Analisis kebijakan Publik[1]
Komunikasi dan penggunaan pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan adalah sentral dalam praktik dan teori analisis kebijakan. Metodologi
analisis kebijakan adalah sistem standar, aturan, dan prosedur untuk
menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang
relevan dengan kebijakan. Metodologi analisis kebijakan mempunyai beberapa
karakteristik utama : perhatian yang tinggi pada perumusan dan pemecahan
masalah, komitmen kepada pengkajian baik yang sifatnya deskriptif maupun kritik
nilai, dan keinginan untuk meningkatkan efisiensi pilihan di antara sejumlah
alternatif lain.
Lima tipe informasi yang dihasilkan oleh analisis
kebijakan adalah: masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan,
hasil kebijakan, dan kinerja kebijakan. Kelima tipe informasi tersebut
diperoleh melalui lima prosedur analisis kebijakan: perumusan masalah,
peramalan, rekomendasi, pemantauan, dan evaluasi.
Analisis kebijakan, dalam pengertiannya yang luas,
melibatkan hasil pengetahuan tentang dan di dalam proses kebijakan. Secara
historis, tujuan analisis kebijakan adalah menyediakan informasi bagi pembuat
kebijakan untuk dijadikan bahan pertimbangan yang nalar guna menemukan
pemecahan masalah kebijakan.
Analisis
kebijakan mengambil dari berbagai disiplin yang tujuannya bersifat deskriptif,
evaluatif, dan normatif. Analisis kebijakan diharapkan untuk menghasilkan dan
mentransformasikan informasi tentang nilai-nilai, fakta-fakta, dan
tindakan-tindakan. Ketiga macam tipe informasi itu dihubungka dengan tiga
pendekatan analisis kebijakan, yaitu empiris, valuatif, dan normatif.
Rekomendasi merupakan proses rasional di mana para analis
memproduksi informasi dan argumen-argumen yang beralasan tentang solusi-solusi
yang potensial dari masalah publik. Prosedur-prosedur yang paling umum untuk
memecahkan masalah-masalah kemanusiaan (deskripsi, prediksi, evaluasi,
preskripsi) dapat dibandingkan dan dipertimbangkan menurut waktu kapan
prosedur-orosedur tersebut digunakan (sebelum vs sesudah tindakan) dan jenis
pertanyaan yang sesuai (empirik, valuatif, normatif).
Setiap argumen kebijakan memunyai enam elemen: informasi
yang relevan dengan kebijakan, klaim kebijakan, pembenaran, dukungan, bantahan,
dan penguat. Analisis kebijakan umunya bersifat kognitif, sedangkan pembuat
kebijakan bersifat politis. Sistem kebijakan bersifat dialektis, merupaka
kreasi subjektif dari pelaku kebijakan, merupakan realitas objektif, dan para
pelaku kebijakan merupakan produk dari sistem kebijakan.
Analisis kebijakan terdiri dari tiga elemen:
metode-metode kebijakan, komponen informasi kebijakan, dan transformasi
informasi kebijakan. Terdapat tiga bentuk utama analisis kebijakan:
retrospektif, prospektif, dan terintegrasi.
Ada dua pendekatan yang berlawanan untuk mendefinisikan
pengetahuan :esensialis dan plausibilis. Pengetahuan yang siap pakai atau yang
relevan dengan kebijakan mengandung pernyataan kebenaran yang secara plausibel
optimal yang dibuat dengan keterlibatan di dalam proses komunikasi,
argumentasi, dan debat kebijakan. Kriteria untuk mengkaji plausibilitas argumen
kebijakan meliputi kelengkapan, konsonansi, kohesivitas, regularitas
fungsional, dan kesederhanaan, kehematan dan ketepatan fungsional. Informasi
kebijakan yang sama dapat mengarah ke pernyataan kebijakan yang sama sekali
berbeda, tergantung pada asumsi yang terkandung di dalam suatu argumen
kebijakan.
Ada delapan cara argumen kebijakan yang dapat dipertimbangkan:
otoritatif, statistikal, klasifikasional, intuitif, analisentrik, eksplanatori,
pragmatis, dan kritik nilai.
Perumusan masalah merupakan aspek paling krusial tetapi
paling tidak dipahami dari analisi kebijakan. Proses perumusan masalah-masalah
kebijakn kelihatannya tidak mengikuti aturan yang jelas sementara masalah itu
sendiri seringkali sangat kompleks sehingga tampak sulit dibuat sistematis.
