Talcott Parsons: Fungsionalisme
Struktural
Pendahuluan
Di
era modernisasi bahwa keilmuan merupakan sarat utama yang harus di miliki oleh
manusia agar dapat menjalankan hidup secara dinamis dan kontekstual.
Unsur-unsur yang bersifat rasional sangat dijunjung tinggi sebagai pembuktian
tentang hal tersebut sehingga dapat dikategorikannya ke dalam sebuah ilmu yang
bersifat ilmiah. Berbagai pendekatan dalam kajian dunia keilmuan merupakan hal
yang terpenting untuk memperkuat fakta dan data agar dapat dijadikan sesuatu
yang empiris berdasarkan rasionalitas manusia. Secara normatif, sesuatu
dikatakan sebagai ilmu dalam konteks sekarang salah satunya adalah memiliki
teori di dalamnya.
Teori
berfungsi sebagai pisau analisis dari sebuah keilmuan. Tingkat pengelompokan
teori-teori dalam keilmuan pada hakekat dan perkembangannya dibagi ke dalam
beberapa bagian sesuai dengan pendekatan-pendekatan keilmuan tersebut atau apa
yang disebut dengan disiplin ilmu. Dalam ilmu sosial terdapat beberapa kajian
keilmuan, Menurut Dahrendorf ruang lingkup ilmu sosial melingkupi kajian
sosiologi, ekonomi, politik, psikologi dan sejarah, walaupun ilmu sejarah masih
dalam perdebatan statusnya antara ilmu sosial atau humaniora.
Salah
satu teori yang lazim digunakan dalam pendekatan ilmu sosial adalah teori
konflik, teori komunikasi politik, interaksionisme simbolik, strukturalisme
fungsional dan lain-lain. Bahkan pada teori yang sama terdapat beberapa
penafsiran dari berbagai tokoh atau ilmuwan sehingga hasil kajiannya-pun yang
dituangkan lewat pemikirannya mengalami perbedaan walaupun secara subtantifnya
sama. Bertolak dari sikap tersebut, penulis akan mencoba melakukan penelitian
mengenai teori fungsionalisme struktural yang dituangkan oleh seorang ahli
sosiolog “Talcott Parsons”.
Sketsa
Biografi Talcott Parsons
Talcot
Parsons lahir di Colorado Spring, Amerika Serikat tahun
1902. Ia lahir dalam keluarga yang religious dan intelektual,
terbukti dengan kedudukan dan status ayahnya yang merupakan seorang pendeta
sekaligus rektor dari sebuah perguruan tinggi di Amerika Serikat. Parsons
mendapat gelar sarjana dari Universitas Amherst tahun 1924 dan menyiapkan
disertasinya di London School of Economics. Pada tahun 1927, Parsons
mengajar di Harvard sampai akhir hayatnya tahun 1979, meskipun ia berganti
jurusan hingga beberapa kali.
Karir
Parsons tak begitu cepat sebagai seorang akademisi, dalam beberapa tahun sejak
ia menjadi pengajar di Harvard pada tahun 1927 sampai tahun 1939 meskipun dua
tahun sebelumnya Parsons telah menerbitkan karya ilmiah The Structure of
Social Action, dalam menulis karyanya ini pemikiran Parsons sangat
dipengaruhi oleh ilmuwan sosiolog sebelumnya seperti Max Weber. Akan tetapi
dalam karyanya ini, ia juga meletakan landasan bagi teori yang dikembangkannya.
Sesudah
itu karir Parsons mengalami perubahan yang sangat maju, ia menjabat sebagai
ketua jurusan sosiologi di Harvard pada tahun 1944 dan dua tahun kemudian ia
mendirikan Departemen Hubungan Sosial, sebuah lembaga yang anggotanya tidak
hanya teridiri dari para sosiolog melainkan para ilmuwan-ilmuwan sosial
lainnya. Dekade 1940-an merupakan masa keemasan bagi Parsons pasalnya selain ia
menjadi ketua jurusan sosiologi di Harvard tahun 1944, ia juga terpilih menjadi
Presiden The American Sosiological Association pada tahun 1949.
Perkembangan karir Parsons seperti yang telah disebutkan itu maka dapat
diartikan pula bahwa mulai pada saat itu Parsons menjadi tokoh dominan dalam
sosiologi Amerika.
