GAYA
KEPEMIMPINAN AUNG SAN SUU KYI DALAM PARTAI NATIONAL
LEAGUE FOR DEMOCRACY (NLD)
A.
Latar Belakang
Myanmar adalah salah satu kawasan yang berada di Asia
Tenggara yang hingga kini dikuasai oleh militer. Setelah memperoleh kemerdekaan
dari Inggris pemerintahan Burma membentuk republik dengan Sao Shwe Thaik
sebagai presiden dan U Nu sebagai perdana menteri. Pasca merdeka demokrasi
sempat berlangsung di Burma, tetapi berhenti sejenak tatakala militer yang
dipimpin oleh Jendral Ne Win melakukan kudeta (1958-1960). Demokrasi bersemi
kembali setelah pemilu 1960 yang dimenagkan oleh U Nu dengan partai Union
Party. Namun razim militer kembali mengemukakan pengambilan pemerintahan sipil
1962. Keberhasilan kudeta yang dilakukakan oleh Ne Win ini dapat dikatakan
sebagai awal runtuhnya demokrasi di Myanmar.
Berbagai kegiatan regresif yang dilakukan oleh Ne Win
menyebabkan masalah intern yang harus dihadapi Burma. Sehingga ketidakpuasan
masyarakat kepada Junta milliter ini mendorong lahirnya protes besar 1988.
Rakyat menuntut kembalinya demokrasi multipartai dan digantinya pemerintahan.
Kemudian Ne Win mundur digantikan oleh Saw Maung. Dengan kekuasaan Saw Maung
merencanakan penyelenggaraan pemilu untuk memilih anggota parlemen dengan
memberlakukan Undang-Undang Drurat dan membekukan konstitusi 1974. Hasil pemilu
tidak di akui oleh militer karena Aung San Suu Kyi yang memenangkannya.
Jendral Saw Maung mundur dan digantikan oleh Than Shwe, Ia
mencabut UU Drurat 16 September 1992. Dengan karakteristik pemerintahan yang
sama yaitu otoriter, represif dan totaliter. Pengelakkan hasil pemilu dan
pengambilalih kekuasaan oleh militer karena ia menganggap prodemokrasi ancaman
bagi supremasi militer.
Masalah yang terjadi di Myanmar menyedot perhatian dunia
Internasional, yang dikarenakan banyaknya penindasan keras kepada demonstrasi
yang menentang pemerintahan. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Junta
telah membuat rakyat menjadi miskin, dan kebijakan domestik Junta telah
menciptakan kondisi yang mengancam ketidakstabilan di wilayah ASEAN yang
berujung pada kesinisan sikap Internasional. Proses percobaan mempengaruhi
Junta agar melakukan perubahan telah dilakukan PBB dan ASEAN.
Sejarah kehidupan Aung San Suu Kyi sebagai pemimpin gerakan
demokrasi Mmyanmar. Aung San Suu Kyi lahir pada 19 Juni 1945 di kota Yangoon.
Aung San Suu Kyi adalah seorang putri dari pahlawan perjuangan Kemerdekaan
Mmyanmar, yaitu Aung San yang tewas beberapa bulan sebelum Myanmar merdeka dari
Inggris pada tahun 1948. Aung San Suu Kyi mengenyam pendidikan di Yangoon
sampai tahun 1960. Ketika ibunya Daw Khin Kyi ditunjuk sebagai Dubes untuk
India dan kemudian Aung San Suu Kyi melanjutkan pendidikannya di Universitas
Delhi, di India. Pada tahun 1964 sampai 1967 ia belajar ilmu filsafat, politik,
dan ekonomi di St Hugh’s College, Universitas Oxford di Inggris dan meraih
gelar sarjana muda.
Dua tahun setelah meraih gelar sarjananya, Aung San Suu Kyi
pergi ke New York untuk bekerja di PBB. Disana Suu Kyi mulai membentuk gagasan
politiknya. Pada tahun 1972 Suu Kyi menikah dengan seorang dosen di Oxford yang
berasal dari Inggris yaitu Michael Aris, putra pertama Suu Kyi adalah Alexander
yang lahir pada tahun 1973, dan putra kedua yang bernama Kim lahir pada tahun
1977. Ketika Aung San Suu Kyi pulang ke Myanmar untuk merawat ibunya yang
sakit, Suu Kyi melihat negaranya sedang dilanda gelombang protes terhadap Junta
Militer, yang memengang tampuk kekuasaan pada tahun 1962. Demokrasi-demokrasi
tersebut makin menyebar ke seluruh Negara Myanmar dan semakin berkembang dengan
pesat, Aung San Suu Kyi yang saat itu terkejut melihat keadaan negaranya lalu menulis
surat terbuka kepada pemerintah Junta Militer pada tanggal 15 Agustus 1988, dan
menawarkan diri untuk membantu sebagai pihak menengah antara pihak militer
dengan para mahasiswa. Tawaran tersebut mendapat dukungan dari beberapa
pimpinan yang pro militer. Pada tanggal 24 september 1988 Suu Kyi juga ikut
dalam mendirikan partai NLD, yang terdiri dari 105 partai oposisi yang
menentang pemerintahan Junta Militer. Kemudian Suu Kyi menyampaikan pidato
kampanye NLD sebagai bentuk persiapan mengikuti pemilihan umum Nasional pada
tahun 1990.
Ditengah-tengah pergolakan politik didalam negeri, setelah partai PPSM yang dibentuk Ne Win menolak untuk mengadakan referendum untuk kelanjutan Negara Myanmar, rumah Aung San Suu Kyi mengajarkan pada para aktitivis politik. Aung Saan Suu Kyi mengajarkan akan hak asasi manusia. Aksi-aksi demikrasi masa berakhir dengan pertumpahan darah, penguasa melakukan pembantaian sebagai upaya untuk membendung gelombang pemberontakan diseluruh Negara Myanmar. Aung San Suu Kyi tidak dapat melupakan suasana Yangon yang serba mendua, yaitu antara merebaknya harapan sekaligus ketakutan, kegembiraan, dan keputusasan.
Ditengah-tengah pergolakan politik didalam negeri, setelah partai PPSM yang dibentuk Ne Win menolak untuk mengadakan referendum untuk kelanjutan Negara Myanmar, rumah Aung San Suu Kyi mengajarkan pada para aktitivis politik. Aung Saan Suu Kyi mengajarkan akan hak asasi manusia. Aksi-aksi demikrasi masa berakhir dengan pertumpahan darah, penguasa melakukan pembantaian sebagai upaya untuk membendung gelombang pemberontakan diseluruh Negara Myanmar. Aung San Suu Kyi tidak dapat melupakan suasana Yangon yang serba mendua, yaitu antara merebaknya harapan sekaligus ketakutan, kegembiraan, dan keputusasan.
