Langsung ke konten utama

Pengusaha Media dan Kepemimpinan Partai Politik di Indonesia



PENGUSAHA MEDIA DAN KEPEMIMPINAN PARTAI POLITIK
 DI INDONESIA
 (STUDI KASUS HARY TANOESOEDIBJO SEBAGAI KETUA DEWAN PAKAR PARTAI NASDEM)


Latar Belakang

Pemimpin partai politik pada awal-awal kemerdekaan memainkan peranan penting dalam perkembangan partai tersebut. Keberadaan para kaum intelektual dalam partai politik saat itu memberikan kekuatan untuk bangkit melawan penjajahan konial Belanda. Partai politik pertama Indische Partij didirikan oleh tiga serangkai yaitu E.F.E. Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara. Ketiganya adalah para kaum intelektual. E.F.E. Douwes Dekker merupakan keturunan Indo-Belanda yang pernah mengeyam pendidikan di Gymnasium Willem III. Kemudian beliau menjadi wartawan harian De Locomotief di Semarang. Sementara Tjipto Mangunkusumo merupakan anak seorang priyayi rendahan yang bernama Mangunkusumo, yang menjadi pembantu administrasi di Dewan Kota Semarang. Meskipun keadaan keluarga yang tidak begitu mampu namun Ayahnya berhasil menyekolahkan ke STOVIA. Di STOVIA, Cipto dikenal sebagai mahasiswa yang jujur, cerdas, dan kritis terhadap lingkungan sekitar. Begitu juga dengan Suwardi Suryaningrat yang berasal dari keluarga keraton Yogyakarta, sempat menempuh pendidikan di STOVIA. Namun tidak melanjutkan studi karena sakit. Suwardi Suryaningrat pun beralih menjadi penulis dan wartawan yang kritis.
Partai politik yang memenangkan pemilu 1955, yaitu PNI (Partai Nasional Indonesia) juga sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan Ir.Sukarno. Sukarno lahir di Surabaya, 6 Juni 1901. Berasal dari keluarga bangsawan membuatSukarno, dapat menjadi mahasiswa Technische  Hoge School (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil setelah menamatkan studinya di Hoogere Burger School (HBS) Surabaya. Partai NU (Nahdhatul Ulama), merupakan organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, juga sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan K.H. Hasyim Ashari merupakan anak dari golongan kyai terpandang di Jawa Timur. Setelah mendapatkan pendidikan agama dari ayah dan kakeknya, Ashari pun melanjutkan menimba ilmu ke berbagai pesantren di Pulau Jawa. Pada tahun 1892, Ashari memutuskan untuk menuntut ilmu ke Mekkah. Selama tujuh tahun menuntut ilmu disana Ashari pun dan mendirikan Pesantren Tebu Ireng di Jombang. Tahun 1926, Ashari menjadi salah satu memprakarsa NU.
 Disisi lain keberadaan partai Masyumi juga dipengaruhi oleh kepemimpinan Muhammad Natsir,Syafruddin Prawiranegara dan Muhammad Roem. Muhammad Natsir, lahir di Alahan panjang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat dari seorang ayah yang bekerja sebagai pegawai pemerintahan.Sehingga sewaktu kecil ia dapat mengeyam pendidikan di HIS Solok, kemudian ia melanjutkan ke MULO. Dari sana ia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke AMS di Bandung. Kehidupannya di Bandung membawa berinteraksi dengan tokoh tokoh pergerakan lainnya. Teman satu perjuangn di Masyumi, Syafruddin Prawiranegara merupakan anak keturunan Sunda-Banten dan Minangkabau. Setelah menamatkan belajar di AMS Bandung, Syafruddin melanjutkan ke sekolah hukum di Jakarta yaitu Rechtshogeschool.
Selanjutnya pada masa pasca kemerdekaan tepatnya pada tahun 1965, keadaan politik di Indonesia berubah seiring dengan pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965 menjadi semakin memburuk. Keadaan politik yang labil ini menyebabkan Suharto mengambil alih pemerintahan dari tangan Sukarno. Sampai dengan tahun 1967, perkembangan partai politik menjadi sangat bergantung pada pemerintahan Suharto. Pada tahun 1967-1998, kebebasan partai politik untuk memilih ketua umum secara demokrasi sangatlah sulit. Rezim otoriter Suharto, mengambil alih siapa yang berhak menjadi ketua umum partai politik di Indonesia. Dengan alasan untuk menjaga stabilitas politik, ekonomi dan keamanan maka partai politik yang ada hanya pasrah menerima keputusan tersebut. Jika tidak menuruti peraturan pemerintah, maka pemerintahan Suharto akan membubarkan partai politik tersebut dan yang lebih mengerikan adalah melakukan penculikan dan pembantaian terhadap para pemberontak pemerintah. Keadaan ini tak berubah sampai adanya reformasi pada tahun 1998. Turunnya Suharto dari kursi Presiden Republik Indonesia membuka kembali demokrasi kebebasan berpartai politik, maka tak heran jika pemilu tahun 1999 diikuti oleh 48 partai politik. Kemunculan partai yang begitu banyak juga dipengaruhi oleh setiap orang menginginkan menjadi pemimpin bangsa ini. dengan latar belakang pemimpin partai yang bermacam-macam, namun yang menjadi pemenang adalah partai-partai politik yang memiliki pemimpin yang berpengaruh dalam masyarakat.
Dominasi kepemimpinan partai politik di Indonesia saat reformasi pun masih didominasi oleh kaum intelektual terpelajar. PKS dan PRD contohnya. PKS dahulunya berdiri dengan nama Partai Keadilan pada 20 Juli tahun 1998 lewat konferensi pers yang diadakan di Aula Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta5. Predisen atau pemimpin partai ini adalah Nurmahmudi Ismail. Nurmahmudi sendiri adalah lulusan Institut Pertanian Bogor tahun 1984. Selanjutnya pemuda Kediri ini melanjutkan studi S2 dan S3 di Texas A & M University fakultas ilmu perternakan, spesialis pengolahan daging tahun 1988 sampai tahun 1994. Pria yang lahir pada tanggal 11 November 1961 ini memuali karier politiknya dengan dengan menjadi anggota DPR/ MPR tahun 1999 dan menjadi Ketua Komisi VIII bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, Riset dan Teknologi, Lingkungan Hidup. Kemudian pada masa pemerintahan Gusdur ia diangkat menjadi Menteri Kehutanan dan tapuk kepemimpinan Partai Keadilan diserahkan kepada ketua terpilih yaitu Hidayat Nur Wahid. Selanjutnya partai yang menyita perhatian saat reformasi adalah Partai rakyat Demokratik (PRD).Partai Rakyat Demokratik didirikan oleh salah satunya adalah Budiman Sudjatmiko. Budiman Sudjatmiko adalah seorang mahasiswa fakultas ekonomi Universitas Gajah Mada pada tahun 1996. Partai Rakyat Demokratik (PRD) awalnya didirikan dengan nama Persatuan Rakyat Demokratik pada 2 Mei 1994. Lalu pada tanggal 15 April 1996 lewat Kongres Luar Biasa yang diadakan di Sleman, Yogyakarta, Persatuan Rakyat Demokratik berubah menjadi Partai Rakyat Demokratik7 agar dapat menjalankan kegiatan politiknya. PRD pun menjadi tumbal reformasi. Banyak dari anggota partai ini yang ditangkap, diculik , dijebloskan ke penjara bahkan ada yang tahu dimana rimbanya saat ini.
