menyederhanakan kondisi masalah. Model kebijakan tidak dapat membedakan antara pertanyaan yang penting dan tidak penting; juga model tidak dapat menjelaskan, memprediksi, mengevaluasi atau membuat rekomendasi, karena penilaian berada di luar model dan bukan bagiannya. Dimensi-dimensi yang paling penting dari model-model kebijakan adalah tujuan (deskriptif lawan normatif), bentuk ekspresi (verbal, simbolis, prosedural), dan asumsi-asumsi metodologis (pengganti lawan perspektif). Metode-metode untuk merumuskan masalah-masalah kebijakan meliputi analisis batasan, analisis klasifikasional, analisis hierarki, sinektika, brainstorming, analisis perspektif berganda, analisis asumsional dan pemetaan argumentasi.
Peramalan dapat mengambil tiga bentuk utama: proyeksi, prediksi, dan konjektur. Masing-masing mempunyai bentuk yang berbeda: ekstrapolasi kecenderungan, teori, dan pandangan pribadi. Proyeksi dibenarkan oleh argumen dari metode kasus paralel; prediksi didasarkan pada argumen yang berasal dari sebab dan analogi; dan konjektur didasarfkan pada argumen yang berdasar pada fikiran dan motivasi. Peramalan dapat digunakan untuk membuat estimasi tentang tiga tipe situasi masyarakat masa depan: masa depan potensial, masa depan yang masuk akal, dan masa depan normatif. Tujuan dan sasaran dapat dibandingkan dan dipertentangkan dalam hal dan arah tujuannya, tipe definisi, spesifikasi periode waktu, prosedur pengukuran, dan perlakuan terhadap kelompok target.
Pemahaman dan penggunaan teknik peramalan dibuat lebih mudah jika mereka dikelompokkan menurut tiga pendekatan: ekstarpolatif, teoritis, dan intuitif. Pendekatan-pendekatan yang berbeda mengenai peramlan bersifat saling melengkapi. Kelebihan dari satu pendekatan atau teknik seringkali merupakan keterbatasan dari yang lainnya, demikian sebaliknya.
Metode analisis kebijakan sangat terkait dengan persoalan moral dan etika, karena rekomendasi kebijakan mengharuskan kita menentukan alternatif-alternatif mana yang paling bernilai dan mengapa demikian. Rekomendasi berkenaan pemilihan secara bernalar dua atau lebih alternatif. Model pilihan yang sederhana meliputi definisi masalah yang memerlukan dilakukannya suatu tindakan; perbandingan konsekuensi dua atau lebih alternatif untuk memcahkan masalah; dan rekomendasi alternatif yang paling dapat memenuhi kebutuhan, nilai atau kesempatan.
Model pilihan yang sederhana mengandung dua elemen utama: premis fakta dan premis nilai. Model pilihan sederhana menghindari kompleksitas dari kebanyakan situasi pilihan, karena model ini didasarkan pad tiga asumsi yang tidak realistis: pembuat keputusan tunggal; kepastian; dan hasil yang terjadi pada satu titik waktu. Model pilihan yang kompleks didasarkan pada asumsi-asumsi yang lain: banyaknya pembuat kebijakan; ketidakpastian atau resiko; dan akibat yang terus berkembang sejalan dengan berjalannya waktu.
Sebagian besar pilihan adalah bersifat multirasional karena pilihan-pilihan tersebut mempunyai dasar rasional yang banyak pula. Bukti tentang hal ini ditunjukkan dengan adanya enam rasionalitas: teknis, ekonomis, legal, sosial, substantif, dan erotetis.
Agar pilihan menjadi rasional dan pada saat yang sama komprehensif, maka pilihan-pilihan tersebut harus memuaskan kondisi yang dilukiskan sebagai teori rasionalitas komprehensif dalam pembuatan keputusan. Tipe-tipe pilihan yang rasional dibedakan menurut bentuk kriteria penentuan alternatif. Antara lain adalah efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, daya tanggap dan kelayakan.
Jawaban terhadap persoalan kesejahteraan masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara: memaksimalkan kesejahteraan individu, melindungi kesejahteraan minimal (pareto), memaksimalkan kesejahteraan bersih (kaldor-hicks), memaksimalkan redistribusi kesejahteraan (rawls).