Setelah
karir ia melonjak pada tahun 1940-an akan tetapi pada tahun 1960-an ia mulai
mendapat serangan-serangan yang dihadapkan kepadanya dari sayap radikal
sosiologi Amerika yang baru muncul. Pemikiran Parsons dinilai berpandangan
politik konservatif, hal ini terlihat dalam teorinya yang lebih menunjukan
seperti skema kategorisasi yang rumit. Namun pada tahun 1980-an timbul kembali
perhatian terhadap teori Parsons, tidak hanya di Amerika Serikat akan tetapi
diseluruh dunia. Bahkan Horton dan Tumer mengatakan bahwa karya Parsons
mencerminkan sumbangan yang lebih berpengaruh terhadap teori sosiologi
dibanding Marx, Weber, Durkheim.
Pemikiran
Talcott Parsons Tentang Fungsionalisme Struktural
Bahasan
mengenai teori Struktural Fungsional Talcott Parsons akan dimulai dengan empat
fungsi penting untuk semua sistem tindakan, yang dikenal dengan skema AGIL.
Menurutnya, keempat fungsi ini yang disebut AGIL sangat diperlukan dalam sebuah
sistem. Di bawah ini adalah definisi AGIL menurut Talcot Parson, diantaranya:
1. Adaptation
(Adaptasi), merupakan sebuah sistem harus menanggulangi situasi
eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya.
2. Goal
attainment (Pencapaian Tujuan), merupakan sebuah sistem harus
mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.
3. Integration
(Integrasi), merupakan sebuah sistem harus mengatur antar hubungan
atau bagian-bagian yang menjadi komponennya.
4. Latency
(Pemeliharaan Pola), merupakan sebuah sistem harus memperlengkapi,
memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural
yang menciptakan dan menopang motivasi.
Keempat
persyaratan fungsional tersebut dipandang Parsons sebagai suatu keseluruhan
yang juga terlibat dalam saling tukar antar lingkungan. Lingkungan sosial
terdiri atas lingkungan fisik, sistem kepribadian, sistem budaya, dan organism
perilaku. Pendekatan fungsionalisme struktural sebagaimana yang dikembangkan
oleh Talcott Parsons dan para pengikutnya dapat kita kaji melalui sejumlah
anggapan dasar sebagai berikut:
1. Sistem
memiliki properti keteraturan yang saling ketergantungan;
2. Sistem
cenderung bergerak dengan tujuan agar terjadi keseimbangan;
3. Sistem
mungkin statis dan juga dinamis dalam proses perubahan yang teratur;
4. Sifat
dasar bagian suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk-bentuk yang lainnya;
5. Sistem
memelihara batas-batas dengan liungkungannya.
Asumsi dasar dari Teori Struktural Fungsional
menurut Parsons, yaitu bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan
dari para anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tersebut yang mempunyai
kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut dipandang
sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan, dengan
demikian masyarakat adalah merupakan kumpulan sistem - sistem sosial yang terbentuk dari tindakan-tindakan
sosial individu dan satu sama lain berhubungan dan saling ketergantungan.
Pada dasarnya teori fungsional
struktural mula-mula tumbuh dari cara melihat masyarakat yang
menganalogikan masyarakat dengan organisme biologis (organismic approach).
Pemikiran struktural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran
biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme
biologis yang terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan,
ketergantungan tersebut merupakan hasil agar organisme tersebut tetap dapat
mempertahankan kehidupannya. Perwujudan yang paling terlihat yaitu dengan
adanya hubungan antara struktur dan fungsi.
Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons mengenai
fungsionalisme struktural secara umum bersifat general theory,
artinya bahwa tindakan individu manusia itu
diarahkan pada tujuan. Secara normatif tindakan tersebut diatur
berkenaan dengan penentuan alat dan tujuan. Hal ini berarti bahwa tindakan itu
dipandang sebagai kenyataan sosial yang terkecil dan mendasar,
terdiri dari alat, tujuan, situasi, dan norma sebagai unsur-unsurnya. Dengan
demikian, dalam tindakan tersebut dapat digambarkan yaitu individu atau
kelompok sebagai pelaku dengan alat yang ada akan mencapai tujuan dengan berbagai macam cara, yang juga
individu itu dipengaruhi oleh kondisi yang dapat membantu dalam memilih tujuan
yang akan dicapai, dengan bimbingan nilai, ide serta norma yang ada pada suatu kelompok tersebut.
Berkenaan
dengan Struktur Fungsionalisme, adapun menurut Emil Durkheim dijelaskan
masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana di dalamnya terdapat bagian - bagian
yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing -
masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling keterkaitan
satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan
merusak keseimbangan sistem tersebut. Melihat uraian di atas maka struktural
fungsional menurut Durkheim adalah seperti sebuah sistem yang saling
keterkaitan antar komponen-komponen di dalamnya dan jika salah satu sub sistem
itu ada yang rusak maka akan merambah ke sistem secara keseluruhan, sehingga
sistem tersebut tidak akan berjalan.