Partai yang lolos parlemen 1999 adalah Partai Perjuangan Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP) sangatlah dipengaruhi oleh kepemimpinan Megawati Sukarno Putri. Putri pertama Bung Karno ini mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam Partai bergambar Kepala Banteng dengan moncong putihnya. Kharisma Megawati begitu besar sehingga membuat Partai pemenang pemilu tahun 1999, “ibarat Megawati yah PDIP dan begitu sebaliknya”. Meskipun dalam bidang pendidikan tidak begitu mencolok, namun Megawati membuktikan bahwa dirinya dapat menjadi pemimpin partai politik yang berpengaruh. Walaupun disisi lain orang berkata “itu karena faktor nama besar sang ayah, Bung Karno”.
Partai Golongan Karya, merupakan partai peninggalan Suharto yang mencoba menghadirkan perubahan-perubahan pasca rezim otoriter guna menjaga eksistensinya dalam demokrasi di Indonesia dengan menghadirkan wajah wajah baru seperti Akbar Tanjung, Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie dan Surya Paloh. Kehadiran para pengusaha dalam kepengurusan partai Golkar membawa Golkar pada perubahan baru setelah dahulu kebanyakan berisi Mantan Purnawirawan TNI dan Birokrasi.
Partai baru yang juga sukses dalam pemilu 1999 adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai pecahan PPP ini sukses meraup suara sebanyak 13,336,982. Kemunculan GusDur dalam perpolitikan nasional, seolah mengingat kembali kejayaan sang kakek K.H Hasyim Ashari. Lahir dari keluarga Kyai terpandang, membuatnya menerima pelajaran dengan mudah. Ia pun mendapatkan beasiswa ke Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir dari Departemen Agama. Namun kegiatan tidak berjalan lancar seiring dengan terjadinya G 30 September. Pendidikan pun terselamatkan lewat beasiswa universitas Baghdad, Irak. Selepas menamatkan kuliah dari universitas Baghdad pada tahun 1970, Gusdur pun melanjutkan pascasarjananya di Belanda. Gusdur bukan hanya sekedar Kyai tetapi juga seorang intelektual, dia pernah menjadi kontributor utama LP3ES Di urutan kelima tepatnya bawah PKB terdapat partai PAN (Partai Amanat Nasional) yang memperoleh suara 7.528.956 pada pemilu 1999. Partai yang didirikan oleh para kaum intelektual Muhammdiyah seperti Prof. Dr. H. Amien Rais, Faisal Basri MA, Ir. M. Hatta Rajasa, Goenawan Mohammad, Dr. Rizal Ramli, Dr. Albert Hasibuan, Toety Heraty, Prof. Dr. Emil Salim, A.M. Fatwa, Zoemrotin, menjadi new comers yang sukses mendapatkan suara pemilih Indonesia.
Pada tahun 2004, saat pemilu langsung dilaksanakan kemunculan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupakan harapan akan datangnya perubahan dalam bangsa Indonesia. SBY yang diusung menjadi Presiden oleh partai Golkar, Demokrat, PKS, PKB dan PAN ini memenangkan pemilihan kursi R I Satu tersebut dengan perolehan suara sebesar 69.266.350 atau sebesar 60,62%. Kekalahan pada pemilu tahun 1999, menjadi dasar berdirinya partai Demokrat. Meskipun memiliki latar belakang militer, SBY dipandang sebagai seorang yang memilik netralitas dan tidak otoriter. Pembangunan citra dan ditunjang dengan sikap politik yang tidak radikal membuat pemilih memilih pasangan SBY-JK pada pemilu 2004. Selain itu kehadiran kaum pengusaha dalam kepemimpinan partai politik di Indonesia semakin terasa waktu Jusuf Kalla menjadi Ketua Umum Partai Golkar pada tahun 2004. Lima tahun bersama menjalankan roda pemerintahan, SBY-JK pun memutuskan untuk tidak melanjutkan kontrak politik 2004. Pemilu tahun 2009 SBY pun berpasangan dengan Budiono, yang merupakan seorang ekonom lulusan University of Western Australia tahun 1967.
 Disisi lain Jusuf Kalla berpasangan dengan Wiranto. Kekalahan partai Golkar dalam pemilu 2009, membuat Partai bergambar pohon beringin itu melakukan evaluasi. Lewat MUNAS (Musyawarah Nasional) 5- 8 Oktober 2009, di Pekanbaru, Riau dilakukan pemilihan ketua umum Golkar periode 2009- 2015. Setelah melewati pertarungan yang sengit dengan Surya Paloh, akhirnya Aburizal Bakrie terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar 2009-2015. Aburizal Bakrie merupakan pengusaha yang sangat terkenal di Indonesia, bukan karena sepak terjangnya di dunia politik melainkan karena klan Bakrie and Brothers Group. Seluruh kakak maupun adiknya mempunyai latar belakang pengusaha, sehingga tak heran namanya baru muncul setelah kejadian Lumpur Lapindo Sidoarjo. Perkembangan usahanya yang begitu pesat membuat Aburizal semakin dikenal masyarakat. Belum lagi ditambah usaha media massa yang dimiliki olehnya, semakin melancarkan dirinya menjalan praktek-praktek politiknya untuk mencapai kekuasaan.
Tak lama setelah kekalahan itu Surya Paloh mendirikan Organisasi Masyarakat Nasional Demokrat. Walaupun sempat mengelak bahwa Nasional Demokrat merupakan bibit Partai Nasdem, kenyataannya Nasdem mendeklarasikan diri sebagai partai politik pada 26 Juli 2011. Surya Paloh pun enggan menyangkutkan dirinya pada Partai Nasional Demokrat. Namun disisi lain ia tidak menampik bahwa dirinya yang mendanai partai tersebut. Sebenarnya kemunculan pengusaha media dalam kepemimpinan partai politik bukan sesuatu yang baru di dunia. Contohnya di Itali, Silvo Berlusconi mantan Perdana Menteri Italia, Pemimpin Partai Politik Forza Italia dan Pemilik Perusahaan Media terbesar yaitu Mediaset Di Indonesia, fenomena itu muncul dengan kehadiran CEO MNC Group, Harry Tanoesoedibjo sebagai Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem. Dahulu Hary Tanoe lebih berkonsentrasi untuk mengembangkan MNC Group yang terdiri dari RCTI, MNC TV (dulu TPI), Global TV, Trijaya radio, Koran SINDO dll. Namun tiba-tiba tahun 2011 ini, saat deklarsi Partai Nasdem nama Hary Tanoe tertulis sebagai Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem.
Kemunculan pengusaha media massa dalam kepemimpinan dan kepengurusan partai politik di Indonesia, membawa sesuatu yang sangat baru dan sangat ganjil. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi saya tertarik untuk menjadikannya sebagai topik saya dengan judul Pengusaha Media dan Kepemimpinan Partai Politik di Indonesia dengan mengangkat studi kasus Hary Tanoesoedibjo sebagai Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem.

