Dini's Blog
Issue Pokok Kepemimpinan
1. Apa?
2. Bagaimana?
3. Untuk
Apa?
Apakah
kepemimpinan itu?
·
Kajian keilmuan untuk menemukan hakikat
kepemimpinan = Ontoligis
“Pemimpin
pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk memepengaruhi
perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan.” Dalam
kegiatannya bahwa pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengerahkan dan
mempengaruhi bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan.
Pada tahap pemberian tugas pemimpin harus memberikan suara arahan dan bimbingan
yang jelas, agar bawahan dalam melaksanakan tugasnya dapat dengan mudah dan
hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.Dengan
demikian kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang tidaksama di antara
pemimpin dan anggotanya. Pemimpin mempunyai wewenanguntuk mengarahkan anggota
dan juga dapat memberikan pengaruh, dengankata lain para pemimpin tidak hanya
dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan, tetapi juga dapat
mempengnaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya. Sehingga terjalin
suatu hubungan sosial yangsaling berinteraksi antara pemimpin dengan bawahan,
yang akhirnya tejadisuatu hubungan timbal balik. Oleh sebab itu bahwa pemimpin
diharapakanmemiliki kemampuan dalam menjalankan kepemimpinannya, kareana apabila
tidak memiliki kemampuan untuk memimpin, maka tujuan yang ingin dicapai tidak
akan dapat tercapai secara maksimal.
Bagaimana
Kepemimpinan itu?
·
Bagaimana kepemimpinan diperoleh?
Keterkaitan dengan pengembangan metodologi = Epistimologi
Khalayak umum sering meyakini bahwa para pemimpin
(leader) dilahirkan bukan ditempa. Sementara kepemimpinan (leadership)
adalah sesuatu yang dipelajari, keterampilan dan pengetahuan yang diproses
oleh pemimpin dapat dipengaruhi oleh atributnya atau miliknya atau ciri,
seperti kepercayaan, nilai, etika karakter, dan. Pengetahuan dan keterampilan
berkontribusi langsung kepada proses kepemimpinan, sedangkan atribut lain
memberikan karakteristik tertentu pada pemimpin yang membuat dia unik.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut
dapat lihat beberapa pendapat terkait. Pertama, pihak yang berpendapat bahwa
“pemimpin itu dilahirkan” melihat bahwa seseorang hanya akan menjadi pemimpin
yang efektif karena dia dilahirkan dengan bakat-bakat kepemimpinannya.
Sementara, kubu yang menyatakan bahwa “pemimpin dibentuk dan ditempa”
berpendapat bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang dapat dibentuk dan
ditempa. Caranya adalah dengan memberikan kesempatan luas kepada yang
bersangkutan untuk menumbuhkan dan mengembangkan efektivitas kepemimpinannya
melalui berbagai kegiatan pendidikan dan latihan kepemimpinan. Terkait dengan
perdebatan tersebut, Sondang (1994) menyimpulkan bahwa seseorang hanya akan
menjadi seorang pemimpin yang efektif apabila :
·
seseorang secara
genetika telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan,
·
bakat-bakat tersebut
dipupuk dan dikembangkan melalui kesempatan untuk menduduki jabatan
kepemimpinannya,
·
ditopang oleh
pengetahuan teoritikal yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan, baik yang
bersifat umum maupun yang menyangkut teori kepemimpinan.
Selain itu cara untuk
memperoleh kepemimpinan dapat dikaitkan dengan Analisa SWOT .Analisa SWOT adalah suatu metoda penyusunan strategi yang dapat
digunakan dalam kepemimpinan, SWOT itu sendiri merupakan singkatan dari Strength
(S), Weakness (W), Opportunities (O), dan Threats (T) yang artinya kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman atau kendala, dimana yang secara sistematis
dapat membantu dalam mengidentifikasi faktor-faktor luar (O dan T) dan faktor
didalam perusahaan (S dan W). Kata-kata tersebut dipakai dalam usaha penyusunan
suatu rencana matang untuk mencapai tujuan baik untuk jangka pendek maupun
jangka panjang.
Untuk apakah kepemimpinan itu?
·
Aplikasi kepemimpinan bagi eksistensi
dan pengembangan organisasi = Aksiologi
Agar kepemimpinan dalam setiap jenjang organisasi dapat
tumbuh, pemimpin harus mampu berperan sebagai enabler, yang dapat dicapai
melalui dua tahap. Tahap pertama disebut insight. Dalam tahap ini, baik
pemimpin organisasi maupun pengikut atau calon pemimpin potensial pihak
melakukan pengamatan secara lebih mendalam. Kepada pengikut atau calon pemimpin
potensial diajukan pertanyaan-pertanyaan seputar aspirasi kehidupan, kontribusi
bagi organisasi, ekspektasi, hal-hal yang diperlukan demi meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan, dan kendala-kendala yang dihadapi. Dari sisi
pemimpin dapat mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri tentang preferensi
terhadap pengikut, tingkat kepercayaan, kemampuan menjalin hubungan pribadi
yang lebih erat, kompetensi, dan kemungkinan pengembangan.
Tahapan yang kedua disebut cementing. Dalam tahapan ini,
masing-masing pihak berusaha untuk mempererat hubungan baik dari aspek
organisasi maupun aspek pribadi. Elemen utama yang harus muncul dalam tahap ini
adalah kepercayaan. Masing-masing pihak harus mempercayai bahwa setiap
keputusan dan tindakan yang diambil adalah demi tercapainya hal-hal yang
positif dan bermanfaat bagi yang lain. Landasan relasi yang tercipta dalam
tahapan ini adalah kepercayaan yang mengarah pada aspek-aspek pribadi. Dalam
situasi semacam inilah pemimpin dan pengikut dapat menerima kondisi
masing-masing apa adanya. Dalam tahapan ini juga terjadi pembicaraan dari hati
ke hati sehingga dapat melahirkan komitmen bersama untuk berperan melebihi yang
semestinya, baik dari aspek organisasi maupun pribadi. Diharapkan kolaborasi
yang tercipta semakin kuat, yang dapat dicapai melalui program penentuan tujuan
organisasi yang dikaitkan dengan tujuan pribadi.
Keberhasilan membangun kepemimpinan pada semua jenjang
mensyaratkan hadirnya lingkungan yang kondusif bagi munculnya calon-calon
pemimpin potensial di masa depan sangat penting bagi sebuah organisasi. Sayang
sekali sebagian pemimpin tidak menyadari pentingnya menciptakan iklim kondusif
guna membangun pemimpin potensial. Iklim yang tidak kondusif menghalangi tumbuh
dan berkembangnya calon pemimpin potensial secara baik. Oleh karenanya, seorang
pemimpin harus memodelkan kepemimpinan yang diinginkan karena hal ini merupakan
salah satu cara untuk menciptakan iklim yang kondusif. Para pengikut akan
selalu meniru sikap dan perbuatan para pemimpinnya. Seorang pemimpin tidak bisa
menuntut para pengikutnya untuk bersikap atau berperilaku tertentu sebelum ia
sendiri memberi contoh. Pengikut hanya mengikuti para pemimpinnya sejauh ia
pergi. Seorang pemimpin tidak dapat memodelkan apa yang ia tidak miliki.
Huda, N. (2019). PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN YPP DARUL HUDA WONODADI BLITAR. REVITALISASI: Jurnal Ilmu Manajemen, 5(2), 23-30.
BalasHapus