Para analis kebijakan lebih sering gagal karena mereka memecahkan masalah yang
salah dibanding karena mereka menemukan solusi yang salah terhadap masalah yang
benar.
Karakteristik utama masalah-masalah kebijakan adalah
saling tergantung, subjektif, artifisial, dan dinamis. Masalah-masalah
kebijakan jarang dipecah ke dalam bagian-bagian yang independen, berbeda, dan
saling eksklusif; masalh-masalah sesungguhnya merupakan sistem masalah dengan
sifat-sifat yang teologis (purposif) sedemikian rupa sehingga dari keseluruhan
tidak sama dengan jumlah kuantitatif bagian-bagiannya. Isu-isu kebijakan yang
nampak sederhana seringkali sama kompleksnya seperti sistem masalah dari mana
mereka berasal. Isu-isu kebijakan merupakan hasil dari perselisihan sebelumnya
tentang hakikat masalah-masalah kebijakan, yang didasarkan pada interpretasi
yang selektif terhadap kondisi masalah.
Kompleksitas dari struktur masalah bervariasi sesuai
dengan karakteristik dan hubungan di antara lima elemen: pembuat kebijakan,
alternatif, utilitas (nilai), hasil, probabilitas hasil. Banyak dari masalah
kebijakan yang sangat penting adalah yang rumit karena masalah-masalah tersebut
merupakan suatu sistem masalah yang benar-benar kompleks yang mengandung
konflik yang tinggi di antara para pelaku kebijakann yang saling bersaing.
Masalah yang rumit mengharuskan analisis mengambil bagian
aktif dalam mendefinisikan sifat masalah itu sendiri, analisis kebijakan
diarahkan secara seimbang kepada perumusan masalah dan pemecahan masalah.
Perumusan masalah adalah suatu proses dengan empat tahap yang saling
tergantung: penghayatan masalah, pencarian masalah, pendefinisian masalah, dan
spesifikasi masalah. Tiap tahap-tahap itu menghasilkan informasi mengenai
situasi masalah, meta masalah, masalah substantif, dan masalah formal.
Model-model
kebijakan adalah penyederhanaan representasi aspek-aspek kondisi masalah yang
terseleksi. Model-model kebijakan berguna dan penting; penggunaannya bukan
masalah pilihan, semenjak setiap orang menggunakan beberapa model untuk
menyederhanakan kondisi masalah. Model kebijakan tidak dapat membedakan antara
pertanyaan yang penting dan tidak penting; juga model tidak dapat menjelaskan,
memprediksi, mengevaluasi atau membuat rekomendasi, karena penilaian berada di
luar model dan bukan bagiannya. Dimensi-dimensi yang paling penting dari
model-model kebijakan adalah tujuan (deskriptif lawan normatif), bentuk
ekspresi (verbal, simbolis, prosedural), dan asumsi-asumsi metodologis
(pengganti lawan perspektif). Metode-metode untuk merumuskan masalah-masalah
kebijakan meliputi analisis batasan, analisis klasifikasional, analisis
hierarki, sinektika, brainstorming, analisis perspektif berganda, analisis
asumsional dan pemetaan argumentasi.
Peramalan dapat mengambil tiga bentuk utama: proyeksi,
prediksi, dan konjektur. Masing-masing
mempunyai bentuk yang berbeda: ekstrapolasi kecenderungan, teori, dan pandangan
pribadi. Proyeksi dibenarkan oleh argumen dari metode kasus paralel; prediksi
didasarkan pada argumen yang berasal dari sebab dan analogi; dan konjektur
didasarfkan pada argumen yang berdasar pada fikiran dan motivasi. Peramalan
dapat digunakan untuk membuat estimasi tentang tiga tipe situasi masyarakat
masa depan: masa depan potensial, masa depan yang masuk akal, dan masa depan
normatif. Tujuan dan sasaran dapat dibandingkan dan dipertentangkan dalam hal
dan arah tujuannya, tipe definisi, spesifikasi periode waktu, prosedur
pengukuran, dan perlakuan terhadap kelompok target.
Pemahaman dan penggunaan teknik peramalan dibuat lebih
mudah jika mereka dikelompokkan menurut tiga pendekatan: ekstarpolatif,
teoritis, dan intuitif. Pendekatan-pendekatan yang berbeda mengenai peramlan
bersifat saling melengkapi. Kelebihan dari satu pendekatan atau teknik
seringkali merupakan keterbatasan dari yang lainnya, demikian sebaliknya.