Kajian Pustaka

2.1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan suatu yang dibutuhkan seseorang untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan sebenarnya telah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Sekarang kepemimpinan menjadi suatu pendekatan dan konseptual. Seiring dengan perkembangan zaman, lahirlah teori-teori tentang kepemimpinan. Pemimpin adalah individu manusianya, sementara kepemimpinan adalah sifat yang melekat kepadanya sebagai pemimpin. Kepemimpinan menurut J. M Burn terdiri dari kekuasaan dan tujuan. Kekuasaan menurut J.M Burn adalah hubungan antara manusia. Sama halnya menurut Max Weber (dengan menggunakan pendekatan matematika): “Adalah probabilitas bahwa salah satu actor dalam hubungan sosial akan berada dalam posisi untuk melaksanakan kehendak sendiri meski daya tahan, terlepas dari dimana sisa probalititas .” Dasar tentang kekuaasaan ini tak terlepas dari cara untuk memahami kepemimpinan itu sendiri. Ini juga merupakan kunci untuk memahami tujuan. Hal itu dikarenakan konsep dasar tentang kekuasaan merupakan pijakan dari tujuan. Sedangkan dasar dari kekuasaa adalah motiv dan sumber.
Konsep psikologis dari kekuasaan juga membantu untuk memilah beberapa kerumitan dan memberikan sebuah dasar untuk dapat memahami hubungan kekuasaan dengan kepemimpinan. Pendekatan ini membawa asumsi bahwa kekuasaan adalah awal dari semua hubungan kepemimpinan dan bukan hanya suatu entintas yang disahkan oleh sekitar seperti tongkat atau granat tangan, yang melibatkan niat atau tujuan antara kedua belah pihak yaitu pemegang kekuasaan dan penerima kekuasaan. Itu merupakan tindakan kolektiv dan bukan hanya tindakan satu orang saja. Dalam asumsi tergambarkan bagaimana proses kekuasaan yang ada dalam satu pemegang kekuasaan yang memiliki motif dan tujuan tertentu, juga memiliki kapasitas untuk mengamankan perubahan perubahan perilaku pengikut mulai dari manusia, binatang dan lingkungan sekitar dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada termasuk faktor keterampilan, diharapkan tepat sasaran dan pemegang kekuasaan dapat menjamin segala kebutuhan untuk menjaga perubahan tersebut. Pandangan ini berhubungan dengan tiga elemen dalam proses yaitu motif dan sumber daya pemegang kekuasaan; motif dan sumber daya penerima kekuasaan; dan hubungan dari keduanya.
Menurut Gary Yulk (1998) pemahaman tentang kepemimpinan dapat diklasifikasi melalui :
1. Pendekatan berdasarkan ciri.
Pendekatan lahir pada tahun 1930-1940an, dengan menekankan pada atribut-atribut pribadi pemimpin. Dimana bahwasannya beberapa orang pemimpin memiliki beberapa ciri yang yang tidak dimiliki oleh orang lain. Kepemimpinan kharismatik dan kepemimpinan transformasional masuk kedalam kategori pendekatan ini.
2. Pendekatan berdasakan perilaku.
            Pendekatan ini merupakan reaksi atas kegagalan pendekatan pertama. Pendekatan ini menekan pada perilaku-perilaku manusia, karena itu pendekatan ini lebih diwarnai oleh psikologi manusia.
3. Pendekatan kekuasaan-pengaruh.
Pendekatan ini didasarkan pada proses pengaruh dan kekuasaan antara pemimpin dan yang dipimpinnya. Teori tentang kepemimpinan otoriter, kepemimpinan demokrasi dan kepemimpinan libeal masuk kedalam kategori pendekatan ini.
4. Pendekatan situasional.
Pedekatan ini menekankan pada pentingnya faktor-faktor konseptual seperti sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh pemimpin, sifat lingkungan eksternal dan karakteristik pengikut. Teori kontijensi dan teori universal dimasukan kedalam pendekatan ini. Perkembangan kepemipinan pun menjajaki era pertama yaitu pada tahun 1930an dengan lahirnya teori sifat (Trait Theory). Teori sifat muncul dengan asumsi dasar bahwa seorang bisa menjadi pemimpin dikarenakan oleh sifat sifat alamiah yang melekat pada diri orang tersebut. Lahirnya teori ini ditelusuri dengan mempelajari zaman kekaisaran Romawi dan Yunani kuno. Dengan berpijak pada teori The Great Man, dimana seorang pemimpin yang besar mempunyai empat sifat utama menurut Koontz (1980) yaitu kecerdasan, kedewasaan dan keleluasaan hubugan sosial, motovasi diri dan dorongan berprestasi, serta terakhir adalah sikap-sikap hubunganmanusiawi. Contoh dalam sejarah adalah Napoleon Bonaparte. Meskipun ia memiliki tinggi badan yang tidak seperti kebanyakan orang Perancis, namun mempunyai wilayah jajahan yang sangat luas. Kemudian memasuki era kedua perkembangan teori kepemimpinan pada pertengahan tahun 1950an, yang ditandai dengan kemunculan teori perilaku (Behavior Theory).

Teori perilaku muncul akibat dari kelemahan teori sifat yang dianggap tidak relevan dengan kenyataan bahwa pemimpin bukan hanya ada karenakan dilahirkan, tetapi juga juga karena pembentukan dan pengarahan. Banyaknya perilaku pemimpin yang ditunjukan, membuat teori ini memiliki banyak varian yaitu :
1. Teori X dan Y dari Douglas McGregor
2. Studi Michiganoleh Ahli Psikologi Sosial Rensis Likert
3. Teori Contium dari Tannenbaum dan Schmidt
4. Studi Ohio State
5. Teori Kisi-kisi Manajerial dari Blake & Mounton
Perkembangan tentang teori kepemimpinan memunculkan teori situasional (Contigensy Theory) dengan model yang terkenal adalah Fiedler Contigensy Model. Fiedler berpendapat bahwa kepemimpinan yang berhasil tergantung dari penerapan gaya kepemimpinan dengan terhadap tuntutan situasi. Oleh karena itu Fiedler menggunakan tiga variable yaitu :
1. Task Structure : Keadan tugas yang akan dihadapi apakah tugas tersebut tersusun sistematis        atau random.
2. Leader-Member Relationship : Hubungan antara pimpinan dan bawahan apakah kuat (saling      percaya, saling menghargai) atau lemah.
3. Position Power : Ukuran kekuasan seorang pemimpin yang dapat dilihat dari kekuasaan :
a). Legitimate Power
b). Reward Power
c). Coercive Power
d). Expert Power
e). Referent Power

2.2. Fungsi Kepemimpinan

Padaumunya FungsiKepemimpinan adalah mengusahakan agar kelompok yang dipimpinnya dapat mewujudkan tujuan dengan baik melalui kerjasama yang produktif dalam segala situasi. Menurut Sondang S. P. Siagian (1999) fungsi-fungsi kepemimpinan meliputi:

1. Pimpinan Sebagai Penentu Arah
Setiap organisasi dibentuk sebagai wahana untuk mencapai tujuan tertentu. Arah yang hendak ditempuh oleh organisasi menuju tujuannya harus sedemikian rupa sehingga mengoptimalkan pemanfaatan dari segala sarana dan prasarana yang tersedia. Perumus dan penentu strategi dan taktik tersebut adalah pimpinan dalam organisasi tersebut.

