GAYA
KEPEMIMPINAN DI ORGANISASI HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Mahasiswa adalah seseorang yang belajar/
menuntut ilmu di perguruan tinggi tertentu dan masih terdaftar di perguruan
tinggi tersebut. Dengan demikian mahasiswa merupakan kaum intelektual yang
memiliki tanggungjawab sosial yang khas sebagai mana yang telah dirumuskan oleh
Edward Shill. menurutnya kaum intelektual memiliki lima fungsi yakni mencipta
dan menyebar kebudayaan tinggi, menyediakan bagan-bagan nasional dan antar
bangsa, membina keberdayaan dan bersama, mempengaruhi perubahan sosial dan
memainkan peran politik. Sedangkan menurut Arbi Sanit mahasiswa cenderung
terlibat dalam tiga fungsi terakhir.
Berdasar beberapa pendapat di atas tentunya
kita selaku mahasiswa harus menyadari fungsi dan perannya di masyarakat,
sehingga bisa menempatkan diri secara proporsional sesuai dengan potensi,
kapabilitasnya serta kualitas kemahasiswaan.
Mahasiswa sebagai kelompok yang memiliki power
dan idealisme yang tinggi dari masa ke masa senantiasa ada sesuatu hal yang
tetap melekat dalam dirinya yakni keberanian dalam menyuarakan idealisme dan
keberpihakan terhadap keadilan dan kebenaran serta kaum tertindas seperti buruh
tani, buruh pabrik, rakyat miskin, dan yang lainnya.
Sekian potensi yang dimilikinya menjadikan
mahasiswa selalu dinanti segala tindakannya yang secara tulus membela kaum
lemah dan terlemahkan, tindakan mahasiswa yang konsisten dari masa ke masa
tersebut menjadikannya memiliki tempat tersendiri dalam elemen masyarakat.
Inti kekuatan perubahan mahasiswa terletak
pada gerakan nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan istilah lain
sebagai gerakan sosial dimaksudkan sebagai upaya kolektif untuk memajukan atau
melawan perubahan dalam sebuah masyarakat atau kelompok atau berbagai ragam
usaha kolektif untuk mengadakan perubahan tertentu pada lembaga-lembaga sosial
atau menciptakan orde baru. Bahkan Eric Hoffer menilai bahwa gerakan sosial
bertujuan untuk mengadakan perubahan.
Ciri khas gerakan mahasiswa adalah
mengaktualisasikan nilai-nilai ideal mereka karena ketidakpuasan terhadap
lingkungan sekitarnya. Gerakan moral ini sebenarnya sikap moral mahasiswa yang
lahir dari karakteristiknya mereka sendiri, di mana mahasiswa lebih menekankan
peranannya sebagai kekuatan moral bukan kekuatan politik. Kemurnian sikap dan
tingkah laku ,mahasiswa menyebabkan mereka dikategorikan sebagai kekuatan
moral, yang dengan sendirinya memerankan politik moral.
Namun seperti halnya gerakan sosial umumnya
senantiasa melibatkan pengorganisasian. Melalui organisasi inilah gerakan
mahasiswa melakukan pula aksi massa, demonstrasi dan sejumlah aksi lainnya
untuk mendorong kepentingannya. Dengan kata lain gerakan massa turun ke jalan
atau aksi pendudukan gedung-gedung publik merupakan salah satu jalan untuk
mendorong tuntutan mereka. Dalam mewujudkan fungsi sebagai kaum intelektual itu
mahasiswa memainkan peran sosial mulai dari pemikir, pemimpin dan pelaksana.
Sebagai pemikir mahasiswa mencoba menyusun dan menawarkan gagasan tentang arah
dan pengembangan masyarakat.
Peran kepemimpinan dilakukan dengan aktivitas
dalam mendorong dan menggerakan masyarakat. Sedangkan keterlibatan mereka dalam
aksi sosial, budaya dan politik di sepanjang sejarah merupakan perwujudan dari
peran pelaksanaan tersebut. Upaya mahasiswa membangun organiasai sebagai alat
bagi pelaksanaan fungsi intelektual dan peran tidak lepas dari kekhawasannya.
Motif mahasiswa membangun organisasi adalah untuk membangun dan memperlihatkan
identitas mereka didalam merealisasikan peran-peran dalam masyarakatnya. Bahkan
mereka membangun organisasi karena yakin akan kemampuan lembaga masyarakat
tersebut sebagai alat perjuangan.