Kritik
Terhadap Teori Fungsionalisme Struktural
Tidak
dapat disangsikan Parsons telah merubah sejarah sosiolog dunia dan
berkontribusi besar terhadap perkembangan teori-teori sosiologi. Bahkan Horton
dan Tumer mengatakan bahwa karya Parsons mencerminkan sumbangan yang lebih
berpengaruh terhadap teori sosiologi dibanding Marx, Weber, Durkheim.
Salah
satu teori yang paling terkenal dalam teori Fungsionalisme Struktural adalah
Stratifikasi Fungsional. Berkenaan dengan ini, Kingsley Davis dan Wilbert Moore
menjelaskan bahwa stratifikasi sosial merupakan fenomena yang bersifat
universal dan penting karena secara nyata dalam kehidupan masyarakat semua
pasti mengenal sistem stratifikasi sosial tersebut dan tidak ada yang tidak
terstratifikasi atau sama sekali tanpa kelas. Masih menurut pandangan mereka,
stratifikasi adalah keharusan fungsional. Semua masyarakat memerlukan sistem
stratifikasi sosial, sistem seperti ini yang pada akhirnya akan melahirkan
adanya sistem kelas. Selain itu, bahwa stratifikasi merupakan perlengkapan yang
berevolusi secara tak sadar. Perlengkapan ini harus ada pada setiap masyarakat
demi menjamin kelangsungan hidup.
Perwujudan
berkenaan dengan penempatan-penempatan posisi individu pada sebuah perlengkapan
di dalam (lembaga) masyarakat harus diikuti dengan pemberian imbalan
(reward) yang memadai pada posisi ini sehingga ada cukup individu yang mau
mendudukinya dan individu yang berhasil mendudukinya akan bekerja dengan tekun.
Misal untuk menyediakan dokter masyarakat harus memberikan imbalan dengan
memperhatikan tingkat profesionalitas posisi individu tersebut karena kalau
tidak demikian (berdasarkan fungsinya) masyarakat akan tercerai berai.
Namun
sebaliknya disisi lain, munculnya pendekatan ini telah mengundang paling banyak
perdebatan. Satu kritik mendasar menyatakan bahwa teori stratifikasi
funsionalisme struktural dinilai hanya akan melanggengkan posisi istimewa
orang-orang yang telah mempunyai kekuasaan, prestise, dan
uang. Selain itu teori ini juga dapat di kritik karena anggapannya
bahwa struktur sosial yang terstratifikasi itu sudah ada sejak dulu maka ia
tentu harus ada di masa datang. Padahal tidak menutup kemungkinan untuk di masa
depan masyarakat akan ditata menurut cara yang lain diluar stratifikasi.
Mengikuti
kritik yang dilontarkan oleh David Lockwood berkenaan dengan ini, dapat
diketahui bahwa menurutnya pendekatan fungsionalisme struktural telah
menekankan anggapan-anggapan dasarnya pada peranan unsur-unsur normatif dari
tingkah laku sosial, khusunya pada proses-proses dimana individu maupun
kelompok diatur secara normatif untuk menjamin terpeliharanya stabilitas
sosial. David Lockwood menegaskan bahwa situasi sosial senantiasa mengandung
dual hal yakni: pertama, tata tertib sosial yang bersifat normatif, dan yang
kedua substratum yang akan melahirkan konflik-konflik. Tata tertib dan konflik
adalah kenyataan yang melekat bersama-sama di dalam sistem sosial masyarakat.
tumbuhnya tata tertib dan nilai yang telah disepakati bersama oleh anggota
masyarakat tidak serta merta hilangnya konflik di dalam masyarakat. Sebaliknya,
tumbuhnya tata tertib sosial mencerminkan adanya konflik yang bersifat
potensial di dalam setiap masyarakat. Maka dari itu, apabila berbicara tentang
stabilitas dan instabilitas dari suatu sistem sosial sesungguhnya tidaklah
lebih dari pada menyatakan keberhasilan atau kegagalan dari suatu tertib
normatif di dalam mengatur kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan.
Kelemahan lainnya dari teori
fungsionalisme struktural ini adalah: Pertama, penganut teori ini
cenderung memaksakan pada tingkatan di mana masyarakat bersifat harmonis dan
stabil sehingga bisa berjalan dengan baik. Padahal, dalam suatu masyarakat pasti
pernah mengalami kejadian yang berkontradiksi dan akhirnya memicu konflik.