Berdasarkan
pendidikan dan kemampuanya menulis, serta pengalamannya di PBB, Jepang, India,
dan Negara bagian pegunungan Himalayadan dan pengamatannya di Myanmar, Suu Kyi
memberikan komentar dan kritik atas pemerintahan militer dan mengemukakan
alternatife untuk kembali kepada gagasan ayahya (Aung San). Aung San Suu Kyi
berbekal kecakapannya dan pengalamnnya dibidang politik, Suu Kyi melangkah ke
dalam revolusi pada tahun 1988. Aung San Suu Kyi tidak pernah sangsi bahwa
rakyat akan cepat menerimanya, karena Suu Kyi diidentifikasikan dengan ayahnya
oleh masyarakat. Aung San Suu Kyi menjabarkan gagasan ayahnya ke dalam demokrasi.
Pada awalnya Suu Kyi menuntut pembentukan pemerintahan sementara yang adil
untuk mengawasi pemilihan umum nasional yang didalam rakyatna bebas untuk
membentuk partai, memilih pemimpin dan memperjuangkan kekuasaan. Dengan tajam
Aung San Suu Kyi mengencam perlakuan Junta Militer yang menganggu dan
menahannya, ketika melakukan perjalanan ke daerah-daerah, dan Suu Kyi
menggambarkan pemerintahan tersebut sebagai fasis, dan yang melakukan gangguan
terhadap perubahan secara damai. Pada bulan Juni 1989, secara terbuka Suu Kyi
menuduh Ne Win sebagai pemimpin dari semua penderitaan rakyat dan orang yang
merusak segala sesuatu yang telah direncanakan terhadap orang-orang yang
berkuasa dan Ne Win sebagai kekuatan di belakangnya, Aung San Suu Kyi tidak
bermagsud untuk memecah belah atau melemahkan pihak militer.
Tuntutan yang sebenarnya baru muncul pada tanggal 19 Juli
1989, didalam peringatan hari martir yang secara tradisional mengenang jasa
Aung San dan kabinetnya. Pihak militer telah mengatur upacara tersebut dengan
mengundang Aung San Suu Kyi untuk bergabung dengan para pemimpin Negara yang
memperingati peristiwa tersebut. Aung San Suu Kyi menolak dan mengatakan bahwa
dia ingin menghormati ayahnya dengan caranya sendiri. Dalam menghadapi yang
disebabkan oleh serangkaian kejadian tersebut, Aung San Suu Kyi
membatalakan kunjungan upacara peringatan tersebut guna mencegah pertumpahan
darah, setelah mengetahui banyak mahasiswa yang menyertainya. Keesokan harinya
pada tanggal 20 Juli 1989, pihak Junta Militer menyerang para mahasiswa dan
Aung San Suu Kyi dikenai tahanan rumah dan memutuskan hubungan dengan para
pengikutnya dan dunia luar. Bahkan mereka juga menahan Tin U selaku ketua
partai NLD.
Kepulangan
Aung San Suu Kyi ke Myanmar bersamaan dengan maraknya pemberontakan yang
dilakukan mahasiswa dan masyarakat untuk melawan rezim Junta Militer Ne Win.
Aung San Suu Kyi kemudian muncul sebagai tokoh pergerakan rakyat Myanmar
meskipun dikenai tahanan rumah pada tahun 1989, namun partai yang didirikan
Aung San Suu kyi tetap memenagkan pemilihan umum nasional pada tahun1990. Sejak
saat itu, selain pemerintah Junta Militer menolak membebaskan Suu
Kyi,pemerintah juga menolak untuk menyerahkan tampuk kekuasaan pada partai yang
memenangkan pemilihan umum pada tahun 1990, yaitu partai NLD.
Tujuh
bulan berikutnya Aung San Suu Kyi berkeliling Myanmar yang disebut sebagai
“mencoba perairan politik”. Aung San Suu Kyi mengunjungi wilayah Irawadi,
Magwe, Mandalay, dan daerah sagaing di Myanmar Hulu, maupun dua kota dibagian
Shan dan Mon dimana kekuatan pemberontak mempunyai pengaruh yang sangat besar
untuk menghimpun kekuatan guna melawan Junta Militer.
Pengertian
Kepemimpinan
Menurut Griffin dan Ebert, kepemimpinan
(leadership) adalah proses memotivasi
orang lain untuk mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Lindsay dan Patrick dalam membahas “Mutu Total dan Pembangunan
Organisasi” mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu upaya merealisasikan
tujuan perusahaan dengan memadukan kebutuhan para individu untuk terus tumbuh
berkembang dengan tujuan organisasi. Perlu dketahui bahwa para individu
merupakan anggota dari perusahaan. Peterson at.all mengatakan bahwa
kepemimpinan merupakan suatu kreasi yang berkaitan dengan pemahaman dan
penyelesaian atas permasalahan internal dan eksternal organisasi.
Dari
ketiga definisi tersebut dapat dinyatakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu
upaya dari seorang pemimpin untuk dapat merealisasikan tujuan organisasi
melalui orang lain dengan cara memberikan motivasi agar orang lain tersebut mau
melaksanakannya, dan untuk itu diperlukan adanya keseimbangan antara kebutuhan
individu para pelaksana dengan tujuan perusahaan. Lingkup kepemimpinan tidak
hanya terbatas pada permasalahan internal organisasi, melainkan juga mencakup
permasalahan eksternal.
Kepemimpinan
lebih erat kaitannya dengan fungsi penggerakan (actuating) dalam manajemen. Fungsi penggerakan mencakup kegiatan
memotivasi, komunikasi, pelatihan, dan bentuk-bentuk pengaruh pribadi lainnya.
Fungsi tersebut juga dianggap sebagai tindakan mengambil inisiatif dan
mengarahkan pekerjaan yang perlu dilaksanakan dalam sebuah organisasi. Dengan
demikian actuating sangat erat
kaitannya dengan fungsi-fungsi lainnya.
Domingo,
dalam membahas kepemipinan kualitas (quality
leadership) mengemukakan bahwa manajemen tingkat puncak harus kokoh
berinisiatif untuk mengedepankan pentingnya kepemimpinan kualitas. Pimpinan
puncak harus mendorong seluruh bawahan atau pengikutnya serta juga dapat
menjadi teladan. Segala pikiran dan perkataannya harus merefleksikan filosofi
kualitas yang diterapkan organisasi apapun. Pimpinan puncak harus berpikir dan
bertindak demi kualitas dalam segala situasi dan bersedia mendengarkan siapa
pun, bahkan dari seseorang yang berada di tingkat paling bawah, yang mau
menyumbangkan pendapatnya untuk peningkatan kualitas. Domingo mengartikan
kualitas sebagai “melakukan sesuatu yang benar secara benar sejak awal” (“doing the right thing right the first time”).