Bentuk-bentuk gerakan mahasiswa mulai dari
aktivias intelektual yang kritis melalui seminar, diskusi dan penelitian
merupakan bentuk aktualisasi .Selain kegiatan ilmiah, gerakan mahasiswa juga
menyuarakan sikap moralnya dalam bentuk petisi, pernyataan dan suara protes.
Bentuk-bentuk konservatif ini kemudian berkembang menjadi radikalisme yang
dimulai dari aksi demonstrasi di dalam kampus. Secara perlahan karena
perkembangan di lapangan dan keberanian mahasiswa maka aksi protes dilanjutkan
dengan turun ke jalan-jalan.
Mahasiwa tidak dapat dilepaskan dari organisasi
yang mengembangkan karakternya, pemahamannya serta kualitasnya dikarenakan
corak pemikiran mahasiswa cenderung dipoengaruhi oleh lingkungan dia
beraktifitas disini dapat diartikan organisasi tempat dia mengembangkan diri.
Di Indonesia sendiri banyak bermunculan organisasi-organisasi kemahasiswaan
yang mewadahi aktifitas mahasiswa. Organisasi Tertua dan terbesar saat ini
adalah Himpunan Mahasiswa Islam yang didirikan pada 5 februari 1947. HMI saat
ini masih terus berkontribusi bagi terhadap anggota-anggotanya serta terhadap
perkembangan negara ini. Kemampuan HMI mencetak anggota-anggotanya menjadi
berkualaitas sehingga mampu mewarnai kiprah perjalanan bernegara dan berbangsa
di Indonesia tidak diragukan lagi.
Tanggung jawab tersebut terimplementasi melalui
kiprah sepak terjang HMI dalam setiap aktifitasnya, dan penilaian terhadap HMI
pun senantiasa harus menggunakan dua prespektif ruang dan waktu sekaligus,
yakni “present prespective” dan “future prespective”. Prespektif
sekarang ini menandai semua aktifitas riil HMI dalam menanggapi dinamika
kekinian, dan prespektif masa depan dilandasi kenyataan bahwa HMI “hanyalah”
organisasi yang menghimpun mahasiswa-mahasiswa yang kiprah konkritnya dalam
kehidupan baru akan berlangsung di masa depan.
Usia
tua bagi sebuah organisasi sering kali mengindikasikan sejumlah kontradiksi, di
satu sisi mengindikasikan sebuah kematangan suatu organisasi, dengan
ditunjukkanya bagaimana organisasi tersebut mempertahankan diri dan
mengembangkan kehidupan keorganisasian, tatanan, sistem, kedisiplinan,
perangkat maupun atribut-atribut organisasi tersebut. Kemampuan tersebut mampu diwujudkan dalam perkembangan
anggota-anggotanya sehingga kepemimpinan anggota-anggotanya dilatih dan
dibentuk di organisasi ini melalui dinamika-dinamika secara internal dan
eksternal organisasi ini.
Dinamika tersebut yang membuat kualitas dan karakter anggota HMI teruji
serta menjadi tanggung jawab anggota-anggotanya untuk menjaga nama baik organisasi
terbesar dan tertua ini. Selama HMI telah berdiri terus memproduksi banyak
anggota-anggotanya yang berkualitas. Hal itu ditunjukkan dengan banyaknya
alumni-alumni HMI yang tersebar di segala bidang-bidang profesi dan menduduki
posisnstrategis di bidang tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan kondisi diatas bahwa dipilih judul Gaya
Kepemimpinan di organisasi Himpunan Mahasiswa Islam
1.3 Tujuan Pembahasan
Tujuan
penelitian ini adalah menganalisa Pola
Kepemimpinan di organisasi Himpunan Mahasiswa Islam serta karakteristik
kepemimpinannya.
1.4 Manfaat Pembahasan
1.
Bagi Organisasi, menjadi masukan kepada organisasi
tersebut untuk membina anggota-anggotanya
2.
Bagi Anggotanya, menjadi acuan dalam meningkatkan
kualitasnya di Organisasi ini
3.
Bagi Perguruan Tinggi, menjadi bahan untuk pembahasan
tindak lanjut.
4.
Bagi penulis, menjadi upaya untuk meningkatkan pemahaman
secara langsung dan tidak langsung.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. KEPEMIMPINAN
2.1.1
Pengertian
Kepemimpinan (leadership) telah
didefinisikan dengan berbagai cara yang berbeda oleh berbagai orang yang
berbeda pula.
· Menurut
Stoner, Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan
pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling
berhubungan tugasnya.