Metode analisis kebijakan sangat terkait dengan persoalan
moral dan etika, karena rekomendasi kebijakan mengharuskan kita menentukan
alternatif-alternatif mana yang paling bernilai dan mengapa demikian.
Rekomendasi berkenaan pemilihan secara bernalar dua atau lebih alternatif.
Model pilihan yang sederhana meliputi definisi masalah yang memerlukan
dilakukannya suatu tindakan; perbandingan konsekuensi dua atau lebih alternatif
untuk memcahkan masalah; dan rekomendasi alternatif yang paling dapat memenuhi
kebutuhan, nilai atau kesempatan.
Model pilihan yang sederhana mengandung dua elemen utama:
premis fakta dan premis nilai. Model pilihan sederhana menghindari kompleksitas
dari kebanyakan situasi pilihan, karena model ini didasarkan pad tiga asumsi
yang tidak realistis: pembuat keputusan tunggal; kepastian; dan hasil yang
terjadi pada satu titik waktu. Model pilihan yang kompleks didasarkan pada
asumsi-asumsi yang lain: banyaknya pembuat kebijakan; ketidakpastian atau
resiko; dan akibat yang terus berkembang sejalan dengan berjalannya waktu.
Sebagian besar pilihan adalah bersifat multirasional
karena pilihan-pilihan tersebut mempunyai dasar rasional yang banyak pula.
Bukti tentang hal ini ditunjukkan dengan adanya enam rasionalitas: teknis,
ekonomis, legal, sosial, substantif, dan erotetis.
Agar pilihan menjadi rasional dan pada saat yang sama
komprehensif, maka pilihan-pilihan tersebut harus memuaskan kondisi yang
dilukiskan sebagai teori rasionalitas komprehensif dalam pembuatan keputusan.
Tipe-tipe pilihan yang rasional dibedakan menurut bentuk kriteria penentuan
alternatif. Antara lain adalah efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan,
daya tanggap dan kelayakan.
Jawaban terhadap persoalan kesejahteraan masyarakat dapat
dilakukan dengan berbagai cara: memaksimalkan kesejahteraan individu,
melindungi kesejahteraan minimal (pareto), memaksimalkan kesejahteraan bersih
(kaldor-hicks), memaksimalkan redistribusi kesejahteraan (rawls).
Dalam membuat rekomendasi analisis kebijakan secara
khusus menjawab berbagai persoalan tentang sasaran, biaya, hambatan-hambatan,
eksternalitas waktu. Dan resiko serta ketidakpastian. Pilihan publik dan swasta
berbeda dalam tiga hal: hakekat proses kebijakan publik, hakekat tujuan
kebijakan publik yang bersifat kolektif, dan arti barang-barang publik. Dua
pendekatan utama untuk rekomendasi analisis kebijakan publik adalah analisis
biaya-manfaat dan analisis biaya efektivitas. Dalam melakukan analisis
biaya-manfaat adalah perlu untuk melengkapi serangkaian langkah-langkah:
spesifikasi sasaran. Identikasi alternatif, pengumpulan, analisis dan
interpretasi informasi; spesifikasi kelompok sasaran; identifikasi tipe-tipe
biaya dan manfaat; melakukan diskonting terhadap biaya dan manfaat; spesifikasi
kriteria untuk merekomendasi; dan rekomendasi itu sendiri. Analisis biaya
efektifitas tepat digunakan jika sasaran-sasaran tidak dapat diungkapkan dalam
pendapatan bersih.
Pemantauan merupakan prosedur analisis kebijakan guna
menghasilkan informasi tentang penyebab dan konsekuensi dari kebijakan-kebijakn
publik. Pemantauan bermaksud memberikan pernyataan yang bersifat penandaan dan
oleh karenanya terutama berkepentingan untuk menetapkan premis-premis faktual
tentang kebijakan publik. Pemantauan menghasilkan pernyataan yang bersifat
penandaan setelah kebijakan dan program diadopsi dan diimplementasikan (ex posy
facto), sedangkan peramalan menghasilakan pernyataan yang bersifat penandaan
sebelum tindakan dilakukan (ex ante)[2].
Informasi yang dihasilkan melalui pemantauan memiliki
setidak-tidaknya empat fungsi: ketundukan, pemerikasaan, akuntansi, dan
eksplanasi. Ada dua jenis hasil kebijakan: keluaran dan dampak. Tindakan
kebijakan juga ada dua: masukan dan proses. Sementara itu, tindakan kebijakan
memiliki dua tujuan utama: regulasi dan alokasi. Pemantauan dapat dipilah ke
dalam empat pendekatan: akuntansi sistem sosial, eksperimental sosial,
pemeriksan sosial, pemeriksaan sosial, dan sintesis riset dan praktek.