Dalam membuat rekomendasi analisis kebijakan secara khusus menjawab berbagai persoalan tentang sasaran, biaya, hambatan-hambatan, eksternalitas waktu. Dan resiko serta ketidakpastian. Pilihan publik dan swasta berbeda dalam tiga hal: hakekat proses kebijakan publik, hakekat tujuan kebijakan publik yang bersifat kolektif, dan arti barang-barang publik. Dua pendekatan utama untuk rekomendasi analisis kebijakan publik adalah analisis biaya-manfaat dan analisis biaya efektivitas. Dalam melakukan analisis biaya-manfaat adalah perlu untuk melengkapi serangkaian langkah-langkah: spesifikasi sasaran. Identikasi alternatif, pengumpulan, analisis dan interpretasi informasi; spesifikasi kelompok sasaran; identifikasi tipe-tipe biaya dan manfaat; melakukan diskonting terhadap biaya dan manfaat; spesifikasi kriteria untuk merekomendasi; dan rekomendasi itu sendiri. Analisis biaya efektifitas tepat digunakan jika sasaran-sasaran tidak dapat diungkapkan dalam pendapatan bersih.
Pemantauan merupakan prosedur analisis kebijakan guna menghasilkan informasi tentang penyebab dan konsekuensi dari kebijakan-kebijakn publik. Pemantauan bermaksud memberikan pernyataan yang bersifat penandaan dan oleh karenanya terutama berkepentingan untuk menetapkan premis-premis faktual tentang kebijakan publik. Pemantauan menghasilkan pernyataan yang bersifat penandaan setelah kebijakan dan program diadopsi dan diimplementasikan (ex posy facto), sedangkan peramalan menghasilakan pernyataan yang bersifat penandaan sebelum tindakan dilakukan (ex ante)[2].
Informasi yang dihasilkan melalui pemantauan memiliki setidak-tidaknya empat fungsi: ketundukan, pemerikasaan, akuntansi, dan eksplanasi. Ada dua jenis hasil kebijakan: keluaran dan dampak. Tindakan kebijakan juga ada dua: masukan dan proses. Sementara itu, tindakan kebijakan memiliki dua tujuan utama: regulasi dan alokasi. Pemantauan dapat dipilah ke dalam empat pendekatan: akuntansi sistem sosial, eksperimental sosial, pemeriksan sosial, pemeriksaan sosial, dan sintesis riset dan praktek.
Pendekatan-pendekatan terhadap pemantauan memperhatikan hasil-hasil yang berkaitan dengan kebijakan, berfokus pada tujuan, dan orientasi pada perubahan. Eksperimental sosial berusaha untuk mengikuti prosedur yang digunakan dalam eksperimen klasik dalam laboratorium: kontrol langsung terhadap perlakuan atau stimuli; ada kelompok pembanding (kontrol); rancangan yang acak. Kapasitas eksperimen sosial untuk menghasilkan inferensi kausal yang valid disebut validitas internal. Pemeriksaan sosial merupakan respon konstruksi terhadap keterbatasan dan akuntansi sistem sosial dan eksperimental sosial.
Sintesis riset dan praktek menggunakan informasi yang tersedia dalam bentuk studi kasus dan laporan penelitian untuk merangkum, membandingkan, dan mengkaji hasil-hasil dari implementasi kebijakan dan program di masa lalu. Metode ini efisien, membantu mencakup banyak dimensi dari proses kebijakan, dan dapat digunakan untuk mebuat argumen dengan cara kasus paralel dan analogi. Keterbatasan utama dari sintesis riset dan praktek adalah reliabilitas dan validitas informasi yang tersedia tersebut.
Evaluasi mempunyai beberapa karakteristik yang membedakannya dari metode-metode analisis kebijakan yang lain: titik berat kepada nilai hubungan ketergantunagn antara nilai dan fakta; orientasi masa kini dan masa lalu; dan dualitas nilai[3]. Fungsi-fungsi utama dari analisis kebijakan adalah penyediaan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan; kejelasan dan kritik niali-nilai yang mendasari pilihan tujuan dan sasaran dan penyediaan informasi bagi perumusan masalah dan inferensi praktis. Kriteria evaluasi kebijakan: efektifitas, estimasi, kecukupan, kesamaan, daya tanggap, dan kelayakan. Tiga pendekatn utam evaluasi dalam analisis kebijakan: evaluasi semu, evaluasi formal; dan evaluasi teoritis keputusan.