· Steven
Altman, mendefenisikan kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi orang untuk
mengarahkan usaha-usaha kearah pencapaian beberapa tujuan khusus
· C. Turney,
mendefenisikan kepemimpinan sebagai suatu group proses yang dilakukan oleh
seseorang dalam mengelola dan menginspirasikan sejumlah pekerjaan untuk
mencapai tujuan organisasi melalui aplikasi tekhnik-tekhnik menajemen.
Garry Yukl (1994:2) menyimpulkan definisi yang mewakili tentang
kepemimpinan antara lain sebagai berikut :
-
Kepemimpinan adalah prilaku dari seorang individu yang memimpin
aktifitas-aktifitas suatu kelompok kesuatu tujuan yang ingin dicapai bersama
(share goal) (Hemhill& Coons, 1957:7)
-
Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dijalankan dalam suatu
situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, kearah pencapaian
satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannenbaum, Weschler & Massarik,
1961:24)
-
Kepemimpinan adalah pembentukan awal serta pemeliharaan struktur dalam
harapan dan interaksi (Stogdill, 1974:411)
-
Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada dan
berada diatas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan rutin organisasi (Katz
& Kahn, 1978:528)
-
Kepeimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas sebuah kelompok yang
diorganisasi kearah pencapaian tujuan (Rauch & Behling, 1984:46)
-
Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti (pengarahan yang
berarti) terhadap usaha kolektif dan yang mengakibatkan kesediaan untuk
melakukan usaha yang dinginkan untuk mencapai sasaran (Jacob & Jacques,
1990:281)
-
Para pemimpin adalah mereka yang secara konsisten memberi kontribusi
yang efektif terhadap orde sosial dan yang diharapkan dan dipersepsikan
melakukannya (Hosking, 1988:153)
-
Kepemimpinan sebagai sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal ini
pengaruh yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk
menstruktur aktifitas-aktifitas serta hubungan-hubungan didalam sebuah kelompok
atau organisasi Label: Kepemimpinan.
-
Kepemimpinan adalah suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang
untuk bekerja sama untuk menuju kepada sesuatu tujuan tertentu yang mereka
inginkan bersama.
Ada tiga implikasi penting dari
definisi tersebut :
Pertama, Kepemimpinan menyangkut orang lain –
bawahan atau pengikut. Kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari
pemimpin, para anggota kelompok membantu menentukan status / kedudukan pemimpin
dan membuat proses kepemimpinan dapat berjalan. Tanpa bawahan, semua kualitas
kepemimpinan seorang mmanajer akan menjadi tidak relevan.
Kedua, Kepemimpinan menyangkut suatu
pembagian kekuasaan yang tidak seimbang diantara para pemimpin dan anggota
kelompok. Para pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan
para anggota kelompok, tetapi para anggota kelompok tidak dapat mengarahkan
kegiatan-kegiatan pemimpin secara langsung, meskipun dapat juga melalui
sejumlah cara secara tidak langsung.
Ketiga, Selain dapat memberikan pengarahan
kepada para bawahan atau pengikut, pemimpin dapat juga mempergunakan pengaruh.
Dengan kata lain, para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang
harus dilakukan tetapi juga dapat mempengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan
perintahnya. Sebagai contoh, seorang manajer dapat mengarahkan seorang bawahan untuk
melaksanakan suatu tugas tertentu, tetapi dia dapat juga mempengaruhi bawahan
dalam menentukan cara bagaimana tugas itu dilaksanakan dengan tepat.
Dari beberapa
defenisi tentang kepemimpinan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Kepemimpinan merupakan seni (kemampuan
yang dimiliki seseorang) untuk mempengaruhi, memberdayakan orang lain agar
dapat bekerja sama mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
2.1.2.
Tujuan kepemimpinan
Nampaknya sukar dibedakan antara tujuan dan
fungsi kepemimpinan, lebih-lebih kalau dikaji secara praktis kedua-duanya
mempunyai maksud yang sama dalam menyukseskan proses kepemimpinan namun secara
definitif kita dapat menganalisanya secara berbeda. Tujuan kepemimpinan merupakan kerangka ideal / filosofis yang dapat
memberikan pedoman bagi setiap kegiatan pemimpin, sekaligus menjadi patokan
yang harus dicapai. Sehingga tujuan kepemimpinan agar setiap kegiatan yang
dilaksanakan dapat mencapai tujuan yang inginkan secara efektif dan efisien.
2.1.3.