Dalam konflik ini, masyarakat menjadi terpecah dan akan menimbulkan guncangan
dalam sistem. Bisa saja sistem yangdulu terbentuk akhirnya hilang sama sekali.
Fungsionalis yang berlebihan pada keharmonisan mengabaikan peristiwa di mana
konflik merupakan keniscayaan dari kebanyakan masyarakat. Kedua, teori ini
terlalu kaku dalam melihat perubahan terutama yang berasal dari luar.Teori ini
hanya berfokus pada segala sesuatu yang bersifat stabil saja. Padahal,
kehidupan dan masyarakat itu sendiri berjalan dinamis di mana pasti memerlukan
suatu perubahan yangakan membawa ke arah positif atau negatif. Ketiga, dengan
terlalu melebih-lebihkan harmonisasi dan meremehkan konflik sosial,fungsionalis
cenderung mengarah kepada bias konservatif dalam mengkaji kehidupan
sosial;yakni mereka cenderung perlunya mempertahankan segala pengaturan yang
ada dalamsebuah masyarakat. Mereka menerima perubahan sebagai sesuatu yang
konstan dan tidak memerlukan penjelasan. Perubahan dianggap mengacaukan
keseimbangan masyarakat.Perubahan yang bermanfaat bagi sistem diterima dan
perubahan lain yang tidak bergunaditolak mentah-mentah.
Kritik lainnya terhadap
Parsons:
1.
Orientasinya statis, sehingga terlalu banyak mencurahkan perhatian
pada perubahan. Karya-karyanya tentang perubahan sosial dinilai sangat statis
& terstruktur.
2.
Pada saat dia melakukan elaborasi (pengerjaan dengan teliti) sisi
sistem & teori, tindakan dia telah menerapkan seluruh terminologi dan asumsi
kaum fungsionalis yang telah diketahui bahwa begitu problematis dari berbagai
sudut pandang.
3.
Parsons tidak pernah berhasil menjelaskan secara tepat, realitas
sosial empirik yang bagaimana ia bicarakan.
4.
Definisi yang ia buat, tetap merupakan pengujian neoskolastik
(sesuatu yang berhubungan dengan penyelidikan hukum-hukum filsafat baru) yang
mencoba mengatasi suatu ketidakjelasan melalui sarana lainnya.
5.
Inti dari kritik untuknya, Parsons tidak menyadari bahwa sebagian
besar pernyataannya yang dibuat tentang suatu masyarakat harus dibatasi
keumumannya. Salah satu alasan yang paling pokok tentang ketidakjelasan Parsons
adalah bahwa dia mendefinisikan terminologinya tanpa ada tujuan penelitian
maupun problema yang masuk akal.
Kelemahan teori
fungsionalisme-struktural & AGIL:
Bahwa pandangan pendekatan ini terlalu bersifat umum atau terlalu
kuat memegang norma, karena menganggap bahwa masyarakat
akan selalu berada pada situasi
harmoni,
stabil,
seimbang, dan mapan. Ini terjadi karena analogi dari masyarakat dan tubuh
manusia yang dilakukan oleh Parson bisa diilustrasikan, bahwa tidak mungkin
terjadi konflik antara tangan kanan dengan tangan kiri, demikian pula tidak
mungkin terjadi ada satu tubuh manusia yang membunuh dirinya
sendiri
dengan
sengaja.
Demikian
pula
karakter
yang
terdapat
dalam
masyarakat. Dengan kata lain, suatu sistem sosial, akan selalu terkait secara
harmonis, berusaha menghindari konflik, dan tidak mungkin akan menghancurkan
keberadaannya sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Johnson, D.P. (Tanpa
Tahun). Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: Gramedia.
Nasikun.
(2007). Sistem sosial Indonesia. Jakarta: Raja grafindo persada.
Ritzer, G. dan Goodman,
D. (2004). Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media.
Supardan, Dadang.
(2007). Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Fadly, A.
(2011). Teori Fungsional Struktural. [online] Tersedia dihttp://sosbud.kompasiana.com/2011/01/04/teori-fungsional-struktural/
Thanks kawan2 mahasiswa sudah mengunjungi blog saya
semoga bermanfaat buat membantu menyelesaikan tugas kalian
tapi jangan cuma copy paste, harus dikembangkan lagi dan masukkan ide2 pemikiran kalian.
Dini Nasution
Alumni PWD USU
terimakasih kak, sangat membantu blognya
BalasHapus