Pendekatan-pendekatan terhadap pemantauan memperhatikan
hasil-hasil yang berkaitan dengan kebijakan, berfokus pada tujuan, dan
orientasi pada perubahan. Eksperimental sosial berusaha untuk mengikuti
prosedur yang digunakan dalam eksperimen klasik dalam laboratorium: kontrol
langsung terhadap perlakuan atau stimuli; ada kelompok pembanding (kontrol);
rancangan yang acak. Kapasitas eksperimen sosial untuk menghasilkan inferensi
kausal yang valid disebut validitas internal. Pemeriksaan sosial merupakan
respon konstruksi terhadap keterbatasan dan akuntansi sistem sosial dan
eksperimental sosial.
Sintesis
riset dan praktek menggunakan informasi yang tersedia dalam bentuk studi kasus
dan laporan penelitian untuk merangkum, membandingkan, dan mengkaji hasil-hasil
dari implementasi kebijakan dan program di masa lalu. Metode ini efisien,
membantu mencakup banyak dimensi dari proses kebijakan, dan dapat digunakan
untuk mebuat argumen dengan cara kasus paralel dan analogi. Keterbatasan utama
dari sintesis riset dan praktek adalah reliabilitas dan validitas informasi
yang tersedia tersebut.
Evaluasi
mempunyai beberapa karakteristik yang membedakannya dari metode-metode analisis
kebijakan yang lain: titik berat kepada nilai hubungan ketergantunagn antara
nilai dan fakta; orientasi masa kini dan masa lalu; dan dualitas nilai[3].
Fungsi-fungsi utama dari analisis kebijakan adalah penyediaan informasi yang
valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan; kejelasan dan kritik
niali-nilai yang mendasari pilihan tujuan dan sasaran dan penyediaan informasi
bagi perumusan masalah dan inferensi praktis. Kriteria evaluasi
kebijakan: efektifitas, estimasi, kecukupan, kesamaan, daya tanggap, dan kelayakan.
Tiga pendekatn utam evaluasi dalam analisis kebijakan: evaluasi semu, evaluasi
formal; dan evaluasi teoritis keputusan.
Analisislah salah satu contoh kebijakan dibawah ini dengan menggunakan
salah satu pendekatan tersebut
-Ujian nasional
-Penertiban pedagang kaki lima
-Pembangunan Infrastuktur
Kebijakan tentang Ujian Nasioanal
Diperlukan perubahan pada kebijakan nasional terkait
ujian nasional karena pendidikan telah ditarik terlalu jauh ke ranah politik
dan hukum. Pada pelaksanaannya dilapangan timbul kriminalisasi pada guru dan
siswa yang dinilai tidak jujur. Demikian antara lain, dikemukakan koordinator
Education Forum Suparman ” Tiap ujian nasional timbul stres dan trauma pada
anak-anak. Keterlibatan polisi dalam mengawasi ujian nasional sudah berlebihan
dan menakutkan siswa dan guru”.
Pemerintah mestinya memenuhi lebih dulu kewajibannya
menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memenuhi standart nasional dan
baru melaksanakan ujian nasional sebagai penentu kelulusan siswa.
Selain itu menyerahkan kepolisi untuk menyelesaikan
masalah bukan solusi yang tepat karena sifatnya hanya kasus per kasus. Dan, itu
muncul terus setiap kali ujian nasional digelar. Yang terpenting adalah
penyelesaian menyeluruh ujian nasional untuk pemetaan pendidikan, jadi
penyelesaiannya bukan di level bawah, melainkan kepada kebijakan pemerintah.
Ada beberapa masalah yang
dapat diidentifikasikan berkenaan dengan UAN ini. Beberapa masalah terlihat
saling berkaitan, dan masalah lain seperti berdiri sendiri. Permasalahan
pertama yang dapat terlihat adalah anggapan dari sebagian orang, terutama para
pejabat Legislatif yang menganggap bahwa UAN bertentangan dengan UU Sisdiknas.
Jika hal ini benar, berarti UAN harus dihapuskan atau ditiadakan. Tapi jika hal
ini salah, maka UU Sisdiknas harus direvisi isinya. Dalam hal ini haruslah
dilihat secara bijak, apakah memang terjadi pertentangan antara dua kebijakan
tersebut. Dan kalau memang terjadi pertentangan, kebijakan mana yang lebih sesuai.