Fungsi-fungsi Kepemimpinan
Kelompok
berjalan dengan efektif, seseorang harus melaksanakan dua fungsi utama ; (1)
fungsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas (“task-related”) atau
pemecahan masalah, dan (2) fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok (“group-maintenance”)
atau sosial.
Fungsi
pertama menyangkut pemberian saran penyelesaian, informasi dan pendapat. Fungsi
kedua mencakup segala sesuatu yang dapat membantu kelompok berjalan lebih
lancar- persetujuan dengan kelompok lain, penengahan perberdaan pendapat, dan
sebagainya.
2.1.4. Tipe-tipe Kepemimpinan
Dilihat
bagaimana pemimpin itu menggunakan kekuasaannya, ditentukan tiga buah tipe
dasar, yakni :
1) Tipe Otoriter (autocratic)
Pemimpin yang
bertipe demikian dipandang sebagai orang yang memberikan perintah dan
mengharapkan pelaksanaannya secara dogmatis dan selalu positif. Dengan segala
kemampuannya, ia berusaha menakut-nakuti
bawahannya dengan jalan memberikan hukuman tertentu bagi yang berbuat
negatif, dan hadiah untuk seorang bawahan yang bekerja dengan baik (correct).
2) Tipe
Demokratis atau Partisifasi
Pemimpin
demikian mengadakan konsultasi dengan para bawahannya mengenai
tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan yang diusulkan / dikehendaki oleh
pimpinan serta berusaha memberikan dorongan untuk turut serta aktif
melaksanakan semua keputusan dan kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan itu.
3) Laissez
Faire
Pemimpin
sangat sedikit menggunakan kekuatannya, bahkan memberikan suatu tingkatan
kebebasan yang tinggi terhadap para bawahannya atau bersifat “Free rein”
(Laissez Faire) di dalam segal tindakan mereka. Pemimpin demikian biasanya
mempunyai ketergantungan yang besar pada anggota kelompok untuk menetapkan
tujuan-tujuan dan alat-alat / cara mencapainya. Mereka (para pemimpin ‘ laissez
faire’) menganggap bahwa peranan meraka sebenarnya sebagai orang yang berusaha
memberikan kemudahan (fasilitas) kerja para pengikut, umpama dengan jalan
menyampikan informasi kepada orang-orang yang dipimpinnya, serta sebagai
penghubung dengan lingkungan yang ada di luar kelompok.
2.1.5. Model Kepemimpinan
Model kepemimpinan
didasarkan pada pendekatan yang mengacu kepada hakikat kepemimpinan yang
berlandaskan pada perilaku dan keterampilan seseorang yang berbaur kemudian
membentuk gaya kepemimpinan yang berbeda. Beberapa model yang menganut
pendekatan ini, di antaranya adalah sebagai berikut.
- Model Kepemimpinan Kontinum (Otokratis-Demokratis). Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis. Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, di mana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin, karena pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat antara lain, pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah pada tugas.
- Model Kepemimpinan Managerial Grid. Dalam model manajerial grid yang disampaikan oleh Blake dan Mouton dalam Robbins memperkenalkan model kepemimpinan yang ditinjau dari perhatiannya terhadap tugas dan perhatian pada orang. Kedua sisi tinjauan model kepemimpinan ini kemudian diformulasikan dalam tingkatan-tingkatan, yaitu antara 0 sampai dengan 9. Dalam pemikiran model managerial grid adalah seorang pemimpin selain harus lebih memikirkan mengenai tugas-tugas yang akan dicapainya juga dituntut untuk memiliki orientasi yang baik terhadap hubungan kerja dengan manusia sebagai bawahannya. Artinya bahwa seorang pemimpin tidak dapat hanya memikirkan pencapaian tugas saja tanpa memperhitungkan faktor hubungan dengan bawahannya, sehingga seorang pemimpin dalam mengambil suatu sikap terhadap tugas, kebijakan-kebijakan yang harus diambil, proses dan prosedur penyelesaian tugas, maka saat itu juga pemimpin harus memperhatikan pola hubungan dengan staf atau bawahannya secara baik. Menurut Blake dan Mouton ini, kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi empat kecenderungan yang ekstrim dan satu kecenderungan yang terletak di tengah-tengah keempat gaya ekstrim tersebut.[1]
- Impoverished leadership (Model Kepemimpinan yang Tandus), dalam kepemimpinan ini si pemimpin selalu menghidar dari segala bentuk tanggung jawab dan perhatian terhadap bawahannya.