2. Pimpinan Sebagai Wakil dan Juru Bicara Organisasi
Kebijaksanaan dan kegiatan organisasi perlu dijelaskan kepada pihak luar agar pihak tersebut mempunyai pengetahuan yang tepat tentang kehidupan organisasi yang bersangkutan, dan yang paling bertanggung jawab sebagai wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan berbagai pihak tersebut adalah pimpinan organisasi. Pimpinan perlu mengetahui keputusan lain yang telah dibuat oleh pimpinan yang lebih rendah. Serta pengetahuan tentang berbagai kegiatan yang berlangsung dalam organisasi sebagai pelaksanaan dari berbagai keputusan yang telah diambil.

3. Pimpinan Sebagai Komunikator yang Efektif
Pemeliharaan hubungan baik ke luar maupun ke dalam dilakukan melalui proses komunikasi. Interaksi yang terjadi antara sesama anggota dalam suatu organisasi dimungkinkan karena komunikasi yang efektif. Komunikasi sangat diperlukan pimpinan dalam menyampaikan suatu keputusan dalam rangka pengendalian dan pengawasan, pengerahan bawahan dan menyampaikan informasi kepada pihak lain.

4. Pimpinan Sebagai Mediator
Dalam kehidupan organisasional, selalu ada saja situasi konflik yang harus diatasi, baik dalam hubungan ke luar maupun dalam hubungan ke dalam organisasi. Fungsi pimpinan sebagai mediator dalam hal ini difokuskan pada penyelesaian situasi konflik yang mungkin timbul dalam organisasi. Timbulnya situasi konflik dalam organisasi merupakan tantangan yang harus dihadapi pimpinan. Untuk mengatasinya secara rasional, objektif, efektif dan tuntas, dituntut kemampuannya berperan sebagai seorang mediator yang handal.
5. Pimpinan Sebagai Integrator
Adanya pembagian tugas, sistem alokasi daya, dana dan tenaga, serta diperlukannya spesialisasi pengetahuan dan ketrampilan dapat menimbulkan sikap, perilaku dan tindakan yang berkotak-kotak. Oleh karena itu diperlukan integrator terutama pada hirarki puncak, yaitu pimpinan. Hanya pimpinanlah yang berada “di atas semua orang dan semua satuan kerja yang memungkinkannya menjalankan peranan integratif yang didasarkan pada pendekatan yang holistik.
Berdasarkan pembahasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa keefektivan kepemimpinan dapat disoroti dari segi penyelenggaraan fungsi-fungsi kepemimpinan yang bersifat hakiki, yaitu sebagai penentu arah yang hendak ditempuh melalui proses pengambilan keputusan, sebagai wakil dan juru bicara organisasi dalam usaha pemeliharaan hubungan dengan pihak-pihak yang berkepentingan di luar organisasi, sebagai komunikator yang efektif, sebagai mediator yang rasional, objektif dan netral serta sebagai integrator. Dengan fungsi-fungsi kepemimpinan tersebut, seorang pimpinan dapat menggerakkan, mengarahkan dan mempengaruhi bawahannya.

 

2.3 Hubungan Kepemimpinan dan Organisasi

 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhE6BxejlulLV7vfmgEbIpYUv1LiTjN6IYrL_tJD0KFXHo1bxuHPpKGdnyWxehJEuHI-I1RQ0-1dVaNnBvE9FcxfFfK6EQt-GRrpMc92pH0qlj_-KzWHzOTwDsmyR4AxOT4wlwQfmhuxY8/s1600/hub+kepemimpinan+dan+organisasi.jpg

Dari  gambar  diatas  terlihat  bahwa  aspek  kepemimpinan  merupakan inti   dari   organisasi   yang   memegang   peranan   sangat   penting,   karena pemimpin adalah orang utama yang menentukan hitam putihnya organisasi yang  dibawahinya.  Kepemimpinan  adalah  suatu  kegiatan  mempengaruhi orang lain agar orang tersebut mau bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah  ditetapkan.  Kepemimpinan  juga  sering  dikenal  sebagai 
kemampuan untuk  memperoleh  konsensus  anggota  organisasi  untuk  melakukan  tugas manajemen agar tujuan organisasi tercapai.

2.4. Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit mencapai tujuan organisasi. Jika seorang pemimpin berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka orang tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah bagaimana seorang pemimpin melaksanakan fungsi kepemimpinannya dan bagaimana ia dilihat oleh mereka yang berusaha dipimpinnya atau mereka yang mungkin sedang mengamati dari luar (Robert, 1992). James et. al. (1996) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja. Gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, ketrampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya (Tampubolon, 2007).
Berdasarkan definisi gaya kepemimpinan diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dalam mengarahkan, mempengaruhi, mendorong dan mengendalikan orang lain atau bawahan untuk bisa melakukan sesuatu pekerjaan atas kesadarannya dan sukarela dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
Terdapat lima gaya kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi menurut Siagian (2002), yaitu:
1. Tipe pemimpin yang otokratik
Seorang pemimpin yang otokratik ialah seorang pemimpin yang:
- Menganggap organisasi sebagai milik pribadi
- Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
- Menganggap bahwa sebagai alat semata-mata
- Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat
- Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya
- Dalam tindaknya penggeraknya sering mempergunakan approach yang mengandung unsure    paksaan dan puntif (bersifat menghukum)

2. Tipe pemimpin yang militeristik
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud seorang pemimpin tipe militeristik berbeda dengan seorang pemimpin modern. Seorang pemimpin yang bertipe militeristik ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat:
- Dalam menggerakan bawahannya sistem perintah yang sering dipergunakan
- Dalam menggerakan bawahannya senang bergantung pada pangkat dan jabatan
- Senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan
- Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya

3. Tipe pemimpin yang paternalistik
- Menganggap bahwa sebagai manusia yang tidak dewasa
- Bersikap terlalu melindungi
- Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan
- Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil inisiatif
-Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkandaya kreasi dan  fantasi
- Sering bersikap mau tahu

4. Tipe pemimpin yang kharismatik
Harus diakui bahwa untuk keadaan tentang seorang pemimpin yang demikian sangat diperlukan, akan tetapi sifatnya yang negatif mengalahkan sifatnya yang positif.
5. Tipe pemimpin yang demokratik
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern karena:
- Ia senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritikan dari bawahan
- Selalu berusaha mengutamakan kerjasama teamwork dalam usaha mencapai tujuan
- Selalu berusaha menjadikan lebih sukses dari padanya
- Selalu berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin

Kepemimpinan memegang peran yang signifikan terhadap kesuksesan dan kegagalan sebuah organisasi. Sedangkan Robinss (2006) mengidentifikasi empat jenis gaya kepemimpinan antara lain:
1. Gaya kepemimpinan kharismatik
Para pengikut terpacu kemampuan kepemimpinan yang heroik atau yang luar biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka. Terdapat lima karakteristik pokok pemimpin kharismatik:
a. Visi dan artikulasi. Dia memiliki visi ditujukan dengan sasaran ideal yang berharap masa     depan lebih baik daripada status quo, dan mampu mengklarifikasi pentingnya visi yang dapat     dipahami orang lain.
b.  Rasio personal. Pemimpin kharismatik bersedia menempuh risiko personal tinggi,     menanggung biaya besar, dan terlibat ke dalam pengorbanan diri untuk meraih visi.
c. Peka terhadap lingkungan. Mereka mampu menilai secara realistis kendala lingkungan dan     sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat perubahan.
d. Kepekaan terhadap kebutuhan pengikut. Pemimpin kharismatik perseptif (sangat pengertian)     terhadap kemampuan orang lain dan responsive terhadap kebutuhan dan perasaan mereka.
e. Perilaku tidak konvensional. Pemimpin kharismatik terlibat dalam perilaku yang dianggap     baru dan berlawanan dengan norma.