Permasalahan selanjunya adalah adanya peningkatan sekolah dengan kelulusan 0%.
Apakah hal ini terjadi karena kesalahan sistem di sekolah-sekolah tersebut,
atau karena kebijakan yang ada merugikan sekolah-sekolah tersebut. Permasalahan
lain adalah adanya ketimpangan jumlah kelulusan antar sekolah-sekolah dalam
suatu daerah. Dimana ada sekolah-sekolah tertentu dengan tingkat kelulusan yang
tinggi, sementara sekolah-sekolah disekitarnya memiliki tingkat kelulusan yang
sangat rendah. Padahal fasilitas dan sarana yang dimiliki oleh sekolah-sekolah
tersebut kurang lebih sama.
Dari masalah-masalah tersebut diatas, akan disaring dan
dipertajam untuk mengetahui yang mana yang benar-benar merupakan permasalahan
yang terkait dengan kebijakan UAN, dan yang mana yang tidak terkait atau
terkait secara tidak langsung. Masalah yang terkait dengan UAN secara langsung,
akan diangkat sebagai masalah untuk diteliti – berkenaan dengan dampak
kebijakan UAN tersebut. Dari permasalahan yang ada, berkenaan dengan Kebijakan
UAN – maka perlu untuk dilakukan Penelitian Kebijakan ( Policy Research
). Penilitan ini bermaksud untuk melihat dampak dari kebijakan UAN
terhadap permasalahn-permasalahn yang terjadi diatas.
Peluang siswa untuk lulus dalam ujian nasional (UN) 2010
semakin terbuka lebar. Ini setelah Badan Standarisasi Nasional Pendidikan
(BSNP) bakal memberlakukan ujian ulangan bagi peserta yang gagal dalam ujian
tersebut. Selain itu beberapa kebijakan baru terkait UN berubah. Perubahan itu sudah tertuang dalam Permendiknas
nomor 75/2009 tentang ujian nasional SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB. Peraturan
itu sudah dikirim ke seluruh provinsi. Anggota BSNP mengadakan beberapa
kebijakan baru dalam pelaksanaan UN.Pertama, adanya ujian ulang, kebijakan itu
diambil karena banyaknya sekolah yang melakukan kecurangan (Tingkat kebijakan
Publik-Kebijakan Nasional yaitu suatu kebijakan negara yang bersifat
fundamental dan strategis dalam pencapaian tujuan nasional).
Tahun lalu UN ulang tidak terjadwal,
tapi tahun 2010 jadwal ujian ulang telah ditentukan sejak awal. Kebijakan itu
diambil untuk menghindari banyaknya kecurangan seperti tahun-tahun sebelumnya.
Dengan adanya ujian ulang, pemerintah berharap tidak ada upaya dari sekolah
untuk membentuk tim sukes. Adanya kebijakan ujian ulangtersebut juga berimbas
pada pergeseran jadwal ujian. Kebijakan ini diambil untuk menghindari banyaknya
kecurangan seperti tahun-tahun sebelumnya. Dengan adanya ujian ulang,
pemerintah berharap tidak ada upaya dari sekolah untuk membentuk tim sukses.
Alasan pengajuan jadwal itu agar siswa
memiliki waktu lebih lama untuk mempersiapkan diri masuk perguruan tinggi,
Sebab, berdasarkan pengalaman tahun lalu, persiapan siswa masuk PT amat sempit.
DAFTAR
PUSTAKA
Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo,
Yogyakarta
Wibawa, Samodra. Purbokusuma, Yuyun. Pramusinto, Agus.
1994. Evaluasi
Kebijakan Publik. Rajawali Press.
Jakarta.
Depdiknas. UU Sistem Pendidikan
Nasional No 20 tahun 2003
Permendiknas nomor 75/2009 tentang
ujian nasional SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB
Harian
KOMPAS tanggal 26 maret 2010
http://adifia.wordpress.com.kebijakan baru ujian nasional 2010, 13-11-2009
[1] http://izzahluvgreen.wordpress.com/24
may 2008
[3] Samodra Purbokusuma
Wibawa, Yuyun Pramusinto Agus. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Rajawali
Press. Jakarta.
[4] Harian
Kompas tanggal 26 maret 2010.
[5] http://adifia.wordpress.com.kebijakan baru ujian nasional 2010, 13-11-2009
Komentar
Posting Komentar