Dari tiga hal yang dikemukakan Domingo tersebut dapat diketahui bahwa seorang
pemimpin harus selalu berorientasi pada keberhasilan kepemimpinannya. Seluruh
kekuatannya difokuskan pada upaya mendorong dan memotivasi bawahannya agar mau
melaksanakan kegiatan untuk mencapai kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi
dan setiap langkah serta penampilannya diharapkan menjadi suri teladan bagi
bawahannya. Dengan demikian pemimpin yang baik selalu memberikan pelayanan
terbaik kepada bawahannya, bukan sebaliknya, minta dilayani oleh para
bawahannya. Seorang pemimpin juga rela mengorbankan kepeningan pribadinya untuk
kemajuan para bawahannya, yang sebenarnya hal ini juga untuk keberhasilan
organisasinya.
Gaya Kepemimpinan
Pada
awal kemunculan teori kepemimpinan telah diidentifikasikan berbagai kondisi
para pemimpin hebat. Penampilan fisik, intelegensia, dan kemampuan berbicara di
kalangan publik merupakan ciri khas yang harus dimiliki oleh para pemimpin.
Pada waktu itu banyak diyakini bahwa orang bertubuh tinggi lebih baik kemampuan
memimpinnya dibandingkan dengan orang yang bertubuh pendek. Namun belakangan
ini telah terjadi pergeseran, cara pandang tidak lagi pada penampilan fisik,
melainkan pada gaya kepemimpinan. Griffin dan Ebert mengemukakan 3 (tiga) gaya
kepemimpinan, yaitu: (1) gaya otokratik (autocratic
style), (2) gaya demokratik (democratic
style), dan (3) gaya bebas terkendali (free-rein
style).
Pemimpin
dengan gaya otokratik pada umumnya
memberikan perintah-perintah dan meminta bawahan untuk mematuhinya. Para
komandan militer di medan perang umumnya menerapkan gaya ini. Pemimpin yang
menerapkan gaya ini tidak memberikan cukup waktu kepada pengikutnya untuk
bertanya. Gaya ini juga cocok untuk diterapkan pada situasi di mana pimpinan
harus cepat mengambil keputusan sehubungan adanya desakan para pesaing. Gaya
otokratik ini tidak selalu jelek seperti persepsi selama ini. Untuk menghadapi
anggota tim yang malas, tidak dsiplin, susah diatur, dan selalu menjadi trouble
maker, gaya kepemimpinan otokratik sangat tepat untuk digunakan oleh seorang
ketua tim.
Pemimpin
dengan gaya demokratik pada umumnya
meminta masukan kepada para bawahan/stafnya terlebih dahulu sebelum mengambil
keputusan. Sebagai contoh, seorang manajer teknik di bagian produksi
melontarkan gagasannya terlebih dahulu kepada kelompok yang berhubungan dengan
pekerjaan tersebut untuk mendapatkan tanggapan dan atau masukan sebelum
mengambil keputusan.
Pemimpin
dengan gaya bebas terkendali pada
umumnya memposisikan dirinya sebagau konsultan bagi para bawahannya dan
cenderung memberikan kewenangan kepada para bawahan untuk mengambil keputusan.
Dengan gaya ini seorang pemimpin lebih menekankan kepada unsur keyakinan bahwa
kelompok pekerja telah dapat dipercaya karena seringnya menyampaikan pendapat dan
gagasannya, telah mengetahui apa yang harus dikerjakan dan mengetahui bagaimana
mengerjakannya sehingga pemimpin hanya tut
wuri handayani.
Ketiga
gaya kepemimpinan tersebut dapat digunakana oleh seorang ketua tim sesuai
dengan situasi yang dihadapinya. Situasi di sini meliputi waktu, tuntutang
pekerjaan, kemampuan bawahan, pimpinan, teman sekerja, kemampuan dan
harapan-harapan bawahan, serta kematangan bawahan.
Hubungan Teori
Kepemimpinan dengan Gaya/Perilaku Kepemimpinan
Semua
gaya/perilaku kepemimpinan seperti diuraikan di atas tidak dapat dilepaskan
hubungannya atau terkait erat dengan teori kepemimpinan untuk mengefektifkan
organisasi sebagaimana telah banyak disinggung dalam uraian-uraian terdahulu.
Sehubungan dengan itu dalam implementasi empat orientasi berdasarkan teori
kepemimpinan dapat ditemui di dalam tipe/gaya tertentu yang relevan. Pola
orientasi kepemimpinan yang pengimplementasiannya terkait dengan gaya atau
perilaku kepemimpinan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Kepemimpinan
yang berorientasi/mementingkan tugas
Orientasi
kepemimpinan ini mengutamakan efektivitas organisasi melalui pelaksanaan
tugas/pekerjaan secara tepat/benar, tanpa membuat kesalahan. Dengan cara
tersebut teori ini berpendapat tujuan organisasi dapat dicapai secara maksimal.
Kepemimpinan dengan orientasi ini memiliki kecenderungan pada
pengimplementasian gaya atau perilaku yang termasuk dalam tipe kepemimpinan
otoriter. Pemimpin berasumsi bahwa tuga-tugas dan cara melaksanakannya yang
sudah diatur dan ditetapkan, tidak memerlukan partisipasi anggota organisasi
untuk memperbaiki atau mengubahnya meskipun dengan maksud untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitasnya dalam mencapai tujuan organisasi.
2.
Kepemimpinan
berorientasi/mengutamakan hubungan
Kepemimpinan
dengan orientasi ini dalam mewujudkan pekerjaan mengutamakan interaksi timbal
balik antara pimpinan dengan anggota organisasi/bawahan berdasarkan hubungan
manusiawi yang hormat menghormati dan saling menghargai satu dengan yang lain.
Pemimpin dengan orientasi ini sangat terbuka pada partisipasi anggota
organisasi, yang selaran dengan Tipe Kepemimpinan Demokratis. Partisipasi
anggota dilakukan dengan memberikan kesempatan yang luas pada anggota
organisasi dalam menyempaikan kreativitas, inisiatif, pendapat, saran dan
kritik. Orientasi kepemimpinan ini dalam implementasi gaya atau perilaku
kepemimpinan yang bersifat manusiawi karena dilaksanakan dengan menghargai dan
mampu menyalurkan perbedaan anggota organisasi yang berbeda kemampuannya dalam bekerja.
3.