2. Gaya kepemimpinan transaksional
Pemimpin transaksional merupakan pemimpin yang memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. Gaya kepemimpinan transaksional lebih berfokus pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa adanya usaha untuk menciptakan perubahan bagi bawahannya. Terdapat empat karakteristik pemimpin transaksional:
a. Imbalan kontingen: kontrak pertukaran imbalan atas upaya yang dilakukan, menjanjikan      imbalan atas kinerja baik, mengakui pencapaian.
b. Manajemen berdasar pengecualian (aktif): melihat dean mencari penyimpangan dari aturan     dan standar, menempuh tindakan perbaikan.
c. Manajemen berdasar pengecualian (pasif): mengintervensi hanya jika standar tidak dipenuhi.
d. Laissez-Faire: melepas tanggung jawab, menghindari pembuatan keputusan.

3. Gaya kepemimpinan transformasional
Pemimpin transformasional mencurahkan perhatian pada hal-hal dan kebutuhan pengembangan dari masing-masing pengikut, Pemimpin transformasional mengubah kesadaran para pengikut akan persoalan-persoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara-cara baru, dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan mengilhami para pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai sasaran kelompok. Terdapat empat karakteristik pemimpin transformasional:
a. Kharisma: memberikan visi dan rasa atas misi, menanamkan kebanggaan, meraih       penghormatan dan kepercayaan.
b. Inspirasi: mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan symbol untuk memfokuskan      pada usaha, menggambarkan maksud penting secara sederhana.
c. Stimulasi intelektual: mendorong intelegensia, rasionalitas, dan pemecahan masalah secara      hati-hati.
d. Pertimbangan individual: memberikan perhatian pribadi, melayani karyawan secara pribadi,     melatih dan menasehati.

4. Gaya kepemimpinan visioner
Kemamuan menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel, dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang tengah tumbuh dan membaik dibanding saat ini. Visi ini jika diseleksi dan diimplementasikan secara tepat, mempunyai kekuatan besar sehingga bisa mengakibatkan terjadinya lompatan awal ke masa depan dengan membangkitkan keterampilan, bakat, dan sumber daya untuk mewujudkannya.

2.5 Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan dengan Kepuasan Kerja
Perilaku pemimpin merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Menurut Miller et al. (1991) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai hubungan yang positif terhadap kepuasan kerja para pegawai. Hasil penelitian Gruenberg (1980) diperoleh bahwa hubungan yang akrab dan saling tolong-menolong dengan teman sekerja serta penyelia adalah sangat penting dan memiliki hubungan kuat dengan kepuasan kerja dan tidak ada kaitannya dengan keadaan tempat kerja serta jenis pekerjaan. Ramlan Ruvendi (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Imbalan dan Gaya Kepemimpinan Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan, Di Balai Besar Industri Hasil Pertanian Bogor”, menyatakan bahwa terdapat hubungan positif dan pengaruh signifikan antara variabel gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja pegawai Balai Besar Industri Hasil Pertanian Bogor. Diungkapkan pula bahwa gaya kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi (contingency). Indikasi turunnya semangat dan kegairahan kerja ditunjukkan dengan tingginya tingkat absensi dan perpindahan pegawai. Hal itu timbul sebagai akibat dari kepemimpinan yang tidak disenangi


PEMBAHASAN

Sekilas tentang Hary Tanoesoedibjo Harry Tanoesoedibjo lahir dengan nama lengkap Bambang Harry Iswanto Tanoesoedibjo di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 26 September 1965. Harry Tanoesoedibjo memiliki dua orang saudara yang bernama Hartono Tanoesoedibjo dan Bambang Rudianto Tanoesoedibjo. Harry Tanoe menyelesaikan pendidikan sarjana di Cartelon University, Ottawa-Kanada. Selanjutnya ia menyelesaikan S2nya di Ottawa University, Kanada. Pada usia 21 tahun, Harry Tanoe menikah dengan Liliana Tanaja. Harry Tanoe dan Liliana Tanaja memiliki lima anak yang terdiri empat orang putri dan satu orang putra. Mereka adalah Angela Herliani Tanoesoedibjo, Valencia Herliani Tanoesoedibjo, Jessica Herliani Tanoesoedibjo, Clarissa Herliani Tanoesoedibjo dan Warren Haryputra Tanoesoedibjo. Harry Tanoe mulai mengepakkan sayap bisnisnya dengan mendirikan perusahaan sekuritas di Surabaya pada tahun 1989 yaitu Bhakti Investama. Kegiatan pasar modal Jakarta yang semarak membuat Harry Tanoe memindahkan Bhkati Investama dari Surabaya ke Jakarta. Ini merupakan keputusan Harry Tanoe yang tepat. Empat tahun berlalu, Bhakti Investama pun mengantongi izin Bapepam untuk bergerak dalam underwriting.  Setelah mencapai sukses, Bhakti Investama melebarkan sayap bisnisnya ke ranah media. Dengan mendirikan perusahaan Media Nusantara Citra (MNC) pada tahun 1997. Namun pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia baru pada tahun 2002. Hary Tanoe pun menjadi pemimpin Bimantara Group16. Semenjak kepemimpinan Hary Tanoe, Bimantara Group merupakan bagian dari Media Nusantara Citra sebagai holding company. Kepemimpinan Hary Tanoe telah membawanya menjadi “Raja Media Muda Indonesia” lewat kepemimpinannya MNC berhasil menjadi perusahaan media terbesar dan terintegrasi. Bahkan kekayaan Hary Tanoe diperkirakan mencapai US$1,3 miliar, menurut survey majalah Forbes tahun 2012.