- Team leadership (Model Kepemimpinan Tim), pimpinan menaruh perhatian besar terhadap hasil maupun hubungan kerja, sehingga mendorong bawahan untuk berfikir dan bekerja (bertugas) serta terciptanya hubungan yang serasi antara pimpinan dan bawahan.
- Country Club leadership (Model Kepemimpinan Perkumpulan), pimpinan lebih mementingkan hubungan kerja atau kepentingan bawahan, sehingga hasil/tugas kurang diperhatikan.
- Task leadership (Model Kepemimpinan Tugas), kepemimpinan ini bersifat otoriter karena sangat mementingkan tugas/hasil dan bawahan dianggap tidak penting karena sewaktu-waktu dapat diganti.
- Middle of the road (Model Kepemimpinan Jalan Tengah), di mana si pemimpin cukup memperhatikan dan mempertahankan serta menyeimbangkan antara moral bawahan dengan keharusan penyelesaian pekerjaan pada tingkat yang memuaskan, di mana hubungan antara pimpinan dan bawahan bersifat kebapakan.
- Model Kepemimpinan Kontingensi. Model kepemimpinan kontingensi dikembang-kan oleh Fielder. Fielder dalam Gibson, Ivancevich dan Donnelly (1995) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan yang paling sesuai bagi sebuah organisasi bergantung pada situasi di mana pemimpin bekerja. Menurut model kepemimpinan ini, terdapat tiga variabel utama yang cenderung menentukan apakah situasi menguntukang bagi pemimpin atau tidak. Ketiga variabel utama tersebut adalah : hubungan pribadi pemimpin dengan para anggota kelompok (hubungan pemimpin-anggota); kadar struktur tugas yang ditugaskan kepada kelompok untuk dilaksanakan (struktur tugas); dan kekuasaan dan kewenangan posisi yang dimiliki (kuasa posisi).
- Model Kepemimpinan Tiga Dimensi. Model kepemimpinan ini dikembangkan oleh Redin. Model tiga dimensi ini, pada dasarnya merupakan pengembangan dari model yang dikembangkan oleh Universitas Ohio dan model Managerial Grid. Perbedaan utama dari dua model ini adalah adanya penambahan satu dimensi pada model tiga dimensi, yaitu dimensi efektivitas, sedangkan dua dimensi lainnya yaitu dimensi perilaku hubungan dan dimensi perilaku tugas tetap sama.
2.1.6. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan,
pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari
seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan
tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya
kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh
Davis dan Newstrom (1995).
Keduanya menyatakan
bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau
diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan. Gaya
kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat diterangkan melalui
tiga aliran teori berikut ini.
- Teori Genetis (Keturunan). Inti dari teori menyatakan bahwa “Leader are born and nor made” (pemimpin itu dilahirkan (bakat) bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan fasilitas atau determinitis.
- Teori Sosial. Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa “Leader are made and not born” (pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup.
- Teori Ekologis. Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanyaakan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati kebenaran. Namun demikian, penelitian yang jauh lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa saja faktor yang menyebabkan timbulnya sosok pemimpin yang baik.[2]
2.1.7. Tipologi Kepemimpinan
. Dalam praktiknya, dari ketiga gaya
kepemimpinan tersebut berkembang beberapa tipe kepemimpinan; di antaranya
adalah sebagian berikut (Siagian,1997).
·
Tipe Otokratis. Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang
memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi sebagai
pemilik pribadi; Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi;
Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata; Tidak mau menerima kritik, saran
dan pendapat; Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya; Dalam tindakan
pengge-rakkannya sering memperguna-kan pendekatan yang mengandung unsur paksaan
dan bersifat menghukum.
·
Tipe Militeristis. Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang
dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin
organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang
pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut : Dalam menggerakan bawahan sistem
perintah yang lebih sering dipergunakan; Dalam menggerakkan bawahan senang
bergantung kepada pangkat dan jabatannya; Senang pada formalitas yang
berlebih-lebihan; Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan; Sukar
menerima kritikan dari bawahannya; Menggemari upacara-upacara untuk berbagai
keadaan.
·
Tipe Paternalistis. Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin
yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut :
menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa; bersikap terlalu
melindungi (overly protective); jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya
untuk mengambil keputusan; jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengambil inisiatif; jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengembangkan daya kreasi dan fantasinya; dan sering bersikap maha tahu.
·
Tipe Karismatik. Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil
menemukan sebab-sebab-sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma.
Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat
besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya yang sangat
besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa
mereka menjadi pengikut pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang
sebab musabab seseorang menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya
dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra
natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan
sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi bukanlah seorang yang kaya, Iskandar
Zulkarnain bukanlah seorang yang fisik sehat, John F Kennedy adalah seorang
pemimpin yang memiliki karisma meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih
menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil, Gandhi tidak dapat
digolongkan sebagai orang yang ‘ganteng”.
·
Tipe Demokratis. Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan
bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi
modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik
sebagai berikut : dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari
pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia; selalu
berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan
kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya; senang menerima saran,
pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya; selalu berusaha mengutamakan
kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan; ikhlas memberikan kebebasan
yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian
diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi
lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain; selalu berusaha untuk
menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya; dan berusaha mengembangkan
kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
2.2. Organisasi
2.2.1.
Defenisi Organisasi
Organisasi adalah wadah serta proses kerjasama
antara manusia yang terkait denganhubungan formal dan rangkaian hirarki untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dari pengertian diatas ada tiga unsure
menonjol yang perlu diperhatikan adalah :
·
Bahwa organisasi bukanlah tujuan, melainkan cara untuk mencapai tujuan atau alat untuk
mengerjakan tugas pokok. Berhubungan dengan itu susunan organisasi haruslah
selalu disesuaikan dengan perkembangan tujuan atu tugas pokok.
·
Organisasi adalah wadah serta proses kerjasama yang terkait dalam
hubungan formal. Dalam organisasi selalu terdapat hirarki artinya dalam suatu
organisasi selalu terdapat apa yang dinamakan atasan dan bawahan.
2.2.2.
Tipe Organisasi
·
Bentuk lini : bentuk ini dipandan bentuk yang paling tua dan dipergunakan secara
luas pada masa perkembangan industri pertama. Organisasi ini banyak
dipergunakan di linngkungan militer dan perusahaan kecil.adapun cirinya adalah
garis komando langsung dari atsan ke bawahan dan hubungan atasan dan bawahan
bersifat langsung. Adapun keuntunganya adalah kekuasaan tidak dapat secara
langsung bersifat definitive dan
biasanya solidaritas antar anggota Msih banyak
·
Bentuk fungsional : dimana kekuasaan pimpinan dialihkan kepada para pejabat yang memimpin
satuan bidang dibawahnya. Adapun cirinya adalah tidak terlalu adanya system
hirarki structural dan system ini biasanya digunakan pada took serba ada dan
yang sejenisnya. Unsure kebaikan dalam system ini adalah adanya pembagian tugas
kerja piker dan fisik, dapat tercapai spesealisasi, moral yang tingg dan
kordinasi yang mudah dijalankan.
·
Bentuk panitia : dimana pimpinan dan para pelaksana dibikin sebuah kelompok yang
bersifat panitia. Adapun cirri bentuk ini struktur organisasinya tidak begitu
kompleks, tugas pimpinan bersifat kolektif, berbentuk satuan kelompok tugas.
Selain itu ada kelebihan berupa dfalam pengambila keputusan selalu berhasil
dengan baik karena dibijcarakan secara kolektif.
2.2.3.
Tujuan Organisasi
Tujuanya adalah
efektifitas dan efisiensi pencapaian tujuan bersama secara bersama-sama. Dalam
hubunganya dengan dengan managemen organisasi ada dua fungsi. Yang pertama
sebagai wadah atau menjadi tempat
dijalankannya proses kerja sama. Juga bersifat relative status. Sedangkan
sebagai proses interaksi karena menyoroti aksi orang yang ada didalamnya. Juga
bersifat jauh lebuh dinamis, karena adanya hubungan timbale balik orang yang
ada didalamnya.
2.2.4.
Prinsip-prinsip Organisasi
Diantara berbagai prinsip
organisasi yang dapat diaplikasikan antara lain :
a.
Pembagian kerja. Adanya pembagian kerja yang
jelas pada setiap sub unit, bidang, atau devisi. Sehingga efektif dan efisian.
b.
Pembagian dan pelimpahan wewenang. Wewenang
seorang pimpinan harus sama dengan tanggung jawabnya.
c.
Satu kesatuan komando, setiap bawahan hanya
menerima dari satu atasan.
d.
Disiplin ( sesuai dengan aturan). Setiap individu
atau kelompok harus mentaati dan menghormati aturan organisasi.
e.
Punya kesamaan tujuan. Setiap kelompok aktifitas
punya kesamaan tujuan.
f.
Mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan
pribadi
g.
Fungsionalisasi, seorang pemimpin tidak hanya
mengawasi hubungan antara pemimpin dengan bawahan, tetapi juga hubungan antara
sesama bawahanagar tujuan sesuai dengan yang direncanakan.
h.