Kepemimpinan
berorientasi/mementingkan hasil
Kepemimpinan
dengan orientasi ini menuntut hasil kerja yang sesuai standar dari setiap
anggota organisasinya, yang akan berdampak pada hasil keseluruhan organisasi
yang harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian berarti
juga hasil yang dicapai setiap anggota organisasi merupakan bagian atau harus
mampu mendukung pencapaian tujuan organisasi. Dalam kondisi itu pemimpin
cenderung tidak mempersoalkan cara mencapai tujuan organisasi, antara lain
apakah hasil kerja individu atau hasil kerjasama di dalam tim kerja (team
work), apakah menggunakan sedikit atau banyak bahan, dll. Orientasi
kepemimpinan ini terfokus pada hasil maksimal yang dapat dicapai, karena
pemimpin memiliki ambisi yang kuat dalam menuntut prestasi kerja terbaik dari
setiap anggota organisasi tanpa mempersoalkan cara mencapainya.
4.
Kepemimpinan
yang berorientasi/mengutamakan anggota organisasi
Orientasi ini
disebut juga orientasi pada manusia karena kegiatan kepemimpinan disesuaikan
dengan situasi/kondisi anggota organisasi sebagai manusia yang unik dan
kompleks. Dengan kata lain kepemimpinan imerupakan kepemimpinan yang sangat
fleksibel dalam arti mampu mengubah gaya kepemimpinannya setiap kali terjadi
perubahan situasi/kondisi anggota organisasinya. Salah satu contohnya terlihat
pada kepemimpinan di lingkungan partai politik. Jauh sebelum pemilu
kepemimpinan ketua partai cenderung bersifat otoriter dengan memecat setiap
anggota organisasi yang tidak menjalankan atau berperilaku menantang garis
perjuangan partainya. Setelah memasuki dan selama masa kampanye kepemimpinan
ketua partai cenderung demokratis, dengan memberikan kesempatan pada anggota
partainya menyampaikan kreativitas, inisiatif dll sesuai kematangannya dalam
memilih dan melaksanakan strategi dan taktik (cara) berkampanye yang paling
efektif untuk merebut kemenangan.
Gaya/Perilaku
Kepemimpinan Lainnya
Dalam
kenyataannya sulit untuk dibantah bila dikatakan terdapat beberapa gaya atau
perilaku kepemimpinan yang tidak dapat dikategorikan ke dalam salah satu tipe
kepemimpinan yang telah diuraikan terdahulu. Sehubungan dengan itu
sekurang-kurangnya terdapat empat gaya atau perilaku kepemimpinan yang seperti
itu. Keempat gaya tersebut adalah (1) gaya atau perilaku kepemimpinan ahli
(expert), (2) gaya atau perilaku kepemimpinan kharismatik, (3) gaya atau
perilaku kepemimpinan paternalistik, dan (4) gaya atau perilaku kepemimpinan
transformasional.
1.
Gaya atau
Perilaku Ahli (Expert)
Gaya atau perilaku kepemimpinan ini
didasarkan pada kepemilikan keahlian tertentu oleh seorang pemimpin sesuai
dengan bidang yang menjadi tugas pokok/pekerjaan utama di lingkungan sebuah
organisasi. Misalnya, pemimpin sebuah rumah sakit harus seorang dokter yang
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang memungkinkannya membuat keputusan
secara tepat/baik berdasarkan keahliannya. Demikian pula manajer sebagai
pimpinan di lingkungan sebuah perusahaan/industri haruslah seorang yang ahli
dalam bidang ekonomi dan jenis bisnisnya.
2.
Gaya atau
Perilaku Kepemimpinan Kharismatik
Gaya atau kepemimpinan kharismatik ini
bersandar pada karakteristik kualitas kepribadian yang istimewa sehingga mampu
menciptakan kepengikutan pada pemimpin sebagai panutan, yang memiliki daya
tarik yang sangat memukau, dengan memperoleh pengikut yang banyak (sangat
besar) jumlahnya. Kepemimpinan kharismatik dapat diartikan juga sebagai
kepemimpinan yang memiliki kekuasaan yang kuat dan tetap serta dipercayai oleh
pengikut-pengikutnya. Sejalan dengan pengertian itu dikatakan oleh Fred Luthans
(1995) bahwa charismatic leadership is
throwback to the old conception of leader as being those who by the force of
their personal abilities are capable of having profound and extraordinary
effects on followers.
Yulk (1989) mengetengahkan indikator
kepemimpinan kharismatik sebagai berikut:
1. Pengikut-pengikutnya
meyakini kebenarannya dalam acara memimpin.
2. Pengikut-pengikutnya
menerima gaya kepemimpinannya tanpa bertanya
3. Pengikut-pengikutnya
memiliki kasih sayang kepada pemimpinnya
4. Kesadaran untuk
mematuhi perintah pimpinannya
5. Dalam
mewujudkan misi organisasi melibatkan pengikutnya secara emosional
6. Mempertinggi
pencapaian kinerja (performance)
pengikutnya
7. Dipercayai
pengikutnya bahwa dengan kepemimpinannya akan mampu mewujudkan misi
organisasinya.
Sehubungan dengan indikator-indikator
di atas, berarti kepemimpinan kharismatik memiliki kebutuhan kuat akan
kekuasaan (strong need for power),
memiliki percaya diri yang tinggi (high
self confidence) dan pendirian (prinsip) yang kuat pula dalam mewujudkan
kepercayaan dan idealitasnya (strong
conviction in their own belief and ideals).
3.
Gaya atau
Perilaku Kepemimpinan Paternalistik
Kepemimpinan paternalistik adalah
pemimpin yang perannya diwarnai oleh sikap kebapak-bapakan dalam arti bersifat
melindungi, mengayomi dan menolong anggota organisasi yang dipimpinnya.
Pemimpin merupakan tempat bertanya dan menjadi tumpuan harapan bagi pengikutnya
dalam menyelesaikan masalah-masalah. Sehubungan dengan itu Sondang P. Siagiaan
(1991) mengatakan bahwa tipe kepemimpinan paternalistik banyak terdapat pada
masyarakat tradisiional, agraris. Popularitas pemimpin paternalistik disebabkan
(a) kuatnya ikatan primordinal (b) extended
family system (c) kehidupan masyarakat yang kumunalistik (d) peran atau
istiadat yang sangat kuat dalam masyarakat (e) hubungan pribadi dan rasa hormat
yang tinggi pada orang tua.
4.