Analisislah salah satu contoh kebijakan dibawah ini dengan menggunakan salah satu pendekatan tersebut

-Ujian nasional
-Penertiban pedagang kaki lima
-Pembangunan Infrastuktur

Kebijakan tentang Ujian Nasioanal

Kebijakan UN harus diUbah[4]
Diperlukan perubahan pada kebijakan nasional terkait ujian nasional karena pendidikan telah ditarik terlalu jauh ke ranah politik dan hukum. Pada pelaksanaannya dilapangan timbul kriminalisasi pada guru dan siswa yang dinilai tidak jujur. Demikian antara lain, dikemukakan koordinator Education Forum Suparman ” Tiap ujian nasional timbul stres dan trauma pada anak-anak. Keterlibatan polisi dalam mengawasi ujian nasional sudah berlebihan dan menakutkan siswa dan guru”.

Pemerintah mestinya memenuhi lebih dulu kewajibannya menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memenuhi standart nasional dan baru melaksanakan ujian nasional sebagai penentu kelulusan siswa.

Selain itu menyerahkan kepolisi untuk menyelesaikan masalah bukan solusi yang tepat karena sifatnya hanya kasus per kasus. Dan, itu muncul terus setiap kali ujian nasional digelar. Yang terpenting adalah penyelesaian menyeluruh ujian nasional untuk pemetaan pendidikan, jadi penyelesaiannya bukan di level bawah, melainkan kepada kebijakan pemerintah.

            Ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasikan berkenaan dengan UAN ini. Beberapa masalah terlihat saling berkaitan, dan masalah lain seperti berdiri sendiri. Permasalahan pertama yang dapat terlihat adalah anggapan dari sebagian orang, terutama para pejabat Legislatif yang menganggap bahwa UAN bertentangan dengan UU Sisdiknas. Jika hal ini benar, berarti UAN harus dihapuskan atau ditiadakan. Tapi jika hal ini salah, maka UU Sisdiknas harus direvisi isinya. Dalam hal ini haruslah dilihat secara bijak, apakah memang terjadi pertentangan antara dua kebijakan tersebut. Dan kalau memang terjadi pertentangan, kebijakan mana yang lebih sesuai. Permasalahan selanjunya adalah adanya peningkatan sekolah dengan kelulusan 0%. Apakah hal ini terjadi karena kesalahan sistem di sekolah-sekolah tersebut, atau karena kebijakan yang ada merugikan sekolah-sekolah tersebut. Permasalahan lain adalah adanya ketimpangan jumlah kelulusan antar sekolah-sekolah dalam suatu daerah. Dimana ada sekolah-sekolah tertentu dengan tingkat kelulusan yang tinggi, sementara sekolah-sekolah disekitarnya memiliki tingkat kelulusan yang sangat rendah. Padahal fasilitas dan sarana yang dimiliki oleh sekolah-sekolah tersebut kurang lebih sama.

Dari masalah-masalah tersebut diatas, akan disaring dan dipertajam untuk mengetahui yang mana yang benar-benar merupakan permasalahan yang terkait dengan kebijakan UAN, dan yang mana yang tidak terkait atau terkait secara tidak langsung. Masalah yang terkait dengan UAN secara langsung, akan diangkat sebagai masalah untuk diteliti – berkenaan dengan dampak kebijakan UAN tersebut. Dari permasalahan yang ada, berkenaan dengan Kebijakan UAN – maka perlu untuk dilakukan Penelitian Kebijakan ( Policy Research ).  Penilitan ini bermaksud untuk melihat dampak dari kebijakan UAN terhadap permasalahn-permasalahn yang terjadi diatas.

Kebijakan Baru Ujian Nasional 2010[5]

Peluang siswa untuk lulus dalam ujian nasional (UN) 2010 semakin terbuka lebar. Ini setelah Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) bakal memberlakukan ujian ulangan bagi peserta yang gagal dalam ujian tersebut. Selain itu beberapa kebijakan baru terkait UN berubah. Perubahan itu sudah tertuang dalam Permendiknas nomor 75/2009 tentang ujian nasional SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB. Peraturan itu sudah dikirim ke seluruh provinsi. Anggota BSNP mengadakan beberapa kebijakan baru dalam pelaksanaan UN.Pertama, adanya ujian ulang, kebijakan itu diambil karena banyaknya sekolah yang melakukan kecurangan (Tingkat kebijakan Publik-Kebijakan Nasional yaitu suatu kebijakan negara yang bersifat fundamental dan strategis dalam pencapaian tujuan nasional).

            Tahun lalu UN ulang tidak terjadwal, tapi tahun 2010 jadwal ujian ulang telah ditentukan sejak awal. Kebijakan itu diambil untuk menghindari banyaknya kecurangan seperti tahun-tahun sebelumnya. Dengan adanya ujian ulang, pemerintah berharap tidak ada upaya dari sekolah untuk membentuk tim sukes. Adanya kebijakan ujian ulangtersebut juga berimbas pada pergeseran jadwal ujian. Kebijakan ini diambil untuk menghindari banyaknya kecurangan seperti tahun-tahun sebelumnya. Dengan adanya ujian ulang, pemerintah berharap tidak ada upaya dari sekolah untuk membentuk tim sukses. Alasan pengajuan  jadwal itu agar siswa memiliki waktu lebih lama untuk mempersiapkan diri masuk perguruan tinggi, Sebab, berdasarkan pengalaman tahun lalu, persiapan siswa masuk PT amat sempit.