3.1 Dampak Kepemimpinan terhadap PartaiNasdem
Pemimpin mempunyai konotasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ketua. Karena itu dalam politik tidak dikenal istilah “ketua politik” melainkan “pemimpin politik”. Karenanya menjadi pemimpin politik tidaklah mudah.kepemimpinan politik di Indonesia saat ini berkaitan erat dengan pengusaha.trend ini seakan kembali berulang. Namun yang membedakan saat ini adalah maraknya pengusaha media yang terjun ke bidang politik melalui partai politik dengan menjadi ketua, anggota atau ketua dewan Pembina atau Pakar. Hary Tanoesoedibyo menjadi bukti konkretnya. Pengusaha kelahiran Surabaya, 26 September 1965 ini duduk sebagai Ketua Dewan Pakar PartaiNasdem. Keterlibatan Hary Tanoe sendiri didalam partai Nasdem secara nyata pada tanggal 26 Juli 2011saat deklarasi partai tersebut di Mercure Hotel,Ancol. Namun sepertinya kepemimpinan Hary Tanoe di Partai Nasdem lebih bercorak transaksional. J.M Burns mengatakan bahwa salah satu gaya kepemimpinan transaksional adalah Kepemimpinan Partai. Pertama, Hary Tanoe adalah Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem. Meskipun tidak menjadi Ketua Umum Partai Nasdem, Hary Tanoe dapat memberikan pengaruhnya lewat tugasnya sebagai Ketua Dewan Pakar Partai Nasional Demokrat. Kedua, bisa dilihat dari Kepemimpian Hary Tanoe di Partai Nasdem pun transaksional. Sebagai media owner Hary Tanoe, memanfaat seluruh media dan karyawannya untuk membantu Partai Nasdem. Dari wawancara diatas dapat dilihat bagaimana Hary Tanoe mengerahkan TIM MNCnya untuk membuat sistem database jumlah anggota partai. Selain itu secara realitas Hary Tanoe menggunakan media penyiarannya seperti televise dibawah MNC Groupnya seperti RCTI, MNC TV, Global Tv untuk menanyangkan iklan Partai Nasdem secara terus menerus. Selain itu terjadi bargaining antara Partai Nasdem dengan Hary Tanoe. Menggambarkan kebutuhan antara Hary Tanoe dengan Partai Nasdem. Partai Nasdem membutuhkan anggota untuk mendukungnya sedangkan Hary Tanoe membutuhkan pekerja untuk perusahaannya. Dengan begitu anggota Partai Nasdem memiliki kesempatan yang lebih besar untuk bekerja diperusahaan yang ditangani oleh Hary Tanoe dibandingkan dengan orang yang tidak menjadi anggota Partai Nasdem. Ini menandakan kemampuan, pengetahuan dan keterampilan menjadi prioritas nomor dua. Selain itu hubungan Hary Tanoe dan Partai Nasdem juga dapat dilihat bargaining politik yang dilakukannya dengan cara melakukan pertukaran antara kepentingan bisnis dan kepentingan politik.
Sebagai pengusaha media tentunya Hary Tanoe mempunyai kepentingan bisnis yaitu untuk mempertahankan, mengamankan dan melebarkan usaha medianya. Sementara Partai Nasdem mempunyai kepentingan politik untuk menjadi partai pemenang pemilu 2014. Kepentingan Partai Nasdem seperti yang disampaikan oleh Armyn Gultom, “Menang kita, kita pasti menang. Jangka pendeknya kan lolos verifikasi KPU, jangka panjangnya menang pemilu 2014. Kalo sudah menang pemilu baru bisa melakukan perubahan” Kepentingan bisnis Hary Tanoe juga terlihat dari kekhawatirannya terhadap capres pemilu 2014. Ini menegaskan bahwa kepentingan Hary Tanoe adalah untuk kepentingan bisnisnya semata. Keadaan bisnisnya yang telah “nyaman” ini, jangan sampai diganggu oleh para pesaingnya. Ini tentunya terkait dengan pencalonan presiden 2014. Hary Tanoe mengharapkan agar yang menjadi presiden di 2014, bersifat adil dalam membuat peraturan bisnis atau persaingan usaha. Ini menyebabkan Partai Nasdem menjadi sangat penting. Pemilu presiden 2014, hanya di ikuti oleh calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik. Sepertinya yang tertera pada UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 6A ayat 2 yang berbunyi “Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilu”. Dugaan motif ini muncul setelah adanya data LSI tentang mencari calon presiden 2014. Mega Wati mungkin mengungguli calon lain seperti Prabowo dan Aburizal jika diadakan pemilihan presiden yaitu Febuari 2012 serakang. Lalu melenggang ke puturan kedua bersama Prabowo.
 Namun bisa saja pada putaran kedua ini Prabowo berkemungkinan memenangkannya. Sayangnya pemilihan umum presiden masih dua tahun lagi. Trend pemilih yang memilih Prabowo dan Aburizal pun mulai meningkat. Keberadaan Hary Tanoe sebagai Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem tentunya sangat menguntungkan partai tersebut. Pertama, dampak kepemimpinan Hary Tanoe tentunya menjadi salah sumber pendanaan partai. Sumber pendanaan yang diberikan tidaklah selalu berupa uang, lewat perusahaan media yang dipimpinnya. Dengan cara mengiklankan iklan politik Partai Nasdem. Bagaimana bisa partai baru mampu mendanai iklan partai politik yang hampir mencapai 200 slot per hari? Biaya pembuatan/produksi iklan politik tidaklah murah itu belum lagi harga pemasangan iklan partai politik pada jam-jam tertentu dengan harga yang berbeda-beda pula. Kehadiran Hary Tanoe sebagai Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem tentunya sangat membantu partai tersebut dalam hal pengenalan dan promosi partai tersebut terhadap masyarakat. Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada bulan Maret 2012 menempatkan Partai Nasdem kedalam lima besar dengan berada diposisi keempat dengan perolehan 5.9% bila pemilu anggota DPR diadakan sekarang Grafik III.
4 Daftar partai lama plus partai partai baru: Partai atau calon dari partai yang dipilih bila pemilihan anggota DPR diadakan sekarang (%)

Dari grafik diatas peringkat pertama,
ditempati oleh Partai Golkar dengan perolehan sebesar 17,7%. Urutan kedua ditempati oleh PDIP dengan 13,6%, sementara partai presiden SBY hanya menempati urutan ketiga dengan 13,4%. Nasdem sendiri menempati urutan keempat dengan perolehan 5,9%. Lalu diposisi keenam dan ketujuh dengan 5,3% ditempati oleh PKB dan PPP. PKS menempati posisi kedelapan dengan perolehan 4,2%. Gerindra diposisi kesepuluh dengan 3,7%. Selanjutnya PAN
dengan 2,7%, lalu Hanura dengan 0,9% dan yang terakhir adalah Partai Nasional Republik pimpinan Tommy Suharto dengan 0,7%. Iklan politik Partai Nasdem diharapkan dapat menimbulkan efek framing terhadap para pemilih. Tujuan akhirnya adalah menggiring pemilih untuk memilih Partai Nasdem pada pemilu tahun 2014. Sementara pencitraan digunakan untuk memperkuat efek framing tersebut. Jika strategi ini berhasil maka Partai Nasdem dapat mencapai tujuan utamanya yaitu menjadi partai pemenang pemilu 2014. Kemungkinan Dampak yang ditimbulkan dilihat dari perspektif hubungan antara Media dan Demokrasi Kemungkinan dampak yang ditimbulkan dari kepemimpinan pengusaha media dan partai politik menyempitkan ruang public yang ada. Ini terkait dengan salah satunya bentuk demokrasi adalah terbuka ruang public bagi masyarakat. Media merupakan salah satu ruang publik itu sendiri. Karena itu keterbukaan ruang publik menjamin keberlangsungan demokrasi.
Perkembangan media dan demokrasi Indonesia pun menjadi berbalik arah. Seperti yang diawal dikatakan perkembangan media dalam hal ini pers saat kemerdekaan berada dalam posisi netralitas. Seiring dengan perkembangan zaman pers Indonesia semakin mengalami mengerucutan. Kemungkinan akan matinya demokrasi di Indonesia seakan menjadi kenyataan. Ini menguatakan bahwa hubungan antara media dan demokrasi dilihat melalui teori ruang publik, Jurgen Habermas. Lembaga penyiaran pers dalam hal ini media merupakan salah satu ruang publik. Dimana dalam setiap ruang publik, setiap masyarkat bebas menyampaikan aspirasi, kritik, usulan, informasi dll dan media harus menampungnya tanpa membedabedakan ras, suku, agama , etnis dll. Namun terdapat media yang memihak salah satu golongan saja, maka media pun akan jalan kearah media partisan. Ini tentunya menghancurkan netralitas media itu sendiri. Sebuah hal menyedihkan bagaimana terjadi polarisasi dalam media penyiaran Indonesia terhadap keterpihakan terhadap kelompok tertentu semakin membuat miris. Oleh karena itu “perkawinan” antara media dan politik menimbulkan media bias. Tentunya kenyataan ini dapat merobohkan demokrasi yang telah ada. Jadi tak heran jika nantinya media hanyalah alat untuk meraih kekuasaan yang ada. Selain itu media juga dijadikan sebagai salah satu sumber kekuassan baru.
Kepemimpinan merupakan hal wajib yang harus dimiliki oleh partai politik. Hal itu disebabkan partai politik merupakan sebuah organisasi yang bergerak dibidang politik. Kepemimpinan partai politik di Indonesia sangatlah beragam. Hal ini ditunjukan dengan berbagai profesi seperti intelektual, pedagang, buruh, guru, dsb yang terjadi dalam kepemimpinan partai politik saat masa colonial dan masa kemerdekaan. Perkembangan kepemimpinan partai di Indonesia yang saat marak saat ini adalah banyaknya pengusaha yang menjadi pemimpin partai politik. Fenomena baru kemudian terjadi, yaitu kemunculan Hary Tanoesoedibjo yang merupakan seorang Pengusaha Media sebagai Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem. Hubungan kepemimpinan pengusaha media dan partai politik pun mulai dipertanyakan. Maka untuk menjawab pertanyaan tersebut digunakanlah teori kepemimpinan politik J. M Burn yang mengindentifikasi kepemimpinan politik menjadi dua yaitu kepemimpinan tranformasional dan kepemimpinan transaksional.