Kepemimpinan
Transformasional
Pendekatan kepemimpinan lain pada
dasarnya menuntut anggota organisasi/bawahan untuk mengikuti arahan yang
diberikan pemimpin, sedang kepemimpinan transformasional lebih menekankan pada
kegiatan pemberdayaan (empowerment)
melalui peningkatan konsep dari bawahan/anggota organisasi yang positif. Para
bawahan/anggota organisasi yang memiliki konsep diri positif itu akan mampu
mengatasi permasalahan dengan mempergunakan potensinya masing-masing, tanpa
rasa tertekan atau ditekan, sehingga dengan kesadaran sendiri membangun
komitmen yang tinggi terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Sehubungan dengan itu, Scott Burd dalam
“Transformational Leadership (2002) mengemukakan bahwa kepemimpinan
transformasional merupakan pendekatan yang diterapkan dalam rangka
mempertahankan pemimpin dan organisasinya dengan cara penggabungan tiga unsur,
yakni : Strategi, Kepemimpinan dan
Budaya Organisasi.
A. Runtuhnya Demokrasi Myanmar
Pada awalnya Myanmar merupakan negara kolonial Inggris
dan Jepang. Selama dijajah Inggris dibawah kepemimpinan Aung San melakukan
perlawan kepada Inggris bekerja sama dengan Jepang dengan menggunakan angkatan
bersenjata BIA (Burma Independence Amry). Akan tetapi setelah berhasil, Jepang
tetap menguasai Myanmar. Kemudian BIA tampil kembali bersama AFPL (Anti Fascist
People’s Freendom) dan Inggris melakukan perlawanan mengusi Jepang.
Dengan kekalahan Jepang tentara Inggris mulai mencoba
memerintah Myanmar kembali, tapi Inggris tidak berhasil karena memiliki
tantangan dari AFPL. AFPL menuntut kemerdekaan kepada Inggris, sehingga pada
April 1947 diadakan pemilihan badan legislatif pertama yang dimenangkan oleh
Aung San partai AFPL, kemudian Inggris menunjuk jendral Aung San sebagai
Perdana Menteri Myanmar. Namun sebelum kemerdekaan tercapai, Aung San dan para
pemimpin lainnya terbunuh pada 19 April 1947. Kemudian Inggris menunjuk U Nu
Wakil Presiden AFPL sebagai Perdana Menterri Myanmar. Akhirnya Myanmar
memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada 4 Januari 1948.
Pada awal kepemimpinannya Perdana Menteri U Nu disibukan
dengan tantangan dari gerakan komunis dan gereakan bersenjata dan itu semua
membuat pemerintahan yang semakin tak terkendali, karena tidak dapat
mengatasi masalah tersebut U Nu mengalihkan kekuasaan kepada pihak militer yang
dipimpin oleh jendral Ne Win. Dan Ne Win terpilih menjadi pemimpin kabinet yang
baru dan berjanji akan taat pada konstitusi dan demokrasi serta akan
melaksanakan pemilu yang bebas dan adil pada tahun 1960.
Setelah mengabdi selama 2 tahun, Jendral Ne Win memenuhi
janjianya untuk melaksanakan pemilu pada bulan Februari 1960. Pada pemilu kali
ini dimenangkan oleh U Nu kembali dan pada masa kekuasaannya situasi Politik
Myanmar masih belum stabil. Keadaan negra yang kacau menjadi peluang Ne Win
untuk melakukan kudeta (tanpa darah) yang berlangsung pada 2 Maret 1962. Ne Win
melancarkan kudeta pada pemerintahan U Nu dengan bantuan para aparat militer
dan sekutunya dengan alasan pemerintah sipil tidak dapat mengendalikan keadaan
negara dan tidak dapat memajukan perekonomian. Kemudian Ne Win mendirikan
pemerintahan militer otoriter dan memerintah dengan gaya diktator. Rakyat tidak
diperkenankan memilih pemimpinnya sendiri karena semua keputusan harus melalui
pemerintahan militer di Rangoon. Disinilah awal runtuhnya demokrasi Myanmar.
B. Gerakan
Perlawanan Prodemokrasi (Aung San Suu Kyi)
Kekacauan
negara yang terjadi pada masa pemerintahan Ne Win, ketika rakyat merasa perlu
adanya kehidupan yang demokratis, mengakibatkan meledaknya gerakan demonstrasi
besar-besaran disepanjang tahun 1988. Pengunduran diri Ne Win sebagai pemimpin
yang diktator dan terjadinya aksi protes yang meluas di hampir seluruh wilayah
Myanmar dan mengakibatkan terbunuhnya ribuan jiwa rakyat Myanmar, menjadi awal
bagi Suu Kyi untuk segera melakukan perlawanan terhadap militer dan melakukan
perubahan yang berhak didapatkan oleh rakyat Myanmar.
Aung
San Suu Kyi adalah salah satu tokoh prodemokrasi di Myanmar. Putri dari The
Founding Father Myanmar Aung San ini telah menjadi tokoh pejuang demokrasi bagi
rakyat Myanmar sejak tahun 1988. Sebagai putri dari pahlawan kemerdekaan, Suu
Kyi mewariskan keberanian orang tuanya dalam membela dan memajukan bangsanya
sampai titik darah penghabisan. Suu Kyi lahir di Yangon, kemudian disebut
Rangoon, pada tanggal 19 Juni 1945. Dia dididik di Myanmar dan India, di mana
ibunya duta besar, dan kemudian belajar di Oxford dan kemudian bekerja dengan
PBB di New York. Pada tahun 1972, ia menikah dengan Michael Aris, seorang
akademisi Oxford. Dia tinggal sebagian besar hidupnya di luar negeri sebelum
kembali ke rumah keluarga di Yangon Inya Lake pada bulan April 1988 untuk
merawat ibunya yang sakit. Kebencian kekuasaan militer mendidih ke dalam protes
pro-demokrasi di seluruh negeri. Gagasan-gagasan politiknya bagi perubahan
negara tidak jarang menjadikan posisi militer terancam dan menyebabkan dirinya
menjadi tahanan politik militer.
Aksi
politik Aung San Suu Kyi untuk pertama kali dilakukan pada tanggal 26 Agustus
1988 dengan melakukan pidato di lapangan depan Pagoda Shwedagon, Yangoon. Aung
San Suu Kyi sangat lantang menyuarakan kebebasan dan demokrasi, sehingga
perjuangannya tidak hanya dinilai oleh masyarakat Myanmar, masyarakat
intenasional juga memberi perhatian lebih terhadap perjuangannya. Suu Kyi
banyak menerima penghargaan dari dunia internasional seperti penghargaan HAM
Tharaf, Nobel Perdamaian, dan Simon Bolivar Prize.
Sejak
keterlibatannya dalam NLD sebagai sekretaris jenderal, Suu Kyi mulai berjuang
atas nama partai. National League for Democracy (NLD) berdiri
dengan tujuan menciptakan pemerintahan yang demokratis dengan cara mengusahakan
perubahan sosial dan politik yang terjamin perdamaian, HAM dan kesejahteraan.