Koordinasi, Sinkronisasi, dan Integrasi. Dalam
organisasi harus ada koordinasi yang baik, agar tujuan yang telah direncanakan
dapat tercapai.
i.
Kontinuitas
j.
Inisiatif, dalam kapasitas tertentu anggota
diijinkan untuk memberikan ide, prakarsa dan inisiatif.
k.
Punya semangat membangun dan kompak
2.3.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
2.3.1. Sekilas Tentang HMI
Berdirinya Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa STI
(Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk
ditingkat I yang ketika itu genap berusia 25 tahun. Tentang sosok Lafran Pane,
dapat diceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane
lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Beliau adalah anak seorang
Sutan Pangurabaan Pane –tokoh pergerakan nasional “serba komplit” dari Sipirok,
Tapanuli Selatan-. Lafaran Pane
adalah sosok yang tidak mengenal lelah dalam proses pencarian jati dirinya, dan
secara kritis mencari kebenaran sejati. Lafran Pane kecil, remaja dan menjelang
dewasa yang nakal, pemberontak, dan “bukan anak sekolah yang rajin” adalah
identitas fundamental Lafran sebagai ciri paling menonjol dari Independensinya.
Sebagai figur pencarai sejati, independensi Lafran terasah, terbentuk, dan
sekaligus teruji, di lembaga-lembaga pendidikan yang tidak Ia lalui dengan
“Normal” dan “lurus” itu (-Walau Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam
lingkungan nasionalis-muslim terpelajar pernah juga menganyam pendidikan di
Pesantren Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah-) ; pada hidup
berpetualang di sepanjang jalanan kota Medan, terutama di kawasan Jalan
Kesawan; pada kehidupan dengan tidur tidak menentu; pada kaki-kaki lima dan
emper pertokoan; juga pada kehidupan yang Ia jalani dengan menjual karcis
bioskop, menjual es lilin, dll.
Dari perjalanan hidup Lafran dapat diketahui bahwa struktur fundamental independensi diri Lafran terletak pada kesediaan dan keteguhan Dia untuk terus secara kritis mencari kebenaran sejati dengan tanpa lelah, dimana saja, kepada saja, dan kapan saja
Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: "Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat”
Dari perjalanan hidup Lafran dapat diketahui bahwa struktur fundamental independensi diri Lafran terletak pada kesediaan dan keteguhan Dia untuk terus secara kritis mencari kebenaran sejati dengan tanpa lelah, dimana saja, kepada saja, dan kapan saja
Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: "Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat”
2.3.2. Latar Belakang Berdirinya HMI
Kalau
ditinjau secara umum ada 4 (empat) permasalahan yang menjadi latar belakang
sejarah berdirinya HMI
1. Kondisi Perguruan
tinggi
Ada dua faktor yang sangat dominan yang mewarnai
Perguruan Tinggi (PT) dan dunia kemahasiswaan sebelum HMI berdiri. Pertama:
sisitem yang diterapkan dalam dunia pendidikan umumnya dan PT khususnya adalah
sistem pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme yang
"mendangkalkan agama disetiap aspek kehidupan manusia". Kedua
: adanya Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa
Indonesia (SMI) di Surakarta dimana kedua organisasi ini dibawah pengaruh
Komunis. Bergabungnya dua faham ini (Sekuler dan Komunis), melanda dunia PT dan
Kemahsiswaan, menyebabkan timbulnya "Krisis Keseimbangan" yang sangat
tajam, yakni tidak adanya keselarasan antara akal dan kalbu, jasmani dan
rohani, serta pemenuhan antara kebutuhan dunia dan akhirat.
2. Kondisi Umat Islam
Kondisi
ummat Islam sebelum berdirinya HMI dapat dikategorikan menjadi 4 (empat)
golongan, yaitu : Pertama : Sebagian besar yang melakukan ajaran Islam
itu hanya sebagai kewajiban yang diadatkan seperti dalam upacara perkawinan,
kematian serta kelahiran. Kedua : Golongan alim ulama dan
pengikut-pengikutnya yang mengenal dan mempraktekkan ajaran Islam sesuai yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketiga : Golongan alim ulama dan
pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh mistikisme yang menyebabkan mereka
berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk kepentingan akhirat saja. Keempat :
Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman, selaras
dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam itu
benar-benar dapat dipraktekkan dalam masyarakat Indonesia.
3. Kondisi Bangsa dan
negara.
Kondisi
bangsa dapat dikelompokkan dalam 2 hal, yaitu :
1.