Kepemimpinan yang transformasi (transforming leadership) dengan kepemimpinan transaksional (transaction leadership) mampu memotivasi para pengikut dengan menunjuk pada kepentingan diri sendii. Para politik tukar menukar pekerjaan, subsidi, dan kontrak kontrak pemerintah yang menguntungkan untuk memperoleh suara dan kontribusi untuk kampanye. Politik semacam inilah yang sekarang dikenal dengan politik dagang sapi yaitu melakukan tukar menukar sesuatu sehingga dapat saling menguntungkan diantara mereka. Kalau hal ini terus berlanjut akan mengakibatkan semakin runyam tata kehidupan bangsa Indonesia di masa masa yang akan datang. Dalam kepeminpinan seperti ini para pemimpin korporasi saling menukarkan upah dan status untuk usaha kerja.
Kepemimpinan transaksional menyangkut nilai-nilai. namun berupa nilai-nilai yang relevan bagi proses pertukaran, seperti kejujuran, keadilan, tanggung jawab dan pertukaran. Burns membedakan kepemimpinan transaksiona! Dan kepemimpinan yang mentransformasi dari pengaruh yang didasarkan atas kekuasaan birokratis. Organisasi organisasi birokratis menekankan kepada legitimate power dan menghormati peraturan-peraturan serta transisi, daripada pengaruh yang didasarkan atas pertukaran atau inspirasi. Kepemimpinan adalah sebuah proses, bukan sejumlah tindakan yang mempunyai ciri-ciri sendiri. Kepemimpinan sebagai sebuah arus antar hubungan yang berkembang yang padanya para pemimpin secara terus menerus membangkitkan tanggapan-tanggapan motivasi dari para pengikut dan memodifikasi perilaku mereka pada saat mereka menghadapi tanggapan atau perlawanan, dalam sebuah proses arus dan arus balik yang tidak pernah berhenti.
Kepemimpinan yang mentransformasi dapat dipandang baik sebagai sebuah proses mempengaruhi pada tingkat mikro antara para individu dan sebagai sebuah proses pada tingkat makro dalam memobilisasi kekuasaan untuk mengubah sistern sosial dan memperbaiki lembaga-lembaga. Pada analisis tingkat makro, kepemimpinan transformasional menyangkut membentuk, mengekspresikan dan menengahi konflik diantara kelompok-kelompok orang sebagai tambahan terhadap memotivasi orang. Memandang kepemimpinan transaksional sebagai sebuah pertukaran imbalan-imbalan untuk mendapatkan kepatuhan. Namun demikian, mendifinisikan kepemimpinan transaksional dalam arti yang lebih luas. Salah satu komponen dari perilaku transaksional (disebut perilaku "contingent rewards") mencakup kejelasan mengenai pekerjaan yang diminta untuk memperoleh imbalan imbalan dan penggunaan insentif dan contingent rewards untuk mempengaruhi motivasi. Komponen kedua (disebut "active management by exception") termasuk pemantauan dari para bawahan dan tindakan tindakan memperbaiki untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut telah dilaksanakan secara efektif. Komponen ketiga (disebut "passive management by exception") telah ditambahkan baru-baru ini oleh Bass dan kawan-kawannya. Termasuk di dalamnya penggunaan contingent punishment dan tindakan tindakan memperbaiki lainnya sebagai tanggapan terhadap penyimpangan yang nyala dari standar-standar kinerja yang dapat diterima. Model kepemimpinan transaksional inilah yang nampaknya diingini oleh generasi muda yang mengharapkan adanya suatu kepastian imbalan dengan standar standar kerja yang dapat diterima. Kepemimpinan transformasional sebagai proses-proses yang berbeda namun tidak saling eksklusif, dan diakui bahwa pemimpin yang sama dapat menggunakan kedua jenis kepemimpinan tersebut pada waktu waktu dan situasi yang berbeda.
Kesimpulan
Kepemimpinan tranformasional adalah kepemimpinan yang dimana pendekatan untuk mempengaruhinya tidak hanya melalui pendekatan rasional tetapi juga menggunakan pendekatan emosional. Sementara kepemimpinan transaksional adalah suatu proses kepemimpinan dimana pemimpin dan bawahan mendapatkan timbal balik atau reward sebagai upah atas jasa atau tindakan tindakan mereka. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah apa gaya kepemimpinan pengusaha media dalam partai politik. Dahulu sejak kemerdekaan, gaya kepemimpinan pengusaha atau pedagang adalah tranformasi, hal itu dilihat dari adanya tujuan yang sama yaitu merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Seiring berkembangnya zaman dan Indonesia merdeka, gaya kepemimpinan pengusaha pada umumnya lebih bercorak transaksional. Hal ini juga serupa dengan gaya kepemimpinan pengusaha media. Gaya kepemimpinan Hary Tanoe sebagai pengusaha media dalam partai Nasdem dilihat dari keterlibatan MNC Group dalam pembuatan iklan, sistem keanggotaan partai dll. Dari peryataan yang ada pada iklan politik partai Nasdem yang menampilkan Hary Tanoe semakin menguatkan gaya kepemimpinan transaksional. Tentunya dalam kepemimpinan gaya transaksional ini terdapat kepentingan yang saling dipertukarkan satu sama lain. Kepentingan Hary Tanoe sebagai pengusaha media lebih bersifat kepentingan bisnis. Kepentingan bisnis itu adalah untuk menjaga stabilitas bisnisnya dari gangguan yang disebabkan oleh faktor politik. Sementara kepentingan partai Nasdem adalah untuk memenangkan pemilu 2014. Kedua kepentingan ini saling bertemu dan menimbulkan simbiosis mutualisme. Hary Tanoe sebagai pengusaha membantu partai Nasdem dengan menyiarkan iklan dan berita tentang partai Nasdem lewat media yang dimilikinya. Harapannya adalah masyarakat mau memilih partai Nasdem pada pemilihan umum 2014, dengan melalui proses media framing. Ini ditunjukan dengan beradanya partai Nasdem dalam urutan empat besar partai politik yang memiliki elektabititas untuk memenangkan pemuli jika pemilu diadakan pada saat ini dalam survey yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia. Sementara partai Nasdem membantu Hary Tanoe dengan menggunakan kekuatan politiknya untuk mempengaruhi lawan ataupun pemerintah. Iklan, pemberitaan dan talkshow tentang partai Nasdem yang ada media yang dimiliki oleh Hary Tanoe dan Surya Paloh sangat berdampak pada perkembangan partai Nasdem. Persentase pemilih partai Nasdem ini pun cukup mencengangkan yaitu sekitar 5,9%. Ini disebabkan media yang berada dalam naungan petinggi partai Nasdem membuat konsep pengenalan hingga menciptaan image building yang positif berjalan sangat dominan. Meskipun menyebabkan beberapa partai politik mendapatkan dampak negative dari hal tersebut. Seperti yang dialami oleh partai Demokrat. Penggunaan media massa secara dominan untuk partai Nasdem pun menuai protes. Hal ini terkait dengan hubungan media dan demokrasi itu sendiri. Media merupakan pilar ke empat demokrasi.
Sehingga bagaimana bisa media yang seharusnya digunakan mendukung demokrasi justru mengerucutkan demokrasi itu sendiri. Ini sebenarnya tak terlepas pada bias media itu sendiri. Media mempunyai dua sisi yang saling berlainan dan menimbulkan kontradiksi satu sama lain. Media dengan sisi ekonomi tidak dapat disalahkan jika adanya campur tangan kepentingan pemilik media disana. Sehingga kepentingan pemilik ini dapat sangat bertentangan dengan kepentingan demokrasi. Dari perspektif hubungan media dan demokrasi, penggunakan media untuk partai tertentu sepertinya yang dilakukan partai Nasdem akan berakibat pada kemunduran demokrasi itu sendiri. Kemunduran demokrasi dapat dilihat dari semakin sempitnya ruang public(dalam hal ini media) yang ada. Akibat keterpihakan media pada partai politik tertentu. Dimana jangka panjangnya berkemungkinan akan matinya demokrasi yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, untuk menjaga keberlangsungan demokrasi perlunya peran aktif dan ketegasan Komisi Penyiaran Indonesia dalam menangani masalah pengguna media untuk kepentingan partai politik tertentu.