Suu Kyi dan NLD mulai mendapat perhatian rakyat Mynmar akibat tujuannya untuk
memberikan angin demokrasi yang selama ini tidak dipenuhi oleh pemerintahan
militer. Perjuangan tokoh-tokoh demokrasi di dalam NLD menjadikan NLD sebagai
partai paling populer di Myanmar. Namun kediktatoran militer menjadi penghalang
bagi NLD dalam mencapai tujuannya.
Pada
penyelenggaraan pemilu multipartai tahun 1990, sebenarnya NLD lah yang menjadi
pemenang, namun pemerintah militer dalam naungan SLORC tidak mengakui
kemenangan NLD tesebut karena berbagai alasan. Alasanya karena Aung San Suu
Kyi terlalu lama tinggal di Amerika dan memiliki suami berkewarganegaraan
Amerika. Setelah itu Aung San Suu Kyi dan sejumlah besar anggota NLD pun
menjadi tahanan politik karena menyerukan boikot nasional terhadap proses
ekonomi. Baru pada 10 Juli 1995, Aung San Suu Kyi dan tokoh NLD lainnya
dibebaskan dan diperbolehkan melakukan aktifitas kembali namun tetap berada di
bawah kepemimpinan Aung Shwe yang merupakan anggota militer yang ditunjuk
SLORC.
Namun
kebebasan yang dirasakan Aung San Suu Kyi dan anggota NLD yang lain hanya
bersifat sementara. Pada 30 Mei 2003 Suu Kyi yang dinilai sebagai ancaman bagi
supremasi militer kembali berstatus sebagai tahanan rumah dan baru dibebaskan
pada 13 November 2010.
Myanmar kembali
menggelar pemilihan umum, Minggu, 1 April 2012. Ini merupakan momen bersejarah
bagi negara yang dikuasai junta militer selama puluhan tahun dan ini merupakan
pemilu ketiga negara yang dikuasai junta militer itu dalam setengah abad.
Karena itu. pemilu ini dinilai sebagai hal penting terhadap proses
demokratisasi di Myanmar, terutama bagi Aung San Suu Kyi yang berusaha
meyakinkan dunia Barat untuk mengakhiri sanksi terhadap Myanmar.
Perhatian dunia
pun mengarah ke tokoh demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi. Dengan mencalonkan
diri sebagai anggota parlemen untuk pertama kalinya, ini merupakan debut
kembalinya Suu Kyi di dunia politik, setelah menjadi tahanan rumah selama lebih
dari 20 tahun oleh junta militer. Warga pun berkerumun di tempat
pemungutan suara dan terlihat sangat antusias. Seperti yang terlihat di salah
satu sekolah di Waithinkha, kota Kawhmu. Sebelum pemilu berlangsung, ratusan
warga sudah memadati lokasi pemungutan suara dan memastikan nama mereka
terdaftar. Ikut sertanya Suu Kyi dalam pemilu parlemen ini juga menambah
antusiasme warga dalam mengikuti pemilu.
Pemilu ini
dinilai sejumlah kalangan sebagai langkah penting dalam proses demokratisasi di
Myanmar. Proses ini sebenarnya sudah mulai terlihat ketika di November 2010,
Myanmar menggelar pemilu demokratis pertama dalam 20 tahun terakhir. Tapi
saat itu, partai yang dipimpin Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD),
memboikot pemilu yang dianggap tidak akan melakukan perubahan. Sebenarnya,
sejumlah pesimisme juga berhembus di pemilu tahun ini. Sebab, kendati NLD
memenangkan semua kursi parlemen yang diperebutkan (45 kursi), pengaruh mereka
tetap tidak akan signifikan. Ini disebabkan kursi mayoritas atau sekitar 440
kursi telah dikuasai oleh anggota militer dan mantan junta.
Kritik pun juga
dilontarkan terhadap Suu Kyi. Walau diyakini memperoleh banyak dukungan, tapi
Peraih Nobel Perdamaian ini dianggap berkompromi dengan pemerintah yang masih
memiliki pengaruh dari junta militer. Win Tin, salah seorang mantan
tahanan politik sebenarnya kurang setuju NLD memasukkan wakilnya dalam
parlemen, namun Suu Kyi sendiri yang mengambil inisiatif. Dia menerima kalau
perubahan tak mungkin terjadi tanpa adanya kerjasama dengan militer.
Namun, Suu Kyi
dan NLD menolak dianggap berkompromi. Selama ini, Suu Kyi dan NLD melihat
pemerintah sipil yang baru sudah serius dalam melakukan reformasi. Sejak
Maret tahun 2011, pemerintahan yang baru telah membebaskan ribuan tahanan
politik dan menandatangani gencatan senjata dengan kelompok etnis. Selain itu,
pemerintah juga mulai membuka dialog dengan NLD dan meningkatkan kebebasan
pers.
Suu Kyi juga
menilai Presiden Thein Sein, seorang jenderal di junta militer, sebagai sosok
yang jujur dan baik. Tak hanya itu, dia mengaku tidak menyesal ikut pemilu,
karena kampanyenya selama ini berhasil meningkatkan kesadaran politik warga
Myanmar. Dia juga mengaku tidak memiliki rencana menjadi menteri di
pemerintahan sipil yang disokong junta militer. Suu Kyi hanya ingin melakukan
perubahan dengan berjuang sebagai pembuat undang-undang di
parlemen. Setelah lebih dari 20 tahun menjadi tahanan junta militer, tahun
ini merupakan kesempatan bagi Suu Kyi untuk berperan lebih signifikan bagi
proses demokratisasi di Myanmar. Walau begitu, Suu Kyi mengaku ini bukan hal
yang mudah.
Setelah
pemilihan bersejarahnya ke lembaga politik, pemimpin oposisi Myanmar, Aung
San Suu Kyi selanjutnya menduduki kursinya di parlemen untuk pertama kalinya
pada 23 April 2012. Pembangkang veteran dari Liga Nasional untuk Demokrasi
(NLD), yang memenangkan 43 kursi pada pemilihan sela 1 April 2012, akan menjadi
kekuatan oposisi utama di parlemen nasional yang didominasi militer dan sekutu
politiknya. Juru bicara NLD, Nyan Win, mengatakan, pemenang hadiah Nobel
Perdamaian itu akan melakukan perjalanan ke ibu kota Naypyidaw pada 22 April
2012 untuk menghadiri persidangan pertama mejelis rendah pada hari berikutnya.
Parlemen telah memasuki masa reses sejak 23 Maret 2012.