Internal ; berkembangnya paham komunis dalam perwujudan PKI.
2. Eksternal ;
agresi militer Belanda yang mencoba menjajah Indonesia lagi
2.3.3. Struktur Organisasi HMI
Berdasarkan Konstitusi
Himpunan Mahasiswa Islam struktur organisisasi HMI adalah sebagai berikut :
Struktur Organisasi HMI
terbagi 2 yaitu :
a.
Struktur
Pimpinan
b.
Struktur
Kekuasaan
Struktur
Pimpinan merupakan tingkatan organisasi di HMI yang memiliki wewenang untuk menjalankan
roda organisasi sedangkan struktur Kekuasaan merupakan wewenang mengambil
kebijakan di tingkatan HMI. Struktur pimpinan Di tingkatan pusat disebut
sebagai Pengurus Besar HMI, struktur di tingkatan kabupaten disebut Pengurus
HMI Cabang dan struktur ditingkatan Universitas atau Fakultas disebut Pengurus
HMI Komisariat
Struktur
HMI ditingkatan Pusat dan Cabang dapat diadakan struktur pembantu kinerja
masing-masing tingkatan guna mengkoordinir tingkatan HMI dibawahnya. Pembantu
di PB HMI ada Badan Kordinasi yang mengakomodir cabang-cabang di bawah satu
provinsi dan ditingkatan cabang dapat didirikan koordinaot komisarioat di
masing-masing Perguruan tinggi.
Struktur
kekuasaan dimasing-masing Tingkatan Pimpinan yaitu Kongres pada tingkatan PB
HMI, Konferensi ditingkatan hmi Cabang dan Rapat Anggota Komisariat ditingkatan
HMI Komisariat.
2.4.
Kepemimpinan Di HMI
Organisasi HMI memiliki
ketentuan dan seperangkat aturan-aturan organisasi yang mengatur aktifitas
anggota, aktifitas pemimpinnya serta aktifitas organisasinya.Prosedur
organisasi di HMI membuat serta membentuk pola-pola kepemimpinan bagi
anggota-anggotanya.
Struktur kekuasaan di
tiap tingkatan HMI mengambil kebijakan-kebijakan yang umum secara kolektif.
Sistem instruksi terpusat yang dipatuhi oleh seluruh tingkatan dibawahnya
maupun anggota secara individu.
PB HMI mengambil
kebijakan terkhusus melalui rapat-rapat di institusi pengambilan keputusan. Ada
rapat harian, rapat presidium, rapat pleno, rapat kerja dan rapat bidang. Semua
keputusan yang sifatnya khusus untuk tingkatan dibawahnya diambil di
rapat-rapat tersebut. PB HMI mengatur hubungan organisasi anatar PB HMI dengan
HMI Cabang, PB HMI dengan Badan Koordinasi HMI, PB HMI ini dengan
lembaga-lembaga setingkat, HMI Cabang dengan Badan Koordinasi HMI serta
hubungan ditngkatan HMI terkait.
HMI Cabang juga seperti
itu. Perihal mengatur hubungan aktifitas organisasinya dengan hmi komisariat
dan anggotanya maka di ambil Rapat harian, rapat Presidium, rapat Pleno dan
Rapat Kerja.
Berdasarkan kondisi tersebut
bahwasanya HMI mengatur pola keputusan dan kebijakan diambil secara musyawarah
di dalam rapat-rapat pengurusnya.. namun dalam hal luar biasa seorang pucuk
pimpinan ditiap tingkatan HMI dapat mengambil kebijakan Ketua umum yang itdak
bertentangan dengan Aturan-aturan organisasinya.
PENUTUP
KESIMPULAN
1.
Berdasarkan pembahasan bahwa Organisasi Himpunan
Mahasiswa Islam cendrung membina anggotanya untuk memiliki pola kepemimpinan
yang demokratis serta melibatkan partisipasi anggota untuk mengambil kebijakan
dan keputusan
2.
Berdasarkan pembahasan bahwa pada tingkatan HMI
mempengaruhi keberadaan di bawahnya sehingga ada garis instruksi yang dipatuhi
dan dijalankan. Tugas tingkatan diatasnya yang menjaga tidak ada penyelewengan
ditiap tingkatan organisasi
SARAN
1. Sebaiknya ada ketentuan untuk
melakukan pengambilan kebijakan umum pada pimpinan organisasi HMI sehingga
tidak berbenturan dengan kaidah-kaidah organisasi
Komentar
Posting Komentar