DAFTAR PUSTAKA




Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo,
Yogyakarta


Wibawa, Samodra. Purbokusuma, Yuyun. Pramusinto, Agus. 1994. Evaluasi
Kebijakan Publik. Rajawali Press. Jakarta.

DepdiknasUU Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003

Permendiknas nomor 75/2009 tentang ujian nasional SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB

Harian KOMPAS tanggal 26 maret 2010

http://adifia.wordpress.com.kebijakan baru ujian nasional 2010, 13-11-2009




[2] Budi Winarno. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo, Yogyakarta.

[3]  Samodra Purbokusuma Wibawa, Yuyun Pramusinto Agus. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Rajawali Press. Jakarta.

[4] Harian Kompas tanggal 26 maret 2010.
[5] http://adifia.wordpress.com.kebijakan baru ujian nasional 2010, 13-11-2009

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritikan Terhadap Teori Talcott Parsons : Fungsionalisme Struktural

Talcott Parsons: Fungsionalisme Struktural                                 Pendahuluan  Di era modernisasi bahwa keilmuan merupakan sarat utama yang harus di miliki oleh manusia agar dapat menjalankan hidup secara dinamis dan kontekstual. Unsur-unsur yang bersifat rasional sangat dijunjung tinggi sebagai pembuktian tentang hal tersebut sehingga dapat dikategorikannya ke dalam sebuah ilmu yang bersifat ilmiah. Berbagai pendekatan dalam kajian dunia keilmuan merupakan hal yang terpenting untuk memperkuat fakta dan data agar dapat dijadikan sesuatu yang empiris berdasarkan rasionalitas manusia. Secara normatif, sesuatu dikatakan sebagai ilmu dalam konteks sekarang salah satunya adalah memiliki teori di dalamnya. Teori berfungsi sebagai pisau analisis dari sebuah keilmuan. Tingkat pengelompokan teori-teori dalam keilmuan pada hakekat dan perkembangannya dibagi ke dalam beberapa bagian sesuai deng...

Ngurus Surat Bebas Narkoba, Surat Sehat dan Surat Tidak Sakit Jiwa di RS Permerintah Medan

Berbagi cerita mengurus surat keterangan bebas Narkoba di Rumah Sakit Umum Pemerintah Pirngadi Medan. Untuk melengkapai berkas pengurusan NIDN saya harus melampirkan beberapa berkas, salah satunya yaitu surat bebas narkoba, surat keterang sehat, dan tidak sakit jiwa. Saya dtg ke RS Pirngadi Medan sekitar pukul 10.00 pagi, saya fikir langsung ke bagian test..ehhhh ternyata saya harus mendaftar dulu ke loket rawat inap yg ada di ujung bangunan rumah sakit..distu saya harus bayar Rp.15.000 untuk mendaftar. Setelah itu naik ke lantai 3 untuk tes bebas narkoba, dtg ke loket tunjukin kertas kuitansi dr yg 15rb td terus nanti nama kita di cetakin barecode, dan di tempelin sprti stiker di wadah kecil untuk menampung air seni, tp sblm itu harus kekasir dulu untuk bayar Rp.160.000. Selesai membayar karna menunggu hasilnya sekitar 1 jam lebih jadi saya putuskan untuk buat surat keterangan sehat. turun lah saya ke lantai 2 dengan menggunakan lift, sampai disana keruangan sus...

Gaya Kepemimpinan Organisasi HMI

                 GAYA KEPEMIMPINAN DI ORGANISASI HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM Pendahuluan 1.1   Latar Belakang Mahasiswa adalah seseorang yang belajar/ menuntut ilmu di perguruan tinggi tertentu dan masih terdaftar di perguruan tinggi tersebut. Dengan demikian mahasiswa merupakan kaum intelektual yang memiliki tanggungjawab sosial yang khas sebagai mana yang telah dirumuskan oleh Edward Shill. menurutnya kaum intelektual memiliki lima fungsi yakni mencipta dan menyebar kebudayaan tinggi, menyediakan bagan-bagan nasional dan antar bangsa, membina keberdayaan dan bersama, mempengaruhi perubahan sosial dan memainkan peran politik. Sedangkan menurut Arbi Sanit mahasiswa cenderung terlibat dalam tiga fungsi terakhir. Berdasar beberapa pendapat di atas tentunya kita selaku mahasiswa harus menyadari fungsi dan perannya di masyarakat, sehingga bisa menempatkan diri secara proporsional sesuai den...