Pemilihan Suu
Kyi ke lembaga politik menandai perubahan besar terbaru di negara yang
dulu dikenal sebagai Burma setelah puluhan tahun kekuasaan militer langsung
berakhir tahun lalu. Namun kendati NLD memenangkan kesemua kursi tersebut,
pengaruh mereka di parlemen tetap tidak signifikan. Pasalnya, kursi mayoritas
atau sekitar 440 kursi telah dikuasai oleh anggota militer, mantan junta.
C. Peran ASEAN dalam memperjuangkan
demokrasi Myanmar
Myanmar merupakan salah satu negara anggota Association of
South East Asia Nations (ASEAN) yang mulai bergabung sejak tahun 1997. Sebagai
salah satu organisasi internasional-regional, ASEAN tentu tidak mendukung
pemerintahan yang militeristik di negara Myanmar terus berkembang. Masuknya Burma
dalam keanggotaan ASEAN pada 1997 tetap tidak mengubah watak otoriter rejim
militer. Dunia internasional dengan keras mengutuk perbuatan pemerintah
Burma.
ASEAN memilih jalan lain untuk
menyelesaikan dengan
prinsip non-interference yang
dijunjung ASEAN lebih menekankan pada pendekatan diplomatik dan kekeluargaan.
Pada pertemuan ASEAN ke 42 di Thailand, PM Thailand menekankan bahwa
pendekatan soft way (ASEAN way) lebih produktif
daripada memberikan sangsi kepada Myanmar. Pendekatan soft way lebih
menitikberatkan pada proses meyakinkan pemerintah berkuasa Myanmar bahwa ASEAN
akan terus mendukung langkah-langkah strategis yang dibutuhkan untuk menekan
angka kekerasan yang terjadi. Pendekatan soft way yang diterapkan ASEAN secara
organisatoris terhadap Myanmar tersebut yaitu pendekatan constructive
engagement (keterlibatan konstruktif) yang intinya adalah upaya untuk membantu
menyelesaikan persoalan internal Myanmar dengan cara-cara ASEAN Way tanpa harus
menggunakan kekerasan yaitu menyelesaikan persoalan secara persuasive dengan
melakukan promosi demokrasi dan tidak menggunakan kekuatan militer atau embargo
untuk mengisolasi Myanmar (bambang cipto, hub internasional di asteng.
Yogyakarta:indo:pustaka pelajar, 2007.hal 71) ASEAN sendiri
lebih menempatkan diri sebagai arena/forum untuk mendiskusikan masalah-masalah
yang terjadi di dan bukan sebagai aktor utama yang berhak melakukan tindakan
kepada negara anggotanya.Terlepas dari keterbatasan perannya akan adanya prinsip
non-intervensi ASEAN yang telah dijamin dalam piagam PBB dengan menyebutkan
tidak adanya campur tangan dalam urusan domestic negara yang berdaulat
(Aleksandra m. pohan. Prinsip non-intervensi dalam perspektif ASEAN). Kebijakan
constructive engagement yang dikembangkan sejak tahun1992 ini merupakan
implementasi dari nilai-nilai yang dianut para pembuat kebiajakn ASEAN, yang
menekankan pada consensus dan menghindari konfrontasi dengan dasar semangat
perdamaian, kerja keras dan solideritas. Kebijakan keterlibatan konstruktif
ASEAN ini juga menolak seruan dan usulan tentang sangsi militer ataupun ekonomi
seperti yang ditekankan oleh PBB ataupun uni Eropa dalam mempercepat proses
demokratisasi di suatu negara. Dalam implementasinya, ASEAN lebih memfokuskan
perhatian pada tindakan saling membangun kepercayaan dengan tujuan mendorong
pemerintah Myanmar menyadari manfaat mengintegrasikan diri ke dalam sistem
regional dan arus utama masyarakat internasional. Pada prinsipnya Myanmar
menolak kebijakan constructive engagement yang diterapkan ASEAN dalam rangka
mendorong demokratisasi Myanmar, dengan alasan prinsip non-intervensi yang
dianut oleh ASEAN awal pembentukannya (Kebijakan ASEAN Dalam Mendorong
Demokratisasi Di Myanmar 2003-2009. Kompasiana). Meskipun Myanmar menolak
adanya intervensi yang berupa pendekatan keterlibatan kontsruktif, namun
Myanmar akhirnya setuju menandatangani piagam ASEAN yang jelas-jelas
menyebutkan bahwa negara anggota ASEAN harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip
ASEAN yang tertuang dalam piagam ASEAN , salah stunya adalah prinsip demokrasi.
Bentuk support yang dilakukan ASEAN
adalah menggelar The ASEAN Inter-Parliamentary Myanmar Caucus (AIPMC), komisi
khusus yang dibentuk untuk menangani isu Myanmar. Pada pertemuan di Bali, AIPMC
menghimbau Presiden Myanmar Thein Sein untuk melanjutkan tugasnya memajukan
proses demokratisasi dan penegakan Hak Asasi Manusia di Myanmar. “Myanmar harus
mengambil langkah-langkah konkret dan maju menuju perundingan damai dengan
kelompok-kelompok etnis yang bersenjata sebagai prasyarat untuk kemajuan
demokrasi" bunyi pers release pertemuan yang dihelat pada
29 November 2011 tersebut.
Sekjen Asean Surin Pitsuwan, mengatakan
bahwa Myanmar telah menyambut baik tawaran ASEAN untuk mengirimkan tim pemantau
ASEAN selama pemilu yang akan berlangsung di negara itu, April.
Pendekatan soft way yang
diperagakan ASEAN, meskipun pada mulanya banyak dikritik karena dipandang tidak
mampu menekan pemerintahan Myanmar, namun setidaknya memiliki dua impact sekaligus;
mampu membujuk pemerintahan Myanmar untuk mulai bersiap membuka diri terhadap
tuntutan dunia internasional sekaligus tidak sampai menyinggung perasaan
Myanmar dengan memasuki wilayah kedaulatan mereka. Apalagi sejak terjadinya
pergantian kekuasaan dari Junta militer ke pemerintah sipil tahun lalu banyak
memberikan perubahan menggembirakan, seperti serangkaian reformasi ekonomi dan
politik, dilepaskannya tahanan politik, termasuk ikon demokrasi Myanmar, Aung
Saan Suu Kyi.
Dalam isu Myanmar, ASEAN lebih memilih
menempatkan diri sebagai sebuah arena untuk membahas isu-isu yang mengemuka ketimbang
sebagai aktor yang melakukan tindakan secara langsung. Pendekatan yang dikenal
dengan the ASEAN way tersebut memiliki konsekuensi ganda,
yaitu mampu merangkul pemerintah Myanmar untuk melakukan penegakan HAM dan
demokrasi tanpa harus menyinggung mereka dengan melakukan intervensi langsung
terhadap kedaulatan negara
.