DAFTAR PUSTAKA

Alfian,  M. Alfan. 2009. Menjadi Pemimpin Politik: Perbincangan Kepemimpinan dan            Kekuasaan.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama..

Bland, Michael dan Alison Theaker dkk. 2001. Hubungan Media yang Efektif. Jakarta: Penerbit              Erlangga.
Sentot Wahyono, Imam. 2010. Perilaku Organisasi. Jakarta: Graha Ilmu.
Sondang P. Siagian. 1999. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudibyo, Agus. 2004. Ekonomi Politik Media Penyiaran. Yogyakarta: LKIS & Institut Studi            ArusInformasi.
http://profiltokohdepok.wordpress.com/nurmahmudi- ismail-msc/ diakses pada 16 November             2015
http://peace.home.xs4all.nl/pubeng/mov/ movto/ad.html diakses pada 16 November 2015
h t t p : / / i d . w i k i p e d i a . o r g / w i k i / Silvio_Berlusconi diakses pada 16 November            2015
http://www.pks.or.id/content/sejarahringkas diakses pada 16 November 2015
http://www.republika.co.id/berita/nasional/ politik/12/03/11/m0pvk3-lsi-golkardan- nasdem           naik-karena-iklan dilihat pada 16 November 2015
by : Elvira Zahara




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritikan Terhadap Teori Talcott Parsons : Fungsionalisme Struktural

Talcott Parsons: Fungsionalisme Struktural                                 Pendahuluan  Di era modernisasi bahwa keilmuan merupakan sarat utama yang harus di miliki oleh manusia agar dapat menjalankan hidup secara dinamis dan kontekstual. Unsur-unsur yang bersifat rasional sangat dijunjung tinggi sebagai pembuktian tentang hal tersebut sehingga dapat dikategorikannya ke dalam sebuah ilmu yang bersifat ilmiah. Berbagai pendekatan dalam kajian dunia keilmuan merupakan hal yang terpenting untuk memperkuat fakta dan data agar dapat dijadikan sesuatu yang empiris berdasarkan rasionalitas manusia. Secara normatif, sesuatu dikatakan sebagai ilmu dalam konteks sekarang salah satunya adalah memiliki teori di dalamnya. Teori berfungsi sebagai pisau analisis dari sebuah keilmuan. Tingkat pengelompokan teori-teori dalam keilmuan pada hakekat dan perkembangannya dibagi ke dalam beberapa bagian sesuai deng...

Ngurus Surat Bebas Narkoba, Surat Sehat dan Surat Tidak Sakit Jiwa di RS Permerintah Medan

Berbagi cerita mengurus surat keterangan bebas Narkoba di Rumah Sakit Umum Pemerintah Pirngadi Medan. Untuk melengkapai berkas pengurusan NIDN saya harus melampirkan beberapa berkas, salah satunya yaitu surat bebas narkoba, surat keterang sehat, dan tidak sakit jiwa. Saya dtg ke RS Pirngadi Medan sekitar pukul 10.00 pagi, saya fikir langsung ke bagian test..ehhhh ternyata saya harus mendaftar dulu ke loket rawat inap yg ada di ujung bangunan rumah sakit..distu saya harus bayar Rp.15.000 untuk mendaftar. Setelah itu naik ke lantai 3 untuk tes bebas narkoba, dtg ke loket tunjukin kertas kuitansi dr yg 15rb td terus nanti nama kita di cetakin barecode, dan di tempelin sprti stiker di wadah kecil untuk menampung air seni, tp sblm itu harus kekasir dulu untuk bayar Rp.160.000. Selesai membayar karna menunggu hasilnya sekitar 1 jam lebih jadi saya putuskan untuk buat surat keterangan sehat. turun lah saya ke lantai 2 dengan menggunakan lift, sampai disana keruangan sus...

Gaya Kepemimpinan Organisasi HMI

                 GAYA KEPEMIMPINAN DI ORGANISASI HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM Pendahuluan 1.1   Latar Belakang Mahasiswa adalah seseorang yang belajar/ menuntut ilmu di perguruan tinggi tertentu dan masih terdaftar di perguruan tinggi tersebut. Dengan demikian mahasiswa merupakan kaum intelektual yang memiliki tanggungjawab sosial yang khas sebagai mana yang telah dirumuskan oleh Edward Shill. menurutnya kaum intelektual memiliki lima fungsi yakni mencipta dan menyebar kebudayaan tinggi, menyediakan bagan-bagan nasional dan antar bangsa, membina keberdayaan dan bersama, mempengaruhi perubahan sosial dan memainkan peran politik. Sedangkan menurut Arbi Sanit mahasiswa cenderung terlibat dalam tiga fungsi terakhir. Berdasar beberapa pendapat di atas tentunya kita selaku mahasiswa harus menyadari fungsi dan perannya di masyarakat, sehingga bisa menempatkan diri secara proporsional sesuai den...