D. Kasus Etnis Rohingya
Etnis Rohingya merupakan salah satu konflik terbesar dalam
sejarah pemerintahan Myanmar, konflik ini bermula terjadi antara etnis
Rohingnya dengan pemerintahan Junta Militer Myanmar. Pemerintah junta militer
tidak menganggap etnis yang berada di wilayah Rakhine (kediaman penduduk muslim
terbesar di Myanmar ini sebagai salah satu etnis Myanmar dan mendapat tekanan
dari pemerintah junta militer, kemudian etnis Rohingya mengungsi dan melarikan
diri ke Bangladesh dari tekanan pihak junta dan penganut Budha
terhadap mereka. Selain Bangladesh, mereka juga melarikan diri ke Pakistan,
Arab Saudi, UAE, Thailand dan Malaysia untuk berlindung dan sebagian besar dari
mereka masih berstatus pelarian hingga kini.
Penolakan dari Bangladesh dan negara-negara lain membuat
kaum Rohingya kembali ke Myanmar. Nasib mereka bertambah menderita setelah
tahun 1982 pemerintah junta Myanmar membuat satu undang-undang yang
dinamakan Burma Citizenship Law of 1982. Bentuk-bentuk kekejaman
junta militer terhadap etnik rohingya antara lain:
1. Muslim
Rohingya tidak diakui sebagai warganegara dan dijuluki sebagai pendatang, hak
mereka tidak diakui dan kaum muslim ditangkap secara besar-besaran, dipukul,
disiksa dan dijadikan buruh paksa serta dilecehkan beramai-ramai dengan cara
yang ganas.
2. Pembatasan
untuk berpindah, larangan berpergian dari satu desa ke desa lain, untuk pergi
harus mendapat izin dari otoritas lokal yang tidak mungkin diizinkan. Dan
mereka tidak diizinkan berpergian karena dari pihak junta militer menginginkan
mereka menjadi pekerja paksa.
3. Pembatasan
dalam kegiatan ekonomi. Pihak junta militer tidak memberikan izin etnis
rohingya mendirikan usaha, menerapkan pajak yang sangat tinggi pada etnis
rohingya yang sebagian besar bekerja sebagai petani dan nelayan. Jika tidak
dapat menbayar pajak barang-barang milik petani dan nelayan akan disita secara
paksa.
4. Pembatasan
dalam bidang pendidikan. Anak-anak etnis rohingya dilarang masuk ke Universitas
yang ada di Myanmar dan melarang melanjutkan pendidikan tinggi keluar Myanmar.
5. Pembunuhan,
penahanan dan penyiksaan. Semenjak Myanmar menyerang Arakan pada tahun 1784 M,
penduduk Rohingya telah dijadikan sasaran untuk dihapuskan dan dibunuh secara
besar-besaran (genocide). Motif mereka adalah untuk menukar
Arakan menjadi satu wilayah Budha yang berpengaruh di Burma, pemisahan Myanmar
dari India-Inggris, peluang mereka untuk menghapuskan umat islam terbuka luas.
6. Pelecehan
terhadap Kaum wanita dan pembatasan pernikahan. Pemerkosaan oleh
tentara-tentara terhapadat para kaum wanita dan anak-anaknya, jika melakukan
pengaduan kepihak berwajib pengaduan itu hanya dianggap angin saja. Dan pihak
junta mempersulit gadis-gadis rohingya untuk menikah
7. Kerusuhan
anti Rohingya. Kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di Arakan, pada tahun 1942
terjadi kerusuhan besar oleh penganut Budha yang terprovokasi oleh pemerintah
Myanmar dan menyebabkan 100.000 kaum muslim dibunuh dan ratusan ribu orang
melarikan diri ke Bengal. Pada tahun 1949 terjadi kerusuhan yang dicetuskan
oleh Burma Territorial Force (BTF) yang melakukan keganasan dan pembunuhan atas
ribuan Muslim dan ratusan tempat kediaman mereka dimusnahkan.
KESIMPULAN
Myanmar merupakan salah satu kawasan yang hingga kini
dikuasai oleh militer. Setelah memperoleh kemerdekaan dari Inggris pemerintahan
Burma(Myanmar) membentuk republik dengan Sao Shwe Thaik sebagai presiden dan U
Nu sebagai perdana menteri. Pasca merdeka demokrasi sempat berlangsung di
Burma, tetapi berhenti sejenak tatakala militer yang dipimpin oleh Jendral Ne
Win melakukan kudet. Demokrasi bersemi kembali setelah pemilu 1960 yang
dimenagkan oleh U Nu dengan partai Union Party. Namun razim militer kembali
mengemukakan pengambilan pemerintahan sipil 1962. Keberhasilan kudeta yang
dilakukakan oleh Ne Win ini dapat dikatakan sebagai awal runtuhnya demokrasi di
Myanmar. Padahal mayoritas rakyat Myanmar menghendaki adanya suatu pemerintahan
demokrasi.
Masalah yang terjadi di Myanmar menyedot perhatian dunia
Internasional, yang dikarenakan banyaknya penindasan keras kepada demonstrasi
yang menentang pemerintahan. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Junta
telah membuat rakyat menjadi miskin, dan kebijakan domestik Junta telah
menciptakan kondisi yang mengancam ketidakstabilan di wilayah ASEAN yang
berujung pada kesinisan sikap Internasional. Proses percobaan mempengaruhi
Junta agar melakukan perubahan telah dilakukan PBB dan ASEAN.
Pemilihan Suu
Kyi yang
merupakan pejuang prodemokrasi di Myanmar ke lembaga politik menandai
perubahan besar terbaru di negara yang dulu dikenal sebagai Burma setelah
puluhan tahun kekuasaan militer langsung berakhir tahun lalu. Namun kendati NLD
memenangkan kesemua kursi tersebut, pengaruh mereka di parlemen tetap tidak
signifikan. Pasalnya, kursi mayoritas atau sekitar 440 kursi telah dikuasai
oleh anggota militer, mantan junta.
DAFTAR PUSTAKA
Archibugi, Daniele, (1995) ‘Principles of Cosmopolitan Democracy’ in
Daniele Archibugi and David Helds (eds) Cosmopolitan Democracy: An
Agenda for A New World Order, Polity Press, p.124-140
Thomas, Holli (2004) ‘Cosmopolitan Sovereignty’, Institute for Citizenship
and Globalisation, Paper presented to the Australian Political Studies
Association Conference University of Adelaide, 29th September- 1st October 2004
Cipto, Bambang. hub internasional di asteng. Yogyakarta. indo:pustaka pelajar, 2007.
by: Arenda Mehaga
Komentar
Posting Komentar